[1] al-Qur’an adalah Cahaya
Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang
hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya
iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang
artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa
pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang
dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami
yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan
sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala
kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling
agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat
bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu
wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai
umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari
Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.”
(QS. an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah
adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari
kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka
adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju
kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang
membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang
berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah
dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka
kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai
tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah
dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya
kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa
berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa
Syarafuhu, hal. 35)
[2] al-Qur’an adalah Petunjuk
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Alif
lam lim. Inilah Kitab yang tidak ada sedikit pun keraguan padanya. Petunjuk
bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 1-2). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada
urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman
yang mengerjakan amal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan pahala yang
sangat besar.” (QS. al-Israa’: 9).
Oleh sebab itu merenungkan ayat-ayat al-Qur’an
merupakan pintu gerbang hidayah bagi kaum yang beriman. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah
mereka tidak merenungi al-Qur’an, ataukah pada hati mereka itu ada
gembok-gemboknya?” (QS. Muhammad: 24). Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, seandainya ia datang
bukan dari sisi Allah pastilah mereka akan menemukan di dalamnya banyak sekali
perselisihan.” (QS. an-Nisaa’: 82)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya dia tidak akan sesat dan tidak
pula celaka.” (QS. Thaha: 123).
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Allah
memberikan jaminan kepada siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan
ajaran yang terkandung di dalamnya, bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan
tidak celaka di akherat.” Kemudian beliau membaca ayat di atas (lihat Syarh
al-Manzhumah al-Mimiyah karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin
al-Badr, hal. 49).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah
menerangkan, bahwa maksud dari mengikuti petunjuk Allah ialah:
1. Membenarkan
berita yang datang dari-Nya,
2. Tidak
menentangnya dengan segala bentuk syubhat/kerancuan pemahaman,
3. Mematuhi
perintah,
4. Tidak
melawan perintah itu dengan memperturutkan kemauan hawa nafsu (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, hal. 515 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
[3] al-Qur’an Rahmat dan Obat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai
umat manusia! Sungguh telah datang kepada kalian nasehat dari Rabb kalian
(yaitu al-Qur’an), obat bagi penyakit yang ada di dalam dada, hidayah, dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an itu obat dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi ia tidaklah menambah bagi
orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Israa’: 82)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya
al-Qur’an itu mengandung ilmu yang sangat
meyakinkan yang dengannya akan lenyap segala kerancuan dan kebodohan. Ia juga
mengandung nasehat dan peringatan yang dengannya akan lenyap segala keinginan
untuk menyelisihi perintah Allah. Ia juga mengandung obat bagi tubuh atas
derita dan penyakit yang menimpanya.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465 cet.
Mu’assasah ar-Risalah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam
salah satu rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara
mereka, melainkan pasti akan turun kepada mereka ketenangan, kasih sayang akan
meliputi mereka, para malaikat pun akan mengelilingi mereka, dan Allah pun akan
menyebut nama-nama mereka diantara para malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR.
Muslim dalam Kitab adz-Dzikr wa ad-Du’a’ wa at-Taubah wa al-Istighfar
[2699])
[4] al-Qur’an dan Perniagaan Yang
Tidak Akan Merugi
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
orang-orang yang membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan
sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan, mereka berharap akan suatu perniagaan yang tidak akan merugi.
Supaya Allah sempurnakan balasan untuk mereka dan Allah tambahkan keutamaan-Nya
kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih.”
(QS. Fathir: 29-30)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai
orang-orang yang beriman maukah Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan
yang akan menyelamatkan kalian dari siksaan yang sangat pedih. Yaitu kalian
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kalian pun berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwa kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian
mengetahui. Maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memasukkan
kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan tempat
tinggal yang baik di surga-surga ‘and. Itulah kemenangan yang sangat besar. Dan
juga balasan lain yang kalian cintai berupa pertolongan dari Allah dan
kemenangan yang dekat. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. ash-Shaff: 10-13)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, jiwa dan harta mereka,
bahwasanya mereka kelak akan mendapatkan surga. Mereka berperang di jalan Allah
sehingga mereka berhasil membunuh (musuh) atau justru dibunuh. Itulah janji
atas-Nya yang telah ditetapkan di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur’an. Dan
siapakah yang lebih memenuhi janji selain daripada Allah, maka bergembiralah
dengan perjanjian jual-beli yang kalian terikat dengannya. Itulah kemenangan
yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 111)
[5] al-Qur’an dan Kemuliaan Sebuah
Umat
Dari ‘Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa suatu
ketika Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan (sebuah wilayah
diantara Mekah dan Madinah, pent). Pada waktu itu ‘Umar mengangkatnya sebagai
gubernur Mekah. Maka ‘Umar pun bertanya kepadanya, “Siapakah yang kamu
angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?”. Nafi’ menjawab, “Ibnu
Abza.” ‘Umar kembali bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?”. Dia menjawab,
“Salah seorang bekas budak yang tinggal bersama kami.” ‘Umar bertanya, “Apakah
kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Maka Nafi’
menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab Allah ‘azza wa jalla dan
ahli di bidang fara’idh/waris.” ‘Umar pun berkata, “Adapun Nabi kalian
shallallahu ‘alaihi wa sallam memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan
mengangkat dengan Kitab ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan
menghinakan sebagian kaum yang lain.”.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat
al-Musafirin [817])
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari
al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il
al-Qur’an [5027])
[6] al-Qur’an dan Hasad Yang
Diperbolehkan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hasad kecuali
dalam dua perkara: seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah tentang
al-Qur’an sehingga dia pun membacanya sepanjang malam dan siang maka ada
tetangganya yang mendengar hal itu lalu dia berkata, “Seandainya aku diberikan
sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal
sebagaimana apa yang dia lakukan.” Dan seorang lelaki yang Allah berikan harta
kepadanya maka dia pun menghabiskan harta itu di jalan yang benar kemudian ada
orang yang berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan
kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.”.”
(HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5026])
[7] al-Qur’an dan Syafa’at
Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah
al-Qur’an! Sesungguhnya kelak ia akan datang pada hari kiamat untuk memberikan
syafa’at bagi penganutnya.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin
[804])
[8] al-Qur’an dan Pahala Yang
Berlipat-Lipat
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
membaca satu huruf dalam Kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan.
Satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak
mengatakan bahwa Alif Lam Mim satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu
huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Tsawab al-Qur’an
[2910], disahihkan oleh Syaikh al-Albani)
[9] al-Qur’an Menentramkan Hati
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang
yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah,
ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.”
(QS. ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat
terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat/merenungkan
al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan
ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya.
Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap
bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324)
[10] al-Qur’an dan as-Sunnah Rujukan
Umat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan juga ulil amri
di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu maka
kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada
Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Maimun bin Mihran berkata, “Kembali kepada Allah
adalah kembali kepada Kitab-Nya. Adapun kembali kepada rasul adalah kembali
kepada beliau di saat beliau masih hidup, atau kembali kepada Sunnahnya setelah
beliau wafat.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 14)
[11] al-Qur’an Dijelaskan oleh
as-Sunnah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr/al-Qur’an supaya kamu menjelaskan kepada
manusia apa yang diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau
berpikir.” (QS. an-Nahl: 44). Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa menaati rasul itu maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.”
(QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh
telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang
yang mengharapkan Allah dan hari akhir.” (QS. al-Ahzab: 21)
Mak-hul berkata, “al-Qur’an lebih membutuhkan
kepada as-Sunnah dibandingkan kebutuhan as-Sunnah kepada al-Qur’an.” (lihat
ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 13). Imam Ahmad berkata, “Sesungguhnya
as-Sunnah itu menafsirkan al-Qur’an dan menjelaskannya.” (lihat ad-Difa’
‘anis Sunnah, hal. 13)
0 komentar:
Posting Komentar