PENGERTIAN USHUL FIQIH
1. Pengertian Ushul Fiqih
Fiqih secara etimologi “Pemahaman yang mendalam dan membutuhkan
pengarahan potensi akal”. Sedangkan secara terminologi fiqih merupakan
bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah
Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan
berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci.
Ushul Fiqih yaitu ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum syara’
secara gelobal dengan seluk beluknya dan metode pengaliannya..
2. Perbedaan Ushul Fiqih dan Fiqih
Ushul Fiqih memandang dalil dari sisi penunjukan atas suatu ketentuan
hukum, sedangkan Fiqih memandang dalil hanya sebagai rujukannya. Walau
ada titik kesamaan, yaitu keduanya merujuk pada dalil.
Dengan demikian, dapat dikatakan dalil sebagai pohon yang melahirkan
buah, sdangkan fikih sebagai buah yang lahir dari pohon tersebut.
3. Fungsi Ushul Fiqih
Ushul Fiqih bukanlah sebagai tujuan melaikan hanya sebagai sarana, fungsi Ushul Fiqih :
- Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah metodologi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
- Mengambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid, agar
mampu menggali hukum syara secara tepat, sedang bagi orang awam supaya
lebih mantap dalam mengkuti pendapat yang dikemukakan oleh para
mujtahid.
- Memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai metode-metode
yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai
permasalahan baru.
- Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil.
- Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untuk
menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang
di masyarakat.
- Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan.
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN USHUL FIQIH
1. Pembukaan Ushul Fiqih
Salah satu pendorong diperlukannya pembukaan Ushul Fiqih adalah
perkembangan wilayah islam yang semakin meluas, sehingga tidak jarang
menimbulkan berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya.
Para ulama islam sangat membutuhakn kaidah-kaidah hukum yang sudah
dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum.
Jika dikembalikan pada sejarah, yang pertama berbicara tentang Ushul
Fiqih seblum dibukukan adalah para sahabat dan tabi’in. Yang
diperselisihkan adalah orang pertama yang mula-mula mengarang kitab
Ushul Fiqih, untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu teori-teori
penulisanya. Ada dua teori yang digunakan, yakni :
• Merumuskan
kaidah-kaidah fiqiyah bagi setiap bab dalam bab-bab fiqih dan
menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah furu’ atas
kaidah-kidahnya.
• Merumuskan
kaidah-kaidah yang dapat menolong mujtahid untuk meng-istinbath, tanpa
terkait oleh pendapat atau pemahaman sejalan maupun yang bertentangan.
Jalaluddin As-syuti berkata :”disepakati bahwa Asy-Syafi’i adalah
peletak batu pertama pada ilmu Ushul Fiqih. Adapun Maliki hanya
menunjukan sebagian kaidah-kaidahnya, demikian ulama-ulama lain, seperti
Abu Yusuf dan Muhammad Al-Hasan (Al-Hawaji, II : 404). Dapat
disimpulkan bahwa kitab Al-Risalah merupakan kitab yang pertama-tama
tersusun secara sempurna dalam ilmu ushul fiqih.
2. Tahap-Tahap Perkembangan Ushul Fiqih
Secara garis besar Perkembangan Ushul Fiqih dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu :
a) Tahap awal (abad 3 H)
Di bawah pemerintahan Abbasyiah Wilayah islam semakin meluas ke bagian
Timur. Khalifah-khalifah yang berkuasa pada abad ini adalah: Al-Ma’mun
(w.218 H), Al-Mu’tashim (w. 227 H) Al-Wasiq (w. 232 H), dan
Al-Mutawakkil (w. 247 H). Pada masa inilah terjadi suatu kebangkitan
ilmiah dikalangan islam, yang dimulai pada masa pemerintahan Khalifa
Ar-Rasyid. Ditandai dengan timbulnya semangat penerjemah dikalangan
Ilmuan muslim.
Buku-buku filsafat Yunani diterjemahkan dalam bahasa Arab dan kemudian
diberikan penjelasan (syarah). Ilmu-ilmu keagamaan juga berkembang dan
semakin meluas pembahasannya. Hasil pemikiran itu berhasil mengembangkan
bidang fiqih, yang mendorong untuk disusunnya metode berpikir fiqih
yaitu Ushul Fiqih.
Pada abad ini lahirnya ulama-ulama besar yang meletakan dasar berdirinya
madzhab-madzhab fiqih, sehingga para pengikut mereka semakin menunjukan
perbedaan dalam mengungkapkan pemikiran Ushul Fiqih dari para imamnya.
Perbedaan-perbedaan pendapat dan metode masing-masing aliran semakin
mendorong semangat pengkajian ilmiah di kalangan ulama abad 3 H dan
semangat ini berlanjut dan semakin berkembang pada abad 4 H.
b) Tahap Perkembangan (Abad 4 H)
Pada abad ini merupakan permulaan kelemahan dinasti Abbasyiah dalam
bidang politik. Dinasti Abbasyiah terpecah menjadi daulah-daulah kecil
yang dipimpin oleh seorang sultan. Perkembangan ilmu keislaman pada abad
ini jauh lebih maju dari masa-masa sebelumnya. Karena masing-masing
penguasa ingin memajukan, memakmurkan dan menopang perkembangan ilmu
pengetahuan di negrinya.
Khusus di bidang pemikiran fiqih Islam abad ini mempunyai karakteristik
tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri’ Islam. Hal ini ditandai dengan
adanya kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan untuk melakukan
perpindahan madzhab sewaktu-waktu.
Keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dapat dikatakan taqlid,
karena karena tiap-tiap pengikut tetap mengadakan kegiatan ilmiah guna
untuk menyempurnakan apa yang dirintis pendahulunya. Usaha mereka antara
lain :
- Memperjelas ‘illat-illat hukum yang di-istinbath-kan oleh para imam mereka; mereka itu yang disebut ‘ulama takhriz;
- Men-tarjih-kan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab, baik dari segi riwayat dan dirayah;
- Setiap golongan mendukung madzhab-nya sendiri dan men-tarjih-kan dalam berbagai masalah khilafiyah.
Akan tetapi, tidak bisa diingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah tertutup. Akibat yang ditimbulkan sebagai berikut :
1) Kegiatan para ulama terbatas, mereka cendrung men-syarah-kan kitab-kitab terdahulu atau memahami dan meringkasnya;
2) Menhimpun maslah-masalah furu’ yang banyak dalam uraian yang singkat;
3) Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah.
Kitab-kitab yang paling terkenal di antaranya :
- Kitab Ushul Al-kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubadilah Ibnu Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi, (w. 340 H.).
- Kitab Al-Fushul Fi Al-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Bakar Ar-Razim yang dikenal dengan Al-Jashshasa (305-370 H.).
- Kitab Bayan Kasf Al-Ahfaz, ditulis oleh Abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.
Ciri khas perkembangan Ushul Fiqih pada abad ini, yaitu munculnya
kitab-kitab Ushul Fiqih yang membahas masalah ushul fiqih secara utuh
dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa sebelumnya.
c) Tahap Penyempurnaan (Abad 5-6 H.)
Kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai lahirnya daulah-daulah
kecil, membawa arti pada perkembangan peradaban Islam. Hal ini
disebabkan adanya perhatian lebih dari para pengusanya terhadap
perkembangan ilmu dan peradaban.
Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan dibidang ilmu
Ushul Fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus
untuk mendalaminya ; antaralain Al-Baqilani, Al-Qadhi Abd. Al-jabar,
Abd. Al-Wahab Al-Bagdhdadi, dan lain-lain. Mereka lah pelopor keilmuan
islam pada zaman itu.
Kitab-kitab Ushul Fiqih yang ditulis pada zaman ini, dismping
mencerminkan adanya adanya kitab ushul fiqih pada tiap madzhab, juga
menunjukan adanya dua aliran ushul fiqih, yakni aliran Hanafiyah dikenal
sebagai aliran fuqaha dan aliran mutakalimin. Kitab-kitab Ushul Fiqih
yang paling penting antara lain :
a) Kiitab Al-Mughni fi Al-Abwab Al-Adl wa At-Tahwid, ditulis oleh Al-Qadhi Abd. Al-Jabbar (w. 415 H./1024 H.).
b) Kitab Al-Mu’amad fi Al-Ushul Fiqih, ditulis oleh Abu AL-Husain Al-Bashri (w. 436 H./1044 M.).
c) Kitab
Al-Iddaf fi Ushul Al-Fiqih, ditulis oleh Abu Al-Qadhi Abu Muhammad Ya’la
Muhammad Al-Husain Ibnu Muhammad Ibnu Khalaf Al-Farra (w. 458/1065 M.).
d) Kitab
Al-Burhan fi Ushul Al-Fiqih, ditulis oleh Abu AL-Ma’ali Abd. Al-Malik
Ibnu Abdillah Ibnu Yusuf Al-Juaini Imam Al-Haramain (w. 478 H./1094 M.).
e) Kitab Al-Mustashfa min Ilm Al-Ushul, ditulis oleh Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.).
a. Peran Ushul Fiqih Dalam Pengembangan Fiqih Islam
Target yang hendak dicapai oleh ilmu Ushul Fiqih ialah tercapainya
kemampuan seseorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’
dan kemampuannya untuk mengetahui metode istinbath hukum dari dalil
dalilnya dengan jalan yang benar.
Target study fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath
hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Bagi non-mujtahid
yang mempelajari fiqih islam target nya ialah agar ia dapat mengetahui
metode ijtihad imam madzhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat
men-tarjih dan men-takhrij pendapat imam madzhab tersebut.
Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddamah berkata, “Sesungguhnya ilmu ushul
itu merupakan ilmu syariah yang termulia, tertinggi nilainya dan
terbanyak kaidah nya.” Para ulama memandang ilmu ushul fiqih sebagai
ilmu dharuri yang penting dan harus dimiliki oleh setiap faqih.
b. Aliran-Aliran Ushul Fiqih
Aliran pertama disebut aliran Syafi’iyah dan Jumhur Mutakallimin (ahli
kalam). Aliran ini mengemban Ushul Fiqih secara teoritis murni, begitu
pula dalam menetapkan kaidah, aliran ini menggunakan alasan yang kuat,
tanpa dipengaruhi masalah furu’ dam madzhab, sehingga adakalanya sesuai
dengan masalah furu’ dan adakalanya tidak sesuai. Pada kenyataannya pada
kalangan syafi’iyah sendiri pernah terjadi pertentangan.
Kitab standar aliran ini antara lain : Ar-Risalah (Imam Asy-Syafi’I) ,
Al-Mu’tamad (Abu Al-Husain Muhammad Ibnu A’li Al-Bashri), Al-Burhan fi
Ushul Fiqih (Imam Al-Haramain Al-Juwaini), Al-mankhul min ta’liqat
Al-Ushul, Shifa Al-Ghalil fi bayan asy-syabah wa Al-mukhil wa Masalik
At-ta’lil, Al-Mushfa fi ilmi Al-Ushul (ketiganya karya Imam Abu Hamid
Al-Gazali)
Aliran kedua dikenal dengan aliran Fuqaha yang dianut oleh para ulama
madzhab Hanafi. Dinamakan madzhab fuqaha karena dalam menyusun teorinya
banyak dipengaruhi oleh furu’ yang ada dalam madzhab mereka. Aliran ini
berusaha menerapkan kaidah-kaidah yang mereka sususn pada furu’. Jika
sulit diterapkan mereka mengubah atau membuat kaidah baru supaya bisa
diterapkan.
Kitab standar aliran ini antara lain : Kitab Al-Ushul (Imam Abu Hasan
Al-Karkhi), Kitab Al-Ushul (Abu Bakar Al-Jashshash), Ushul Al-Sarakhsi
(Imam Al-Sarakhsi), Ta’sis An-Nazhar (Imam Abu Zaid Al-Dabusi), dan
Al-Kasyaf Al-Asrar (imam Al-Bazdawi).
Kitab-kitab Ushul yang menggabungkan kedua teori di atas antara lain:
1) At-Tahrir, disusun oleh Kamal Ad-Din Ibnu Al-Human Alhanafi (w.861 H.)
2) Tangqih Al-Ushul, disusun oleh Shadr Asy-Syari’ah (w.747 H.)
3) Jam’u Al-jawami, disususn olehTaj Ad-Din Abd Al-Wahab As-Subki Asy-Syafi’I (w.771 H.)
4) Musallam Ats-Tsubut, disusun oleh Muhibullah Abd Al-Syakur (w. 1119 H.)
Pada abad 8 muncul Imam Asy-Syatibhi yang menyusun kitab Al-Muafaqat fi
Al-Ushul Asy-Syari’ah. Pembahasan yang dikemukakannya berhasil
memberikan corak baru, sehingga para ulama ushul menganggap sebagai
kitab Ushul Fiqih kontemporer yang komperhensif dan akomodatif untuk
zaman sekarang.
OBJEK KAJIAN USHUL FIQIH DAN FIQIH
1. Objek Kajian Ushul Fiqih
Objek bahasan Ushul Fiqh adalah cara-cara, metode-metode, kaidah-kaidah
untuk menggali hukum atau untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil
syari’at (firman Allah dan sabda Rasull).
Menurut pendapat Imam Abu Hamid Al-Ghazali (450 H-505 H), ahli Ushul
Fiqh dari kalangan Syafi’iyah, membagi objek bahasan Ushul Fiqh menjadi 4
(empat) bagian yaitu:
1) Pembahasan tentang hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim, mahkumfih, dan mahkum ‘laih;
2) pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum;
3) pembahasan tentang cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil itu; dan
4) pembahasan ijtihad
2. Objek Kajian Fikih
Tugas Ushul Fiqh untuk menemukan sifat-sifat yang mendasar dari
dalil-dalil syara’dan sifat-sifat itu dirumuskan dalam bentuk
dalil-dalil atau kaidah-kaidah secara global (umum). Dalil-dalil yang
secara global telah dirumuskan oleh para ahli Ushul Fiqh ini pada
gilirannya akan diterapkan oleh seorang mujtahid kepada dalil-dalil
juz’i (terinci) yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Dari aktivitas mujtahid dalam ijtihadnya itu akan membuahkan hukum fikih
yang langsung dikaitkan dengan perbuatan mukallaf. Jadi, yang menjadi
bahasan Fikih adalah menganalisis satu persatu dalil dalam Al-Qur’an dan
Sunnah yang berkaitan dengan hukum syara’ berhubungan dengan perbuatan
mukallaf, menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Empat persoalan objek
pembahasan Fiqih:
1) Hukum Syara’;
2) Hakim dan dalil-dalilnya;
3) Perbuatan mukalaf, dan
4) Mukalaf.
TUJUAN MENGKAJI FIQIH DAN USHUL FIQIH
1. Tujuan Mempelajari Fiqih:
Tujuan mempelajari fiqih ialah untuk menerapkan hukum syara’ pada setiap
perkataan dan perbuatan mukallaf, karena itu ketentuan- ketentuan yang
dipergunakan untuk memutuskan segala perkara dan yang menjadi dasar
fatwa, dan bagi setiap mukallaf akan mengetahui hukum syara’ pada setiap
perkataan dan perbuatan yang mereka lakukan.
Selain itu, tujuan mempelajari fiqih lainnya yaitu untuk menerapkan
hukum- hukum syariat islam terhadap perbuatan dan ucapan manusia,
seperti rujukan seorang hakim dalam keputusannya, rujukan seorang Mufti
dalam fatwanya, dan rujukan seorang mukallaf untuk mengetahui hukum
syariat dalam ucapan dan perbuatannya.
2. Tujuan mempelajari Ushul Fiqih:
- Memberikan pengertaan dasar tentang kaidah-kaidah dan metodelogi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
- Memberikan gambaran mengenai persyaratan yang harus dikuasai dan dimiliki seorang mujtahid.
- Memberikan bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai macam
metode yang dikembangkan para mujtahid sehingga dapat memecahkan
berbagai persoalan baru.
- Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan hadis.
- Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat digunakan untuk
menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang
di masyarakat.
- Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan.
....
Download RESUME MATA KULIAH USHUL FIQIH PDF Selengkapnya di link di bawah ini: