Segala puji adalah milik Allah SWT. Semoga shalawat serta
salam penghormatan senantiasa terlimpah bagi Rasulullah berikut segenap
keluarga dan shahabatnya.
Mengapa Sirah Nabawiyah perlu dipelajari. Didalam Sirah Nabawiyah
diceritakan berbagai peristiwa yang perlu diketahui, terkait dengan
Nabi Muhammad s.a.w. nasab keturunan beliau, masa kacil dan masa
remajanya, risalah-risalah yang beliau sampaikan setelah diangkat
menjadi Rasul, peristiwa peperangan dengan kaum kafir; beliau sebagai
pemimpin negara, sebagai kepala pasukan, bahkan sebagai suami, dan
bapak dari anak-anak beliau, dan Rassulullah s.a.w. sebagai rahmatan lil
alamin.
Mengikuti Rasul dalam pengertian Iman kepada Rasul Allah,
adalah mengikuti apa yang diajarkannya (suri tauladannya) sebagaimana
diajarkan dalam hadits dan sunnah Rasul, yang bersumber dari Al Qur’an.
Hadits Rasulullah Saw. :
“Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal , tidak sekali-kali
kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya, yakni Kitabullah dan Sunnah
RasulNya”(H.R. Malik, T.M. Hasbi ash Shiddiq, Sejarah& Pengantar Imu Hadits)
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Al Ahzab 33:21)
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah
aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu, dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imran (3) : 31)
Materi tulisan yang terdapat didalam Naskah ini, yang diberi judul “Sirah Nabawiyah, Sejarah Singkat Nabi Muhammad s.a.w.”, merupakan singkaan atau intisari dari tulisan yang bersumber kepada:
1. Buku sejarah yang disusun Syaikh Safiyyur-Rahman al Mubarakfury.
Beliau adalah seorang ulama India, dan aseli bukunya berjudul:
ar-Rahiq al Makhtum Bahtsum fi as- Sirah an Nabawiyah ‘ala Shahibiha
afdhal as Shalat was-Salam. Buku ini adalah pemenang pertama dalam
sayembara penulisan Sirah Nabawiyyah yang diselenggarakan pada tahun
1396 H atau 1976 M, oleh Rabitah Alam Islami yang berkedudukan di
Makkah Buku ini sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan
judul “Sirah Nabawiyah” setebal 747 halaman, Penerbit Rabbani Press Jakarta.
2. Buku sejarah yang ditulis Karen Armstrong, yang berjudul “Muhammad, A Biography of the Prophet”, dan telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan nama “Muhammad Sang Nabi”,
penerbit: Risalah /Gusti, Surabaya, 409 halaman. Beliau adalah seorang
penulis wanita asal Inggeris, mantan biarawati Katholik Roma, mantan
dosen sastra Inggeris di Universitry of London dan lain-lain jabatan.
Beliau juga penulis buku-buku yang terlaris di Amerika seperti:”Thrugh
the Narrow Gate”; “A History of God”;“The Battle for God”;
“Jerussalem, one City Three Faiths” dan lebih dari sepuluh buku
lainnya, dan beberapa sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
3. Buku “Seleksi Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif” yang ditulis oleh Dr. Akram Dhiya Al Umuri. Dengan judul asli: ash-Shirah an-Nabawiyah ash Shahihah: Muhawalah li Tahibiq Qawa’id Al-Muhadditsin fi Naqdi as-Sirah an-Nabawiyah”, 819 halaman, terbitan Darul Falah Jakarta. Beliau adalah seorang ahli hadits dan ahli sejarah dari Universitas Madinah. Beliau melakukan pengkajian atas nash-nash pendukung, dan beliau sebutkan apakah tingkat haditsnya shahih, hasan atau dhaif.
Kerangka tulisan
(pembabakan) didalam naskah ini disesuaikan dengan buku Syaikh
Shafiyur-Rahman, begitu juga sebagian besar isi materinya sebagian
besar dikutip dari buku beliau. Untuk beberapa peristiwa ada yang
ditambah, dikutipkan dari buku Karen Amstrong sebagai pendukung dan
agar lebih detail. Terhadap suatu kejadian yang dirasa perlu untuk
metonjolkan ke- shahih-annya, maka materinya dikutip dari buku Dr.
Akram Dhiya al-Umuri.
Sumber asli (buku rujukan, hadits dsb) dari setiap peristiwa didalam
Naskah ini, sengaja tidak turut dikutip dan tidak dicantumkan,
semata-mata karena pertimbangan agar tulisan tidak terlalu panjang.
Adalah sulit untuk menyingkat suatu bahasan sehingga tetap dalam
pengertian yang utuh, sementara ada juga beberapa peristiwa yang
harus diceritakan dengan agak detail.
Firman Allah Ta’ala yang terkait dengan peristiwa sejarah, sebagian
telah disajikan secara lengkap baik ayat-ayatnya maupun terjemahannya.
Bagaimanapun juga,
membaca buku aslinya adalah lebih utama, selain disajikan secara populer
dan bahasa yang menarik, disana disebutkan juga dalam cacatan kaki
hadits-hadits dan nama-nama kitab yang yang dijadikan rujukan.
Dengan adanya naskah ini diharapkan kepada pembacanya, akan adanya
peningkatan rasa keimanan, kecintaan dan ketaatan kepada Rasul
Muhammad s.a.w. dan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Amin
Penyusun: Drs.LokmanMuchsin
SEJARAH SINGKAT NABI MUHAMMAD S.A.W.
NASAB NABI, MASA KECIL & DEWASA, MASA KENABIAN SEHINGGA WAFAT,
NASAB NABI
S.A.W. DAN KELUAGANYA
Suku Quraisy (dimana klan Bani Hasyim termasuk didalamnya)
dinamakan kepada anak-cucu keturunan Fihr. Silsilah urut-urutanya dari
bawah keatas: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyin bin Abdi
Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Luhay bin Ghalib bin
Fihr (kepadanya dinisbatkan kabilah Qurais) bin Malik bin Nadjar bin Kinanah bin
Khuzainah bin Mu’id bin Adnan dan apabila diteruskan keatas (sampai
lima puluh tujuh generasi ) akan sampai dengan Nabi Ismail bin Nabi Ibrahin
‘alaihis salam. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
diperkirakan hidup pada abad XX S.M.
Bani Hasym.
Hasyim (Alah Amru) putra bin Abdi Manaf (Mughirah) bin Qushay
(Zaid), memiliki tiga orang saudara: Al-Muththalib. Abdi Syam, Nauval.
Belian mendirikan klan tersendiri ditengah suku Quraisy lain yang bernama
Bani Hasyim. Hasyim menikah di Madinah dengan Salma binti Amru dari
Bani Amru bin Najar. Mereka memiliki empat orang anak lelaki: Asad;
Abu Shaifi; Nadl-lah; dan Abdul Muththalib dan lima anak perempuan: Asy-Saifa, Khadah,
Dha’ifah Rukayyah dan Jannah. Hasyim meninggal di Gaza (Pelestina) tahun 497 M.
Salma membesarkan dan mendidik anak-anaknya di Yatsrib (Madinah). Setelah
remaja Abdul Muththalib diajak ikut pamannya Al-Muththali bin Abdi Manaf
ke Makkah. Keluarga Hasyim mendapat tugas terhormat dari sukunya (dari
keturunan Abdi Manaf) untuk memberi jamuan makan dan minum kepada orang-orang
yang haji.
Abdul
Muththalib bin Hasyim (kakek Rarusullah s.a.w.) memiliki sepuluh
orang anak lelaki : Al Harits; Az Zubair; Abu Thalib; Abdullah
(ayah Rasulullah s.a.w.); Hamzah; Abu Lahab; Al Ghidaq;
Muqawwim; Shaffar; Al Abbas; dan memiliki enam orang anak
perempuan: Ummul Hakim; Barrah; Atikah; Shafiyyah, Anwa dan Amina.
Beberapa
peristiwa terjadi semasa Abdul Muththalib adalah :
Terjadinya
perselisihan sesama keturunan Abdi Manaf lainnya, karena perebutan
harta warisan dan hak untuk mengurus ka’bah dan urusan haji.
Berdasarkan
petunjuk mimpi dilalukan pencarian dan penggalian sumur zamzam. Pada saat
penggalian diketemukan barang-barang berupa pedang, perisai, dan dua
kijang dari emas. Kijang emas kemudian diletakkan didekat pintu
Ka’bah dan air zamzam untuk minum para haji.
Peristiwa
gajah. Ketika Abrahah pemuda Habasyah yang menjadi
wakil Najasyi diwilayah Yaman, melihat orang-orang Arab melakukan
haji di Ka’bah., Abrahah membangun sebuah gereja besar di
Shan’a dan ingin mengalihkan haji orang-orang Arab ke gereja
tersebut. Berita ini didengar oleh salah seorang dari Bani Kinanah, kemudian
ditengah malam dia masuk kedalam gereja dan melumuri
kiblatnya dengn kotoran. Karena kejadian tersebut, Abrahah marah dan
kemudian dengan mengederai gajah bersama empat peluh ribu tentara,
berangkat ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Setelah sampai di Mahsyar
( antara Musdalifah dan Mina), pasukan gajah mogok tidak mau meneruskan
perjalanan, dan ketika itulah Allah Ta’ala mengirim burung Al Babil
menjatuhkan batu-batukecil bekas tanah yang terbakar (sebesar kacang) dan
orang-orang yang terkena batu tersebut langsung binasa. Sedangkan Abrahah
sendiri dapat kembali bersama sisa pasukanny, namun dan sebelum tiba
Shan’a telah meninggal dunia terkena suatu penyakit.
Nabi
Muhammad s.a.w. dilahirkan pada hari Senin pagi tanggal
12 Rabiul Awal Tahun Gajah atau 53 tahun sebelum hijrah
(S.H.) bertepatan dengan tanggal 22 April 571
M, ditengah keluarga Bani Hasyim di Makkah. Ibu beliau
bernama Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Zahrah bin Kilab,
dan ayah beliau bernama Abdullahh bin Abdul
Muththalib bin Hasyim Ayah beliau meningggal dunia di Madinah,
ketika beliau masih dalam kandungan ibunya
Orang
yang pertama kali menyusuinya selain ibunya adalah Tsuaibah, mantan budak
Abu Lahab, jang juga memiliki bayi bernama Masruh. Bayi lain yang pernah disusui
Tsulabah ini adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan Abu Salamah bin
Abdul Asad.
Di Tengah-Tengah
Bani Sa’d.
Seorang wanita dari
Bani Sa’d, yaitu Halimah binti Abi Dzuaib (dikenal sebagai Halimah
Sa’diyah, istri al-Harits bin Abdil Uzza (Abu Kabsyah).
kemudian menyusui Rasulullah s.a.w. dan mengasuhnya bersama Abu Sufyan
bin al-Harits. Saudara susu beliau adalah
putra-putri, Al-Harits bin Abdul Muththalib (paman
beliau) yaitu: Abdullah, Anisah, Hudzafah atau Judzmah
atau asy- Syaima, dan juga Hamzah bin Abdul Muththalib
(paman beliau)
Halimah,
termasuk didalam rombongan wanita bani Sa’d, ditengah musim pacekelik,
mencari tambahan penghasilan ke Makkah, yaitu mencari orang-orang yang mau
memberi upah kepada ibu yang dapat menyusui anak mereka. Setiap ibu
yang ditawari untuk menyusui Rasulullah s.a.w., menolaknya setelah
mengetahui bahwa belian adalah seorang anak yatim. Namun Halimah terpaksa
menerimanya karena tidak ada yang lain. dan berharap semoga hal ini
membawa keberkahan bagi keluarga mereka. Ternyata pada saat itu juga, air
susu Halimah menjadi banyak, begitu juga keledai yang mereka
tunggangi, yang kurus dan telah kepayahan, menjadi kuat kembali dan
ketika pulang ke perkampungan mereka, keledai mereka berlari cepat
mendahului rombongan dan sampai lebih dahulu di rumah, Keberkahan itu
terus berlanjut, air susu Halimah menjadi banyak , sehingga ketika telah
berumur dua tahun pertumbuhan anak lebih cepat dari pada anak-anak yang
lain. Begitu juga onta dan kambing mereka menjadi gemuk dan
banyak susunya, dan rumput tempat mengembalakan ternak menjadi
subur.
Usia
4 atau 5 tahun (ahli sejarah berbeda pendapat mengenai hal ini) ketika
sedang bermain dengan teman-temannya, terjadi peristiwa pembedahan dada
Muhammad oleh Malaikat Jibril a.s, mengeluarkan hatinya, mencucinya,
mengambil segumpal darah hitam dan kemudian memasukkan kembali kedalam
tubuhnya. Teman-temannya berlari pulang memberitahukan kepada ibu
susunya. Dan mereka melihat wajah Muhammad s.a.w. dalam keadaan pucat.
Kembali
Kepangkuan Kakeknya.
Usia
5 tahun, setelah peristiwa pembedahan dada tersebut dan karena merasa
khawatir, beliau diantarkan kembali kepada ibunya ke Makkah, dan tinggal
bersama ibunya. Usia 6 tahun, oleh ibunya yang ditemani
Ummu Aiman (nama panggilan seorang budak wanita yang bernama Barakah).
dibawa berziarah kemakan ayahnya di Madinah Seminggu kemudian,
dalam perjalanan kembali pulang ke Makkah ibunya meninggal dunia di
Abwa. Selanjutnyua beliau diasuh oleh kakeknya Abdul Muththalib
yang sangat menyayanginya dan membawanya kembaki ke Makkah.
Dibawah
pemeliharaan Pamannya
Usia 8 tahun kakek beliau, Abdul Muththalib
meninggal dunia, dan selanjutnya Muhammad s.a.w. diasuh oleh pamannya Abu
Thalib. Suatu hari orang-orang Quraisy berkumpul disekitar ka’bah untuk berdoa
meminta hujan. Abu Thalib membawa kemenakannya dan
menyandarkannya di Ka’bah. Pada saat itu tidak ada awan yang
menggumpal di langit, tetapi awanpun kemudian datang dari berbagai penjuru
lalu turunlah hujan lebat, lembah-lembah memancarkan air, tanah menjadi
subur. Abu Thalib berkata mengenai hal ini: “Mereka berdoa meminta
hujan melalui pribadi Muhammad, seorang anak yatim yang tak
berharga”
Usia 12 tahun beliau diajak ikut berdagang
bersama pamannya ke Syam. Dalam salah satu perjalanan
di Bashra dekat kota
Syam, mereka bertemu dengan seorang pendeta yang bernama Bahira.
Pendeta ini memberitahukan kepada Abu Thalib tentang tanda-tanda kenabian
yang dimiliki Muhammad, dan menyarankan untuk membawanya pulang dan tidak
mengajaknya ke Syam karena khawatir dijahati oleh orang-orang Yahudi.
Atas pertanyaan Abu Thalib, mengenai tanda-tanda kenabian, Bahira menjawa: “Ketika
kalian turun dari bukit, seluruh batu dan pohon bersujud, batu-batu dan
pohon-pohon tersebut tidak akan sujud kecuali kepada seorang Nabi.
Sayapun mengenalnya melalui cap kenabian seperti buah apel yang terletak
ditulang pundaknya dan hal ini terdapat didalam kitab-kitab kami”
Usia
15 tahun beliau sudah aktif membantu pamannya dalam peperangan antara
suku Quraisy dan Kinanah melawan suku Qais ‘Alian (perang Fijjar).
Setelah peperangan tesebut selesai, diadakan perjanjian
persekutuan kebajikan (Hilful Fudlul) diantara beberapa suku Quraisy di Makkah
dimana mereka bersepakat dan saling berjanji untuk mencegah
terjadinya kezhaliman di Makkah, dan akan membela orang- orang yang
terzhalimi. Perjanjian dilakukan di rumah Abdullah bin Jad’an dan
disaksikan oleh Rasulullah s.a.w.
Usia
remaja Rasulullah dilalui dalam masa-masa yang berat,
pernah menjadi pengembala kambing ditengah keluarga Bani Sa’ad,
dengan upah beberapa qirath.
Pernikahan
dengan Khadijah
Usia
25 tahun beliau mendapat kepercayaan seorang saudagar, Khadijah binti
Khuwailid dari Bani Asad (40 tahun), untuk pergi ke Syam membawa barang
dagangannya, ditemani pembantu Khadijah yang bernama Maisarah.
Khadijah tertarik akan perilakunya yang cerdas, ulet dan dapat
dipercaya, memiliki reputasi yang tinggi dimata masyarakat , serta terkesan oleh
kualitas kemanusiaan yang dimiliki oleh pemuda Muhammad. Khadijah memiliki
saudara sepupu, bernama Waraqah bin Naufal, seorang hanif, yang telah
menjadi Kristen dan mempelajari kitab suci, sehingga iapun telah sering
mendengar darinya tentang masalah agama. Kadijah seorang janda kaya yang memang
sedang mencari suami, kemudian dengan perantaraan Nafisah binti
Muniyah melamar Muhammad untuk dijadikan suami sehingga
kemudian mereka menikah, dua bulan setelah kepulangannya dari Syam,
dengan mas kawin dua puluh ekor unta muda.
Pada
pernikahannya, Khadijah menhadiahkan kepada suaminya sorang budak
laki-laki dari suku Kalb di Arab Utara, Zaid bin Harits, yang menjadi
sangat dekat dengan majikannya dan dianggap sebagai anak
angkat.
Membangun Ka’bah
Pada
usia 35 tahun, beliau turut serta dalam pekerjaan merenovasi ka’bah
yang hampir runtuh terkena banjir besar, dan dinding-dindingnya banyak
yang sudah retak karena dimakan waktu. Dinding ka’bah
dihancurkan sampai pada fondasi yang dibangun Nabi Ibrahim a.s, kemudian
dibangun yang baru. Setiap kabilah Quraisy mendapat pembagian tugas dan
melaksanakan perkerjaannya masing-masing, namun perselisihan
terjadi ketika sampai kepada siapa yang akan meletakkan hajar aswad
ketempatnya semula. Umayyah bin al Mughirah al Makhzum mengusulkan
agar menyerahkan keputusan atas persoalan yang
diperselisihkan itu kepada orang pertama yang akan
mendatangi ka’bah melalui pintu masjid. Orang pertama itu adalah
Muhammad, yang kemudian disetujui semua pihak. Beliau meminta sehelai
kain, membentangkanya dan meletakkan hajar aswad ditengah
kain , kemudian mempersilakan seluruh kepala kabilah untuk
mengangkat kain bersama-sama membawanya ketempatnya, dan setelah sampai
Muhammad pun mengangkat batu hitam tersebut dan meletakkanya
ditempatnya semula.
MASA KENABIAN
Sejarah Singkat
Sebelum Kenabian
Sesungguhnya
pada diri Nabi Muhammad s.a.w. telah terhimpun dalam kehidupannya
berbagai keistimewaan. Beliau adalah manusia mulia yang memiliki
pemikiran jernih, cerdas, sikap diamnya yang lama digunakan untuk berpikir.
Beliau tidak pernah minum khomer, tidak pernah makan daging binatang yang
disembelih atas nama berhala. Ditengah-tengah kaumnya, beliau adalah yang
paling baik akhlaqnya, paling ramah dan santun, paling jujur, paling
lemah lembut, paling bagus amalannya, paling tepat janji dan paling
amanah, sehingga oleh kaumnya beliau digelari al amin.
Shahihul Bukhari
I;3: Ummul Mu’minin Khadijah r.a. mengatakan :“Beliau membantu orang
yang lemah, menolong orang yang sengsara, menghormati tamu, dan membela orang
yang berdiri diatas kebenaran
Di Angkat
Menjadi Rasul.
Rasulullah
s.a.w. telah terpelihara dari segala macam perbuatan dosa atau kemaksiatan
sejak sebelum diutusnya sebagai rasul. Beliau sudah dipersiapkan
untuk menerima tugas sebagai rasul yang hendak mengemban amanat
kerasulan, memberikan petunjuk dan cahaya kebenaran.
Beliau
diangkat menjadi Rasul ketika berusia 40 tahun (tepatnya beliau berusia
tiga puluh sembilan tahun tiga bulan duapuluh hari ) pada 17 atau 21
Ramadhan, tiga belas tahun sebelum tahun hijriah, atau bertepatan tanggal
6 atau 10 Agustus 610 M, ketika itu beliau sedang
bertahannuts di Gua Hira yang terletak di bukit Jabal
Nur.
Beliau menerima
wahyu yang pertama Q.S. Al ‘Alaq (96 ) :1-5
1. bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam[*], 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. [*] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan
perantaraan tulis baca.
Jibril a.s.
Turun Membawa Wahyu
Tentang cara turunnya wahyu tersebut dapat diketahui
dari penuturan Aisyah r.a:
“Wahyu yang diterima
oleh Rasulullah saw. dimulai dari suatu mimipi yang benar. Dalam mimpi itu
beliau melihat cahaya terang laksana fajar menyingsing dipagi hari. Kemudian
beliau digemarkan (oleh Allah) untuk melaksanakan khalwat di gua Hira
melakukan ibadah selama beberapa malam, kemudian kembali kepada keluarganya
(Khadijah) untuk mengambil bekal. Demikialah berulang kali hingga suatu saat
beliau dikejutkan dengan datangnya kebenaran didalam gua Hira’.
Malaikat datang kepada beliau, lalu berkata, “Bacalah” Beliau menjawab
“Aku tidak dapat membaca” Rasulullah menceritakan lebih lanjut, “Malaikat itu
lalu mendekati aku dan memelukku sehingga aku merasa lamah sekali, kemudian aku
dilepaskan” Ia berkata lagi, “Bacalah”. Aku menjawab,” Aku tidak dapat membaca”
Untuk ketiga kalinya ia mendekati aku dan memelukku sehingga aku merasa
lemas, kemudian aku dilepaskan Selanjutnya ia berkata lagi, “ Bacalah dengan
nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang maha pemurah.
Rasulullah s.a.w. segera pulang menemui
istrinya Khadijah dalam keadaan gemetar sekujur badannya lalu
berkata: “Selimutilah aku, selimutilah aku, selimutilah aku”
Kemudian Rasulullah menceritakan kejadian yang dialaminya. Khadiijah mengajak
Rasulullah s.a.w. pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul
Uzza, anak paman Khadijah. Ia memeluk agama Nasrani, dan ia dapat menulis
dalam huruf Ibrani dan pernah menulis bagian-bagian dari Injil dakam
bahasa Ibrani. Satelah mendengar cerita dari Rasulullah s.a.w., beliau memberi
komentar: “Itu adala malaikat yang pernah diutus Allah kepada Nabi
Musa……..” Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia, dan untuk beberapa
waktu Rasulullah s.a.w. tidak menerima wahyu.
Imam al-Buhari menceritaskan dari jalur Jabir bin Abdillah
yang mendengar Rasulullah menceritakan tentang masa kekosongan wahyu:
“Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar
suara dari langit. Ketika kepala kuangkat, kelihat malaikat yang
datang kepadaku di gua Hira’ sedang duduk di kursi antara langit dasn
bumi. Aku merasa ketakutan sehingga jatuh ketanah. Aku segera pulang
menemui istriku dan kekatakan kepadanya. Selimutilah aku, selimutilah akau,
selimutilah aku. Kemudian, Allah menurunkan firman-Nya.” Wahai
orang-orang berselimut,…….(al Muddtsir: 1-7). Sejak itu wahyu diturunkan
secara kontinyu”
Klasifikasi
Wahyu
Klasifikasi Wahyu yang menjadi sumber risalah dan
da’wah, menurut Ibnu Qayyum:
1. Mimpi yang benar.
2. Wahyu yang dibisikkan oleh malaikat
kedalam hati beliau tanpa terlihat oleh beliau.
3. Malaikat datang kepada Rasulullah
s.a.w, dalam wujud seorang lelaki, sampai beliau mengetahui apa yang
dikataknnya.
4. Jibril datang kepada beliau sepertri
bunyi lonceng dan masuk ketubuh beliau sehingga dahi beliau mengucurkan
keringat.
5. Rasulullah s.a.w. melihat jibril dalam
bentuk aselinya, lalu Jibril menyampaikan kepada beliau apa yang
dikehendaki oleh Allah kepada beliau (lihat surat an-Najm).
6. Wahyu yang disampaikan kepada beliau mada
malam mi’raj.
7. Firman Allah kepada beliau tanpa
perantaraan, sebagaimana berbicara kepada Nabi Musa.
Materi
Da’wah.
Materi-materi da’wah terkait dengan hal-hal berikut ini:
1. Tauhid.
2. Iman kepada hari kiamat. 3. pembersihan jiwa dengan
menjauhi segala kemungkaran dan kekejian yang menimbulkan akibat buruk, dan
dengan melakukan hal- hal yang baik dan utama. 4.
Penyerahan segala sesuatu kepada Allah Ta’ala. 5. Semua itu
setelah beriman kepada risalah Muhammad s.a.w. , dan berada di bawah
kepemimpinan dan bimbingannya.
Fase
da’wah:
1. Fase
Makkah, kira-kira tiga belas tahun
2.
Fase Madinah , selama sepuluh tahun
Setiap fase mengandung beberapa tahapan. Fase Makkah
dibagi atas da’wah secara rahasia dasn da’wah secara terang-terangan:
1. Da’wah secara rahasia,
dilakukan secara rahasia agar penduduk Makkah tidak dikejutkan oleh
hal-hal yang dapat membangkitkan kemarahan. Rasulullah s.a.w.
menawarkan Islam kepada orang-orang yang paling dekat dengan beliau, terutama
ditujukan kepada kerabat dekat dari Bani Hasyim dilaksanakan secara
sembunyi (sirriyah) dan secara fardiyah (personal),
Generasi Islam yang pertama: Khadijah binti Khuwalid, Zaid
bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin
Affan. Az-Zubair Ibnul Awwan al-Asadi. Abdur Rahman bin Auf, Sa’d bin Abi
Waraqas az-Zuhri, Thallah bin Ubaidillah at-Taimi.
Generasi Islam berikutnya: Bilal bin Rabbah al- Habasyi, Abu Ubaidah
Amir Ibnul Jarrah, Salmah bin Abdil Asad al- Mazhum, al-Aqram bin Abi
Arqam al Mahzumi, Ustman bin Mahzym dan dua saudaranya Qudamah dan
Abdullah, Ubaidah bin Al Harits bin al-Muththalib, Said bin
Zaid al Adawi dan istrinya Fatimah (saudara Umar Ibnul Kaththab). Khabab
bin al-Art. Abdullah bin Mas’ud al- Hudzali. Seluruhnya mencapai
jumlah empat puluh orang.
Karen
Amstrong menulis secara lebih detail dalam bukunya Muhammad, A Biography of
the Prophet: Orang-orang Muslim yang pertama dari pihak famili Nabi
s.a.w: Khadijah, Zaid bin Harits , Ali dan Ja’far bin Abu Thalib;
Abdullah bin Jahsy, beserta saudara lelakinya Ubaidillah dan
saudara perempuannya Zainab binti Yahsy (yang menikah dengan Zaid bin
Haritsah, kemudian dicerai dan kemudian menikah dengan Nabi
s.aw). dan ibu mereka Shafiyah binti Abdul Muthalib (bibi Nabi).
Ummu Fadhal (istri Abbas, paman Nabi), Salamah; dan Ummu
Aiman,. beliau ini adalah budak perempuan kecil yang diberikan
Abdullah kepada isterinya Aminah (orang tua Nabi) dan dikawinkan dengan
Zaid bin Harits (salah seorang putra mereka bernama Usamah bin
Zaid (yang dalam usianya masih sangat muda pernah ditunjuk
Nabi sebagai panglima perang melawan kaun Kristen Romawi).
Pengikut yang
sangat penting diluar lingkup keluarga Nabi, adalah Attiq bin
Utsman (yang labih dikenal dengan nama Abu Bakar asy Syiddiq): Utsman bin
Affan: Thallah bin Ubaidillah (sepupu Abu Bakar): Abdullah bin
Mas’ud (seorang pengembala yang kemudian dikenal sebagai penghafal
Al Qur’an dan ahli hadits): Khabbab bin al Arat (seorang pandai
besi): Suhaib bin Sinan ; Ammar bin Yasir (budak yang
kemudian dibebaskan); Bilal bin Rabah al Habasyi (mantan budak yang
pernah mengalami siksaan yang amat berat oleh majikannya Umayyah
bin Khalaf karena telah masuk Islam, dan kemudian dibeli dan dibebaskan
Abu Bakar asy Syiddiq dan dikenal sebagai tukang azan). Fathimah binti al
Khaththab (Saudara Umar bin Khaththab) dan lain-lain yang jumlahmya
mencapai lebih dari 40 orang. Demikian Karen Amstrong.
Surat-surat dan ayat-ayat yang turun secara kontinyu setelah
awal surat Muddatstsir, umumnya adalah surat atau ayat yang
pendek sesuai dengan kondisi saat itu, tentang pembersihan jiwa, penggambaran
surga dan neraka dan sebagainya.
Allah S.W.T. mewajibkan shalat dua rakaat diwaktu pagi dan
petang.
. Maka
bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah
ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang
dan pagi. Al Mu’min :55
Walaupun da’wah masih dilakukan sirriyah
atau fardiyah, dalam waktu tiga tahun tersebut telah terbentuk jama’ah
orang-orang mu’min yang tegak diatas ukhuwah dan ta’awun (tolong
menolong) , serta penyampaian risalah dan pengokohannya.
2 Da’wah secara
terang-terangan terhadap orang-orang musyrik
penduduk
Makkah, mulai tahun keempat kenabian sampai
akhir tahun kesepuluh kenabian, ditujukan kepada kaum kerabat terdekat.
Kemudian da’wah ditujukan kepada kaum musyrikin diluar Makkah, mulai
tahun ke sebelas dari masa kenabian sampai dengan hijrah ke Madinah.
Firman Allah
Ta’ala yang terkait dengan perintah da’wah ini : dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,--.Asy-Syu’ara
(26) :214
Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. --
Al-Hijr (15): 94
Luapan amarah, keheranan, kecaman, dari orang-orang
musyrik terhadap da’wah yang dilakukan Rasulullah s.a.w. yang
mendapat dukungan sepenuhnya dari paman beliau Abu Thalib seorang tokoh
Quraisy yang terpandang dan disegani. Mereka mendatangi Abu Thalib,
memberitahukan bahwa kemenakannya telah menghina tuhan-tuhan mereka, mencela
dan merendahkan kepercayaan mereka, dan menganggap sesat nenek moyang
mereka. Mereka meninta agar Abu Thalib berupaya mencegahnya atau
memberikan kesemparan kepada mereka untuk menyelesaikannya.
Orang-orang musyrik bermufakat dan melakasakan
upaya-upaya untuk mencegah agar Rasulullah s.a.w. tidak dapat
melaksanakan tugas beliau. Suatu ketika Rasulullah mendatangi orang-orang
ditempat kediaman mereka di pasar Ukazh, dipasar Majnah, dan di pasar
Dzil Majaz, menyeru mereka ke jalan Allah. Abu Lahab mengikuti dibelakang
beliau dengan mengatakan.”Jangan kalian ikuti dia, dia adalah seorang
yang telah keluar dari agama (kalian) dan pendusta”
Berbagai Cara untuk Menantang Da’wah
Untuk menantang da’wah Rasulullah s.a.w. kaum musyrikin memiliki
berbagai cara seperti berikut:
1. Mencemoh, menghina, melecehkan,
mendustakan dan mentertawakan kaum Musliman.(al-Hijr: 6 ;
Shad: 4 ;al-Qalam: 53 ; al-Muthaffin: 29.30)
2. Memperburuk citra ajaran, menebarkan
propaganda palsu disekitar ajaran dan pribadi beliau (al-Furqan :
4,5, 7 ; an Nahl: 103)
3. Menyaingi Al-Qur’an dengan
dongeng=dongeng orang terdahulu. An-Nadlar bin al-Harits, sengaja pergi ke
Hirah dan di sana
mempelajari kisah raja-raja Parsi, kisah-kisah Rustum dan dan Asfandayar.
(Luqman: 6).
4. Berusaha untuk memadukan antara Islam dan
Jahiliyah. Ada
usulan dari kaum musyrik untuk menyembah tuhan masing-masing secara bergiliran
setahun sekali. (al Qalam: 9)
Penindasan Oleh Orang-Orang Musyrik.
Rasulullah s.a.w. adalah seorang yang berwibawa dan
disegani oleh lawan dan kawan, dan beliau pun berada dibawah
perlindungan pamannya Abu Thalib. Tidak seorangpun yang berani
meremehkan jaminan yang diberikan keselamatan oleh pamannya.
Kondisi inilah yang menggoncangkan dan membingungkan orang-orang Quraisy.
Setelah melihat upaya-upaya yang telah dilakukan
untuk menentang da’wah tidak berhasil, mereka kembali
berkumpul dan membentuk suatu panitia yang terdiri dari dua puluh lima tokoh Quraisy,
dipimpin oleh Abu Lahab (paman Rasulullah s.a.w.) Keputusan yang diambil
adalah berupaya lebih keras untuk memerangi Islam, menyakiti Rasulullah
s.a.w., menyiksa orang-orang yang masuk Islam, melancarkan berbagai
hukuman dan siksa kepada mereka terutama yang lemah, tidak dilindungi
kabilah. Allah SWT. menunjukkan sembilan sifat yang terdapat dalam
diri Abu Lahab ( Q.S Al-Qalam : 10-13 )
Berbeda dengan orang Quraisy lainnya, Abu Lahab
ternyata lebih berani. Dia mengikuti perjalanan Rasulullah ketika musim
haji dan musim pasar untuk mendustakan beliau. Dia pernah
melemparkan batu mengenai kaki Rasulluah sehingga berdarah. Dia pernah sesumbar
untuk menginjak leher Rasulullah s.a.w. ketika sedang shalat (namun ketika
hendak melakukannya, dia terhalang oleh parit api dan suatu mahluk yang
menakutkan dan bersayap). Dia juga menusuk dada Sumayyah, mantan
budak Bani Makhzum, dengan tombak hingga tewas (wanita pertama syahid
dalam Islam). Anaknya Amar bin Yasir dan suaminya juga disiksa hingga
meninggal.
Abu Lahab menyuruh anaknya Utbah dan
Utaibah menceraikan istri mereka Ruqaiyah dan Ummu Kaltsum, putrid Rasulullah
s.a.w. Istri Abu Lahab, Ummu Jamil Arwa binti Harb bin Umayyah
(saudara Abu Sufyan), dia membawa duri dan meletakkannya di jalan
tempat lewat Nabi dan di depan pintu beliau dimalam hari. Dia seorang wanita
yang suka menjulurkan lidahnya, melakukan kedustaan, mengobarkan api
fitnah, sehingga Al-Qur’an menggambarkannya pembawa kayu baker
(hammallatal hathab) (Q.S. Al-Lahab
Orang-orang lain, para tetangga yang turut menyakiti Nabi
s.a.w. seperti halnya Abu Lahab, adalah al- Hakam bin Abil Ash bin
Ummayah, Utbah bin AbiMu’ith, Adi bin Hamra’. Ats- Tsaqah,
Ibnul Ashda’ AL-Hudzali.
Umayyah bin Khalaf al-Jamhi, setiap berjumpa atau melihat
Rasulullah s.a.w. selalu mengumpat dan mencela . (Qs. Al-Humazah:1). Dia juga
menyiksa budaknya, Bilal, diikat lehernya dan diseret, dijemur di terik
matahari, dadanya ditindih dengan batu, sampai akhirnya dibebaskan dan
dibeli oleh Abu Bakar. Abu Bakar juga membeli beberapa budak lainnya dan
membebaskan mereka.
Mus’ab bin Umair anak seorang kaya-raya, diusir dari
rumahnya oleh ibunya setelah diketahui keislamannya. Dan masih banyak lagi
kejadian lainnya.
Hijrah ke Abasyah
Rombongan pertama hijrah ke Habasyah yang dilakukan para
shabat pada pertengahan tahun ke-5 dari masa kenabian, karena tidak
tahan menhadapi kezaliman dari kaum musyrikin. Raja
Habasyah pada saat itu bernama Najasyi, beragama Nasrani. Pada
hijrah yang pertama ini rombongan berada dibawah pimpinan
Ustman bin Affan r.a, sebanyak 14 orang lelaki dan 4 orang
perempuan, diantara mereka terdapat istri Utsman
Ruqayyah binti Rasulullah, Salamah dan suaminya Abu Salamah,
serta Ja’far bin Abu Thalib.
Bulan Ramadhan Rasulullah s.a.w. keluar ke al-Haram dimana
berkumpul orang-orang Quraisy, kemudian ditempat itu secara tiba-tiba
beliau mebacakan surat
An Najm dan tanpa sadar mereka mendengarkan bacaan dan turut
sujud tilawah bersama Rasulullah s.a.w. setelah
membaca: (
“ Maka
bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” -- An Najm (53)
Berita
yang sampai kepada orang-orang Muslim di Habasyah, bahwa orang-orang musyrik
telah masuk Islam, sehingga pada bulan Syawal mereka kemabali ke
Makkah, Setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebagian mereka ada
yang kembali ke Habasyah dan sebagian ada yang kembali ke Makkah secara
sembunyi sembunyi.
Rombongn ke
dua hijrah ke Habasyah menyusul kemudian, yang terdiri dari 83 orang
lelaki dan 29 orang perempuan. Kaum Quraisy mengirim dua orang
utusan (Amru bin al-Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah). Dengan
membawa hadiah untuk raja Najasi di Habasyah, utusan Quraisy menyampaikan
pengaduan dan fitnah dan kemudian meminta Raja Najasyi memulangkan
rombongan pengungsi tersebut. Namun Raja menolak permintaan
mereka, setelah memanggil dan mendengarkan penjelasan dari orang-orang
yang mengungsi, ( diwakili Ja’far bin Abi Thalib) mengenai
apa apa yang terjadi, serta penjelasan perihal Islam sebagai agama baru
yang mereka anut. Setelah mendengar pandangan Islam terhadap
Nabi Isa a.s. sebagai mana disebutkan dalam surat “Kaf Ha Ya ‘Ain
Shad” (Surat Maryam) yang dibacakan oleh Ja’far bin Abi Thalib ( berindak
sebagai juru bicara), raja Najasyi kemudian mengusir utusan
Quraisy tersebut dan memerintahkan untuk membawa kembali
hadiah-hadiah yang semula telah mereka berikan kepada raja.
Hamzah dan Umar Masuk Islam
Bulan Dzul Hijjah tahun ke 6 dari masa kenabian, Hamzah
bin Abdul Muthalib memeluk Islam, disusul tiga hari
kemudian oleh Umar bin Khattab. (dari Bani Ady bin Ka’ab)
Kejadian tersebut diatas membuat panik kaum kafir Qureisy. Mereka
kemudian berusaha menawarkan kepada Nabi saw. segala hal yang mungkin menjadi
tuntutan beliau, agar menghentikan dakwahnya. Namun setelah Nabi Muhammad
saw. memberikan jawaban kepada juru bicara kaum Quraisy, Utbah bin
Rabi’ah, dengan membacakan firman Allah SWT surat Fushshilat ayat 1-5
(dalam riwayat lain ayat yang dibaca sampai dengan ayat 13) Uthbah
malahan berbalik menjadi mendukung Rasulullah.
Pemboikotan, Tiga Tahun di Perkampungan Abu Thalib
Kaum musyrikin dengan berbagai cara terus
melakukan upaya menentang da’wah: menghina, memfitnah, penebarkan propaganda palsu,
menyaingi al Qur’an dengan cerita dongeng dan sebaigainya. Kemudian mereka
mengadakan pemufakatan untuk memboikot dan memblokade keluarga
keturunan Abdul Muthalib, termasuk keluarga Rasulullah,
(terkecuali Abu Lahab, paman Nabi) dan ini berlangsung selama tiga
tahun, sampai dengan bulan Muharam tahun ke 10 dari masa kenabian.
Permufakatan tersebut ditulis oleh Baghid bin Amir dan
digantungkan di Ka’bah. _Pemboikotan tersebut tidak berjalan
efektif karena masih ada tokoh-tokoh Quraisy (yang masih ada hubungan
keluarga) yang besimpati dan memberikan bantuan pangan dan sebagainya ,
kemudian kelompok ini juga berusaha untuk membatalkan kesepakatan yang
telah mereka adakan.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Abu Thalib, beliau
mendatangi tokoh kaum Quraisy yang sedang berada Ka’bah dan menyampaikan
berita yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. bahwa sesungguhnya
surat perjanjian yang mereka buat tersebut telah habis dimakan rayap,
terkecuali bagian yang ada tulisan Allah Azza Wa Jalla, Beliau
mengusulkan, jika berita tersebut tidak banar, maka
Nabi saw. besedia diserahkan kepada kaum Quraisy, namum jika berita
itu benar maka mereka diminta untuk menghentikan pemboikotan dan
kezaliman.
Kaum musyrikin terpaksa menyetujui usulan tersebut, setelah
mereka melihat bahwa naskah yang dimaksud memang telah hancur
seperti telah diceritakan, pembeikotan pun dicabut. Disini
mereka telah melihat salah satu tanda kenabian
Muhammad saw. namun mereka tetap besikap seperti yang dikabarkan Allah
dalam firman-Nya :
dan
jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka
berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus".--
Al Qomar (54) : 2
Tahun Duka Cita: Abu Thalib dan Khadijah Wafat.
Pada tanggal 27 Rajab (sebagian pendapat mengatakan
bulan Ramadhan) tahun ke-10 dari masa kenabian (tiga tahun sebelum
hijrah). merupakan tahun kesedihan (Aamul Huzni),
karena wafatnya paman beliau Abu Thalib dan meninggalnya isteri beliau
Khadijah, yang wafat tiga hari kemudian.
Ketika Rasulullah s.a.w. akan memohonkan ampunan untuk
pamannya, turunlah ayat 113 dari surat At
Taubah (bahwa Nabi saw dan orang-orang beriman tidak boleh
memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik) dan surat al Qashash ayat 56 (bahwa Nabi saw
tidak akan dapat memberikan petunjuk kepada orang yang dikasihi.)
Ketika
paman Rasulullah s.a.w. Abbas bin Abu Thalib bertanya tentang apa yang dapat
beliau tolongkan kepada Abu Thalib, beliau menjawab: “Dia
berada di neraka yang paling atas. Seandainya bukan karena aku, dia
berada dineraka yang paling bawah”.
Menikah Dengan Saudah r.a.
Bulan
Syawal tahun ke 10 dari masa kenabian, Nabi Muhammad s.a.w. menikah
dengan Saudah binti Zam’ah, janda dari Sukran bin Amru yang
meninggal dalam pengungsian / hijrah di Habasyah.
Da’wah Islam di Luar Makkah.
Rasulullah s.a.w. di Tha’if.
Pada
bulan Syawwal tahun kesepuluh dari masa kenabian (akhir Mei atau
Juni tagun 619 M) Nabi s.a.w keluar menuju ke Tha’if,
yang berjarak sekitar 60 mil dari Makkah. Beliau berjalan kaki
dengan di temani oleh Zaid bin Haritsah. Setiap melewati
suatu kabilah . beliau serukan Islam kepada mereka, namun tidak ada seorangpun
menyambutnya.
Setiba di Tha’if, beliau
mendatangi tiga pemuka Bani Tsaqif, anak keturunan Amru bin Umar
ats-Tsaqafi, yaitu Abdul Yalil, Mas’ud dan Hubah. Selama sepuluh hari
beliau tinggal di Tha’if, dan menyerukan Islam kepada seluruh pemuka
mereka, semua mereka menolak dengan kasar dan mengusir Nabi s.a.w.
agar segera keluar dari daerah mereka. Mereka menyuruh budak-budak
dan orang-orang bodoh menggiring Nabi dan Zaid bin Haritsah keluar,
sambil berteriak-teriak dan melempari dengan batu
sehingga kaki beliau berdarah-darah.
Rasulullah s.a.w. mencoba berlari dan
menghindar, sehingga mereka sampai di kebun milik Uthbah dan Syaibah (keduanya
adalah putera Rabi’ah), sekitar 3 mil dari Tha’if. Disini mereka berlindung,
kemudian Rasulullah s.a.w. berdoa serta menunjukkan kesedihan beliau atas
kekerasan yang beliau hadapai. Setelah berdoa, beliau didatangi seorang pelayan
bernama Addas yang disuruh oleh tuannya, Uthbah dan Syaibah, membawakan buah
anggur.
Sebelum memakan anggur yang diberikan
Rasulullah s.a.w. membaca “Bismillah..” dan ini menarik perhatian
Addas kemudian terjadi dialog. Addas memperkenalkan bahwa dirinya
adalah seorang Nasrani dari daerah Ninawa, dan ketika mengetahui bahwa yang
sedang dihadapinya seorang yang mengaku sebagai Nabi seperti halnya Nabi Yunus,
Addas pun berlutut lalu menciun kaki beliau. Ketika Addas
menceritakan apa yang terjadi, tuannya mengomentari: “Celaka
kamu hai Addas. Janganlah kamu berpaling dari agamamu, agamamu lebih baik
daripada agamanya”
Rasullah s.a.w. pulang menuju Makkah dan keadaan sedih, dan
setibanya di Qarnul Manazil, Allah mengutus malaikat Jibril yang ditemani oleh
Malaikat pengurus gunung meminta pendapat beliau untuk menutupkan dua gunung
(Abu Qubais dan Qa’iqa’an) terhadap penduduk Makkah. Rasulullah mengatakan: “(Janganlah
kau lakukan), tetapi saya berharap semoga Allah ‘Azza Wa
Jalla melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang hanya beribadah kepada
Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun”
Beliau
meneruskan perjalanan pulang ke Makkah, sampai dilembah Nikhlah dimana
terdapat dua tempat yaitu as-Sailul Kabir dan az-Zaimah, beliau berhenti.
Allah SWT. mengutus sekelompok Jin kepada beliau (ketika itu beliau tidak
menyadari bahwa mereka adalah dari bangasa jin), untuk mendengarkan
pembacaan Al Qur’an. Beliau baru mengetahui hal tersebut, setelah Allah SWT.
menurunkan firmannya : Al Ahqaf (46): 29-32 dan Al Jin (72):
1-2, 12
Peristiwa
tersebut diatas merupakan kabar gembira tentang keberhasilan da’wah Nabi
s.a.w. dan bahwasanya kekuatan apapun tidak akan dapat menghalangi
keberhasilan da’wahnya, dan lenyaplah kesedihan beliau sejak keluar dari
Thai’if dan memutuskan untuk kembali ke Makkah.
.Zaid
bin Haritsah menyatakan kekhawatirannya kepada Rasulullah, bagaimana mungkin
penduduk Makkah yang telah mengusur mereka, akan mau menerima mereka kembali.
Rasulullah s.a.w. menjawab: “Hai Zaid, sesungguhnya Allah yang akan
memberi jalan keluar sebagaimana yang akan engkau lihat nanti. Sesungguhnya
Allah akan menolong agama-Nya dan membela Nabi-Nya.”
Setelah
mendekati Makkah (di Hira) beliau mengutus seseorang dari Bani
Khuza’ah kepada al-Akhnas bin Syarik kemudian kepada Suhail bin
Amru, untuk memintakan kesedian mereka untuk memberikan
perlindungan kepada beliau namun keduanya menolak. Kemudian beliau
mengirim utusan kepada Muth’am bin Adi, yang menyatakan kesediannya untuk
melindungi Nabi dan mengawalnya memasuki Makkah dan berhenti di
Masjidil Haram. Abu Jahal pun tidak dapat berbuat apa-apan karena harus tunduk
kepada kesepakatan adat yang berlaku.
Orang-orang yang
Beriman Selain Penduduk Makkah.
Setelah
musin haji tahun kesebelas masa kenabian, melalui pendekatan pribadi,
beberapa tokoh menyatakan diri masuk Islam diantaranya:
1. Suwaid bin Shamit, seorang penyair dari
Yatsrib yang mengetahui tentang “Hikmah Luqman” Dia datang ke Makkah
dalam rangka Umrah. Dia menyatakan masuk Islam setelah didatangi Nabi dan
membacakan Al-QWur’an
2. Iyyas bin Muaz, seorang pemuda dari
Yatsrib salah seorang anggota rombongan kabilah Aus. Mereka datang ke
Makkah dalam rangka mencari bantuan, karena mereka sedang menghadapui
peperangan dengan kabilah Khazraj.
3. Abu Dzar al-Ghifari, seorang penduduk
Yatsrib, telah menerima berita dari kedua orang tersebut diatas bahwa
telah datangnya seorang Nabi di Makkah, Dia pergi ke Makkah dan setelah bertemu
Nabi, walaupun sempat dihalang-halangi orang-orang Quraisy, beliau menyatakan
masuk Islam dihadapan orang-orang Quraisy
4. Thufail bin Amru ad-Dausi, salah seorang
pimpinan kabilah Daus dari wilayah ats-Tsaman. Ketika tiba di
Makkah dia mendengar banyaknya gunjingan tentang Nabi s.a.w. yang
justru menimbulkan keinginananya untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya. Setelah mendapat keterangan langsung dari Nabi, dia
menyatakan masuk Islam. Dia belum melakukan da’wah kepada
kaumnya, sampai setelah perang Khandaq. Beliau melakukan hijrah
dengan 70 orang pengikutnya. Beliau gugur sebagasi syuhada dalam perang
Yamamah.
5. Dhamad al-Azdi, seorang dari Bani Azd
Syanu’ah dari Yaman, yang berprofesi sebagai dukun penyakit gila. Ketika tiba
di Makkah, dia mendengar tentang seorang yang bernama Muhammad yang mempunyai
penyakit gila, kemudian timbul keinginannya untuk mengobatinya. Namun
setelah berjumpa dengan Nabi, dan mendengan apa yang talah disampai
beliau beliau menyakan diri masuk Islam
Penduduk Yatsrib Masuk Islam
Pada
suatu malam dimusin Haji tahun ke sebelas dari masa kenabian, Rasulullah s.a.w.
pergi untuk berda’wah , ditemani oleh Abu Bakar dan Ali. Beliau telah berdialog
tentang Islam dengan orang-orang dari Bani Dzahl dan
Syaibah binTsa’labah, mendapat tanggapan yang baik namun orang-orang
tesebut masih ragu untuk meneriama Islam.
Mereka
meneruskan perjalanan dan ketika melewati Aqabah Mina, mereka berjumpa
dengan enam orang pemuda Yatsrib yang sedang berbincang bincang:
Asad bin Zararah dan Auf bin al-Harits (dari bani Najjar); Rafi’
bin Malik (Bani Zariq) ; Quthbah bin Amir bin Halidah
dan Uqbah bin Amir bin Nabiy (Bani Haram bin Ka’b), dan Jabir bin Abullah
( Bani Ubaid bin Ka’b) Keenam pemuda ini adalah orang-orang yang cerdas,
mereka baru saja mengalami perang saudara, dan telah mendengar dari orang-orang
Yahudi tentang akan datangnya seorang Nabi. Setelah mereka mengadakan
dialog dengan Rasulluulah s.a.w. mereka semua menyatakan masuk Islam dan
bersedia menda’wahkan Islam kepada kaum mereka di Yatsrib.
Menikah dengan Aisyah r.a.
Pada
bulan Syawal tahun ke 11 masa kenabian, Rasulullah SAW. menikah
dengan Aisyah binti Abu Bakar r.a. yang ketika itu baru berumur
enam tahun, dan baru pada bulan Syawal tahun pertama Hijriah (setelah
berumur Sembilan tahun), beliau mulai menggaulinya.
Bai’at Aqabah, Isi Bai’at dan Penunjukan Naqib.
Bai’at
Aqabah Pertama terjadi pada musim haji tahun ke 12 dari masa kenabian
(satu tahun sebelum hijrah) bertepatan dengan Juli 621
M. Lima orang diantara yang pernah datang pada pada tahun ke
11, datang kembali ke Makkah bersama tujuh orang lainnya, kemudian menyatakan
bai’at kepada Nabi untuk tidak mempersekutukan Allah, tidak mencuri,
tidak berzina, tidak membunuh anak-anak merka dan seterusnya.
Ketika mereka kembali ke Yatsrib, Rasulullah mengirim
Mush’ab bin Umair sebagai duta/utusan dan bersama dengan As’ad bin Zarrah
menyebarkan Islam di Yatsrib. Mus’ab kembali ke makkah pada peristiwa
Bai’at Aqabah ke dua.
Bai’at
Aqabah Kedua terjadi pada musim haji tahun ke 13 kenabian (Juni 622
M). Penduduk Yatsrib sebanyak tujuh puluh orang lelaki dan
dua orang wanita dibawah pimpinan Abdullah bin Amru. menunaikan
manasik haji, kemudian secara rahasia mengadakan pertemuan dengan Nabi
pada hari tasrik di lembah Aqabah, dan berbai’at kepada Rasulullah saw. Dalam
pertemuan tersebut turut hadir dan berbicara, Abbas bin Abdul Muththalib yang
belum masuk Islam.
Isi
Bai’at diantaranya berjanji untuk: taat dan setia , tetap
berinfaq, tetap melakukan amar ma’ruf, tetap teguh membela kebenaran, serta
membantu dan membela Rasulullah s.a.w. setelah nanti berada di Yatsrib. (HR
Imam Ahmad). Pada saat bai’at Rasulullah s.a.w. bersabda:“Aku bai’at
kalian untuk membelaku sebagaimana kalian membela istri-istri
dan anak-anak kalian”.
Barra’
bin Ma’rur menjabat tangan Nabi s.a.w, seraya megucapkan: “Demi Allah yang
telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, kami berjanji akan membelamu
sebagaimana kami membela diri kami sendiri. Bai”at kami wahai Rasulullah,
kami adalah orang-orang yang ahli perang dan senjata secara turun
temurun”
Rasulullah menunjuk dua belas orang naqib ( wakil)
, tujuh orang mewakili kabilah Khazraj : As’ad bin Zarrah bin Adas.
Sa’d bin Rabi’ bin Amru, Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah, Rafi’ bin
Malik bin al-Ajlan, Al Barra’ bin Ma’rur bin Shakhar. Abdullah bin Amru
bin Haram. Ubadah bin Shamit bin Qais, Sa’d bin Ubadah bin Dulaim,
Al Munzdzir bin Amru bin Kunnais. dan tiga orang dari kabilah
Aus: Usaid bin Hudhair bin Simak, Sa’d bin Khaitsamah bin
al-Harits, Rifa’ah bin Abdul Mundzir bin Zubair.
Penangkapan
orang-orang yang berbai’at.
Berita
tentang pembai’atan orang-orang Yatsrib baru didapatkan kepastian setelah
orang-orang Yatsrib meninggalkan Madinah. Orang-orang Quraisy menghujat para
tokoh Yatsrib, berusaha mengejar dan berhasil menangkap
salah seorang mereka yaitu Sa’d bin Ubadah lalu mereka pukuli dan dibawa
ke Madinah. Kemudian datang
Al-Muth’am bin Adi dan Al-Harits bin Harb bin Umayyah membebaskannya, sebab
Sa’d pernah melindungi kafilah dagang mereka ketika melewati Madinah
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad s.a.w.
Tahun
ke 13 dari masa kanabian beliau di isra’- mi’raj kan oleh Allah
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa terus ke Sidratul Muntaha
Ada beberpa pendapat tentang kapan terjadinya peristiwa Isra’ dan
Mi’raj. Ada
yang berpendapat tahun pertama, tahun kelima, tahun
kesepuluh, tahun kedua belas, tahun ketiga belas dari masa
kenabian. Dari berbagai pendapt para ulama tersebut , Syafiyyur
Rahman memilih tahun ketiga belas yang lebih mendekati
kebenaran, dengan alur turunnya surat
Al Isra’.
DR.
Akram Dhiya Al-Umuri (seorang ahli hadits dan ahli sejarah dari Universitras
Madinah) dalam bukunya yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan
Judul ”Seleksi Sirah Nabawiyah” halaman 184-187,
menulis antara lain: Didalam buku-buku sejarah Nabawiyah , terdapat
banyak riwayat yang menguraikan secara detail dan panjang lebar
kisah tentang Isra’ Mi’raj, tetapi dari jalur sanad yang lemah, matan atau
materinya pun mirip dengan alur cerita dongeng.
Beberapa peristiwa dalam Isra’ -
Mi’raj yang dialami Rasulullah s.a.w., yang
didukung oleh hadits-hadits yang shahih , seperti berikut
ini:
1.
Riwayat yang menerangkan tentang Malaikat Jibril a.s. yang membelah
dada Rasulullah s.a.w., mencucinya dengan air Zamzam, dan
mengisinya dengan hikmah
dan iman, ketika beliau sedang berada di Masjidil
Haram,
atau sedang berada
di kamar beliau yang merupakan
bagian dari
Masjidil Haram. (Shahih Buhari dan shahih
Muslim)
2. Setelah dada beliau dibelah lalu dicuci , kemudian ditutup
kembali, beliau dibawa berjalan ke Baitul Maqdis dengan mengenderai
Bouraq. (shahih Buhari)
3. Setelah menjadi Iman shalat bagi para nabi dan
mengetahui keadaan mereka, beliau kemudian dibawa naik
kelangit tingkat tujuh. (shahih Buhari dan shahih Muslim)
4. Ketika melewati enam lapis langit beliau bertemu
dengan Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi
Idris, Nabi Isa. Nabi Yahya, Nabi Harusn, Nabi Musa, , dan
Nabi Ibrahim. Kepada beliau diberikan kewajiban shalat
sebanyak lima puluh kali sebelum
akhirnya dikurangi hanya menjadi lima kali saja (shahih Buhari dan
ahahih Muslim)
5. Beliau melihat Sidratul Muntaha, yang buah pohonnya sebesar
guci dan daunnya seperti telinga gajah (Musnad
Ahmad)
6. Beliau melihat Baitul
Ma’mur dilangit tingkat tujuh serta para malaikat
yang masuk kesana,
(Shahih Muslim)
7. Beliau melihat
“Telaga Al Kautsar” disurga, yang
sepasang tepinya
terbuat dari butir-butir mutiara yang
berlubang dan tanahnya berbau kasturi.(
shahih Buhari)
8. Ketika ditanya,”Apakah sempat melihat
Allah” Rasulullah s.a.w. menjawab. “Hanya cahaya
yang aku lihat”. (shahih Buhari dan shahih Muslim)
9. Beliau melihat sungai
disurga ada empat, dua sungai yang tersembunyi
disurga dua yang nampak yakni
Sungai Nil dan Sungai Furat. (shahih Buhari)
10. Beliau melihat Jibril dari jarak yang
sangat dekat, dan ia memiliki 600 sayap
sebagaimana
yang diisyaratkan,. oleh firman Allah Ta’ala [surat An Najm ( 53): 9-18)
(shahih Buhari dan shahih Muslim]
11. Beliau melihat azab bagi orang-orang yang
suka menggunjing orang lain. .
Merka
memiliki
kuku dari timah yang mereka gunakan untuk mencakar wajah
dan dada mereka sendiri
( Musnad Ahmad dan Sunan Abu Daud)
12. Jibril datang kepada Rasulullah s.a.w. dengan membawa
bejana berisi khamar, sebuah bejana barisi susu,. dan
sebuah bejana lagi berisi madu. Beliau
mengambil bejana yang berisi susu. Lalu Jibril mengatakan
:”Itulah yang fitrah” (shahih Buhari dan shahih
Muslim)
Ketika
dikabari tentang Isra’-Mi’raj, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata kepada
orang-orang musyrikin, “Jika itu yang dikatakannya, ia benar”.
Mereka bertanya, “Apakah kamu juga percaya semalam Muhammad pergi ke
Baitul Maqdis, dan ia sudah kembali sebelum shubuh?” Abu Bakar
menjawab, “Ya. Bahkan lebih dari itu pun aku percaya. Aku percaya
kepadanya tentang berita langit, baik pagi maupun sore” Oleh karena
itu Abu Bakar dibweri gelar Ash- Shiddiq (Mustadrak
Al-Hakim)
HIJRAH KE
MADINAH
Para
perintis Hijrah
Hijrah
bukan sekadar menyelamatkan harta benda dan menyelamatkan diri
semata, tetapi juga kesadaran bahwa ditengah jalan mungkin saja dirampok, dan
akan merenggut nyawanya. Hijrah juga berarti perjalanan kemasa depan yang
belum jelas disamping kesulitan dan penderitaan yang akan dialami
dikemudian hari.
Orang
pertama yang berniat melakukan hijrah adalah Abu Salamah berserta
istri dan anak lelakinya. Namun yang berangkat akhirnya hanya Abu Salamah,
sedang istrinya ditahan oleh keluarga pihak istri, dan anak lelakinya
ditahan oleh keluarga pihak bapaknya. Setahun kemudian baru anak dan istrinya
diizinkan menyusul ke Madinah yang diantar oleh Utsman bin Thalhah.
Shuhaib
merencanakan hijrah ke Madinah, namun dihalangi oran-orang Quraisy,
dan baru diizinkan pergi setelah benjanji akan meninggalkan seluruh
harta bendanya.
Umar
bin Khaththab, Ayasy bin Abi Rabi’ah, Hisyam bin al-Ash bin Wa’il
berjanji untuk berkumpul disuatu tempat dan akan hijrah bersama-sama.
Hisyam tidak jadi datang terhalang, sedangkan Ayasy setelah sampai di Quba, ia
dibujuk oleh Abu Jahal dan al-Haritas agar pulang karena
ibunya sangat merindukannya. Ternyata hal itu hanya tipuan karena
menjelang masuk Makkah dia ditangkap, diikat dan diserahkan kepada
penduduk Makkah untuk disiksa.
Abu
Bakar r.a. juga sudah merencanakaan untuk berhijrah namum dicegah oleh
Rasulullah s.a.w. karena akan diajak hijrah bersama setelah mendapat izin dari
Allah SWT.
Setelah
dua tahun dari bai’at Aqabah, tidak ada kaum Muslimin yang tersisa di Makkah
kecuali Rasulullah dan Abu Bakar, Ali dan orang-orang yang ditahan.
[Latar
belakang hijrah, lihat QS. Surat At Taubah (9) ayat 20-22; Ali
Imran : (3) 195; an
Nahl (16) ayat 41 dan 110. }
Kesepakatan untuk Membunuh Nabi s.a.w.
Darun
Nadwah (Parlemen Quraisy) adalah tempat dimana pimpinan kaum
Quraisy mangadakan petemuan pada tanggal 26 shafar tahun empat belas dari masa
kenabian (12 September 622 M) telah dicapai kesepakatan membunuh Nabi
s.a.w. Pertemuan dihadiri tujuh kabilah, masing-masing kabilah menunjuk
wakilnya:
1. Abu Jahal
bin Hisyam (kabilah Bani Makhzum). 2. Jubair bin Murh’an,
Thu’aimah bin Adly, dan al-Harits bin Amir ( Bani Naufal bin Abdi
Manaf), 3. Jubair bin Rabi’ah Uthbah bin
Rabi’ah ( kabi;aj Abdu Syamy bin Abdu Manaf). 4. an-Nadlar bin al
Harits (Bani Abdul Dar). 5. Abul Bukhtum bin Hisyam, Zam’ah bin
al-Aswad, Hakim bin Nizam (bani Asad bin Abdul Uzza). 6. Nabih bin
al- Hajjah, Muhabbah bin al Hajjah (Bani Sahm), 7. Umayyah bin
khalaf (bani Jamh)
Jibril
a.s. turun membawa wahyu Allah Ta’ala, memberitahukan kepada
Nabi s.a.w. tentang kesepakatan tersebut, yaitu membunuh
Nabi yang akan dilakukan secara bersama-sama oleh wakil dari
beberapa kabilah Quraisy, dengan maksud supaya
terlihat bahwa pembunuhan tersebut menjadi tanggung jawab bersama.
Nabi s.a.w.pun melalukan persiapan untuk hijrah, maka
pada tanggal 27 Shafar, tengah hari, beliau pergi
kerumah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. untuk mengajaknya berhijrah,
serta mengatur siasat untuk meninggal Makkah pada malam harinya.
Pengepungan
Rumah Rasulullah s.a.w.
Pengepungan rumah Rasulullah s.a.w. pada malam harinya oleh sebelas
orang gembong yang merupakan wakil kaum Quraisy: seperti Abu Jahal,
al-Hakam, Uqbah. An-Nadlar, Umayyah. Zam’ah, Thu’aimah, Abu Lahab, Ubay,
Nabih dan Muabbih.
Walaupun sudah terkepung, beliau berhasil meloloskan diri. berkat
pertolongan Allah SWT.
“ dan
(ingatlah), ketika
orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya”.-- (Al Anfal : 30)
Beliau menaburkan segenggam tanah keatas kepala orang-orang yang menjaga
diluar rumah yang sedang tertidur sambil membaca ayat al Qur’an
“dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di
belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka
tidak dapat melihat”. -- (Yasin: 9),
Para pembunuh itu baru
menyadari bahwa Rasulullah Saw. sudah tidak ada lagi, ketika pagi harinya
mereka memasuki rumah dan mendapati bahwa yang sedang tidur beselimut
bukanlah Rasulullah SAW. melainkan Ali bin Abi Thalib
r.a. Ali deprintahkan menyusul kemudian, setelah
mengembalikan barang-barang titipan yang disimpan Rasullah kepada
masing-masing pemiliknya.
Perjalanan
ke Madinah
Nabi
Saw.
bersama Abu Bakar ash Shiddiq r.a. berjalan menuju ke Gua
Tsaur disebelah selatan Makkah dan bersembunyi didalam gua selama tiga
malam. Pada malam hari mereka ditemani Abdullah bin Abu Bakar yang
masih
remaja. Dia datang setelah larut malam menyampaikan informasi penting
yang
diperolehnya tentang kegiatan kaum Quraisy, dan pagi-pagi sekali
dia telah kembali ke Makkah. Amir bin Fuhairah mantan budak Abu
Bakar, yang mengembalakan kambing, menggiring kambingnya pada
malam hari kearah gua, sehingga Rasulullah s.a.w. dan Abu Bakar
r.a, dapat meminum susu kambing yang segar.
Orang-orang Quraisy telah mengejar Rasulullah kearah
Madinah dan kearah lainnya dan juga telah mengejar sampai ke Gua Tsaur.
Imam Buhari meriwayatkan dari jalur Anas dari Abu Bakar, ia
berkata: “ Aku bersama Nabi s.a.w didalam goa. Ketika aku mengangkat
kepala , aku melihat kaki-kaki kaum musyrikin. Lalu aku berkata, “Wahai
Nabi Allah, seandainya mereka melihat kebawah (menunduk) tentu melihat
kita” Beliau menhawab “Diamlah wahai Abu Bakar, Selain kita
berdua adalah Allah sebagai pihak ketiga”
Mereka mendatangi rumah Abu Bakar, menanyai dan memukul Asma
binti Abu Bakar, serta mengangkap Ali memabawanya ke
Ka’bah untuk mencari informasi dimana Rasulullah berada namun mereka tidak
berhasil
Dr.
Akram Dhiya Al-Umuri menulis (hal 207): Sebuah hadits yang sangat dhaif
menyatakan ketika Rasulullah s.a.w. menginap di Gua Tsaur, Allah
langsung menyuruh sebatang pohon untuk tumbuh didepan gua dan
menyuruh sepasang burung dara liar hinggap dimulut gua, Itulah sebabnya
orang-orang musyrikin yang sedang mengejar beliau pulang kembali. Dongeng
seperti itu banyak dimasukkan ke dalam sumber-sumber hadits dan sirah
Pada malam Senin awal Rabi’ul Awal tahun 1 H / 16
September 622 M setelah keadaan aman, mereka meneruskan perjalanan menuju
Yastrib melalui jalur sebelah barat dekat pantai (jalur yang tidak banyak
dilalui orang), dan mareka dipandu oleh Abdullah bin Uraiqith sebagai
penunjuk jalan. Mereka membawa bekal yang disiapkan Asma binti Abu
Bakar dan Amir bin Fuhairah ikut bersama mereka.
Selama
dalam perjalanan terjadi beberapa peristiwa:
1. Ketika berjalan ditengah hari terlihat gurun
panjang yang teduh dan tidak terkena sinar matahari. Suasana
sepi, mereka turun untuk beristirahat, dan Rasulullah
tertidur. Kemudian datang anak kecil yang membawa kambing gembalaannya
dan turut beristirahat bersama mereka. Atas pemintaan Abu Bakar, anak
kecil tersebut memerahkan susu kambing sehingga mereka minum
bersama sampai kenyang.
2. Ditengah perjalanan mereka berjumpa dengan
seorang pemuda yang bertanya kepada Abu Bakar siapa orang yang berada
didepannya. Abu Bakar menjawab bahwa orang yang
berjalan didepannya adalah orang yang memberikan petunjuk jalan
kepadanya.
3. Ditengah perjalanan mereka dikejar
oleh Suraqah bin Malik, seorang pemburu hadiah, yang mendapat informasi dari
anak buahnya yang telah melihat Rasulullah dan sahabatnya dipantai. Suraqah
memacu kudanya dengan cepat namun setelah dekat, kaki kudanya terperosok sampai
kelututnya dan dia terpelanting. Setelah berdiri tegak, tiba-tiba dari bekas
kaki kuda tersebut itu keluar debu yang berkilau di langit seperti
asap. Setelah itu Suraqah berseru kepada mereka bahwa dia tidak akan
berbuat jahat, akhirnya mereka berhenti. Suraqah menceritakan apa yang terjadi
dan menawarkan bantuan namun ditolak oleh Rasulullah s.a.w. dan beliau
hanya meminta agar keberadaan beliau dirahasiakan.
4. Dalam perjalanan Rasulullah s.a.w. melewati
rumah Ummu Ma’bad al- Khuza’iyyah. Abu Bakar bertanya kepada Ummu
Ma’bad apakah mereka mempunyai sesuatu. Ummu Ma’bad menjawab
bahwa mereka tidak mempunyai apa-apa, Kambing-kambing mereka pun kurus
kering tidak ada yang mempunyai air susu karena musim kemarau.. Rasulullah
s.a.w melihat seekor kambing disamping rumah, dan setelah tanya jawab
Rasulullah s.a.w. meminta izin untuk memerah susu kambing tesebut dan ternyata
bahwa susu kambing tersebut banyak mengekuarkan air susunya.
5. Ditengah perjalanan Nabi s.a.w. berjumpa
dengan Abu Buraidah pemimpin salah satu kabilah yang sedang keluar untuk
mencari Rasulullah s.a.w. dengan harapan dapat menperoleh hadiah seperti
yang telah dijanjikan kaum Quraisy. Setelah benjumpa dengan Rasulullah dan
diajak bercara, ia bersama dengan tujuh peuh orang anak buahnya
memeluk Islam
6, Rasulullah s.a.w berjumpa dengan az-Zubair yang berada
dalam robongan dagang kaum Muslimin dan az-Zubair
memberi beliau dan Abu Bakar pakaian putih.
Tiba
di Quba.
Mereka tiba di Quba (kl 3,5 km sebelum Madinah) pada hari
Senin tanggal 8 Rabiul tahun ke 14 masa kenabian. Mereka
tinggal di Quba selama empat hari dan sempat mendirikan Masjid Quba.dan
mengarah ke Baitul Maqdis.
Mereka meneruskan perjalanan dan masuk ke Madinah padas hari
Jumat, tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 1 H. (27 September0 622
M) Setelah tiba di Madinah, setiap kali beliau lewat didepan rumah
orang-orang Anshar, mereka memegang tali kekang onta beliau mengajak
singgah dan menetap dirumahnya, namun onta beliau tidak mau diajak
berhenti, sehingga mereka tiba ditempat masjid Nabawi sekarang ini, lalu
ontanya menderum. Rasulullah turun dari ontanya, dan tempat beliau turun
itu adalah tempat Bani Najjar (paman Nabi dari pihak ibu),
didepan rumah Abu Ayyub al Anshari..
Setelah beberapa hari datanglah istri beliau yaitu Saudah,
dua peteri beliau , yaitu Fatimah dan Ummu Kaltsum, beserta Ummu Aiman,
Usamah bin Zaid, Abdullah bin Abu Bakar dan Aisyah binti Abu
Bakar. Zainab binti Rasulullah baru hijrah setelah perang Badr.
Tahun
terjadinya peristiwa Hijrah ini ditetapkan sebagai awal tahun
Hijriah, yaitu pada masa Khalifah Umar bin Khattab r.a
FASE
MADINAH
Kondisi Madinah Ketika Hijrah
Masyarakat
penghuni Madinah pada saat itu:
1. Kaum Muslimin: Pertama, kaum Anshar, mereka berada
didalam negeri bersama harta mereka. Semula mereka (kabilah Aus dan Khazraj)
bermusuhan, setelah Islam mereka bersatu. Kedua, kaum
Muhajirin yang tidak memiliki semua yang dimiliki kaum Anshar. Mereka datang ke
Madinah tanpa membawa apapun, mereka tidak memiliki tempat tinggal dan tidak mempunyai
pekerjaan. Jumlah mereka tidak sedikit, setiap hari bertambah.
2. Kaum musyrikin yang merupakan kabilah-kabilah asli Madinah.
Diantara mereka ada yang menyembunyikan permusuhan kepada
Rasulullah s.a.w. karena tidak mampu menghadapi kaum Muslimin.
Diantara kelompok ini adalah Abdullah bin Ubay.
1. Orang-orang Yahudi
Mereka datang ke Hijaz pada zaman penyiksaan orang orang Asyuri
dan Romawi. Meraka adalah orang-orang Ibrani, tetapi setelah lama di
Hijaz, mereka terwarnai oleh warna Arab. Mereka membanggakan diri sebagai
keturunan Yahudi, dan menganggap hina orang-orang Arab sebagai ummiyyin
(liar,sederhana, rendahan,terkebelakng). Mereka menguasai perdagangan,
memakan riba, menguasai tanah-tanah dan perkebunan. Tiga
kabilah Yahudi yang terkenal: 1. Bani Qainuqa’.Tinggal didalam kota Madinah, bersekutu
dengan kabilah Khazraj. 2. Bani Nadhir, 3. Bani Quraizah .
Keduanya bermukim disekitar kota
Madinah dan bersekutu dengan Kabilah Aus. Orang-orang Yahudi memandang Islam
dengan penuh kebencian.
Pembangunan
Masjid Nabawi
Beliau membeli tanah milik dua anak yatim, dan diatasnya didirikan
Masjid Nabawi, yang dibuat dari pohon korma, dan kiblatnya masih
mengarah ke Baitul Maqdis
Disamping Masjid tersebut beliau membangnun kamar-kamar dari batu bata,
atapnya terbuat dari pelepah dan daun korma, untuk istri-istri beliau.
Adzan
disyariatkan lima
kali sehari, lafadz disesuaikan dengan mimpi
Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbah. Disamping untuk
sholat Masjid Nabawi juga digunakan untuk tempat menerima ajaran-ajaran
Islam, tempat pertemuan kabilah-kabilah untuk bermusyawarah dan
sebagai tempat tinggal kaum fakir.(Ahli Shuffah)
Persaudaraan
Sesama Muslimin dan dengan Yahudi
Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar bertempat di
rumah Anas bin Malik, atas prinsip tolong menolong diantara satu dan lain.
Dan saling memberikan hak waris setelah kematiannya,
serta menyingkirkan dendam jahiliyah dan permusuhan antar kabilah.
Isi surat
perjanjian menyangkut 16 butir masalah. Dalam peristiwa ini adalah
menarik kisah Abdur Rahman bin Auf, dimana beliau tidak mau dibagi
harta, melainkan minta ditunjukkan dimana pasar agar beliau bisa
berdagang.
Diadakan
juga perjanjian perdamaian dengan orang-orang Yahudi terkait dengan beberapa
hal yang isinya memberikan kepada mereka kebebasan mutlak dalam hal agama dan
harta, dan tidak mengarah kepada politik penyingkiran dan permusuhan. Isi
perjanjian dengan Yahudi ini menyangkut 12 masalah.
Nabi
saw. secara bergilir menyampaikan kepada kaum muslimin tarbiyah,
tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dan motivasi
untuk berakhlak mulia, etika, cinta kasih, persaudaraan, kemuliaan, ibadah, dan
ketaatan, diantara ajaran beliau adalah sebagai berikut:
“ Hai manusia, sebarkanlah
salam, berilah makan (orang-orang miskin). Dan shalatlah di tengah malam di
saat orang-orang sedang tidur nyanyak, kalian tentu akan masuk surga” (
Ibnu Hisam)
“Tidak akan masuk surga,
orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya” (Shahih Muslim).
“ Orang Islam itu adalah
orang yang dapat membuat orang-orang islam selamat dari (ganguan lisan
dan tanganya” (shahih Bukhari)
“Tidak beriman salah
seorang diantara kalian sebelum mencintai saudaranya (seiman) sebagaimana
mencintai dirinya sendiri” (Shahih Bukhari)
“Orang-orang mukmin itu
bagaikan satu (tubuh). Jika matanya merasa sakit, seluruh tubuhnya akan merasa
sakit pula, dan jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuhnya akan mearasa
sakit pula”(Shahih Muslim)
“Orang mukmin itu bagi
mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, kalian saling memperkuat”(Muttafaq
Alaihi)
“Jangasn kalian saling
membenci,jangan saling mendengki jangan saling memusuhi. Jadilah hamba-hamba
Allah yang bersaudara. Seorang muslim tidak halal mengisolasi saudaranya
lebih dari tiga hari” (Shahih Bukhari)
“Orang Islam itu
adalah saudara orang Islam (yang lain),( terhadap saudaranya , ia tidak beloh
menzalimi dan menelantarkannya). Barang siapa memenuhi kebutuhan
saudarabnya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa melapangkan
kesulitan seorang muslim, Allah akan melapangkan kesulitannya pada hari
kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib seorang muslim, Allah akan
menutupi (aibnya) pada hari kiamat.” (Muttafaq Alaihi)
“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, kalian akan di sayangi oleh yang
ada di langit” (Sunan Abu Daud).
“Bukanlah seorang mu’min,
orang yang kenyang sementara tetangga yang ada di sebekahnya kelaparan”(Shahih
Bukhari).
Perintah Puasa Bulan Ramadhan, dan Merubah Arah
Qiblat:
Perintah puasa Ramadhan turun pada tanggal 2 Sya’ban
tahun kedua Hijrah (QS. Al Baqarah 183) Diakhir bulan Sya’ban Rasulullah
menyampaikaan khutbah yang berkaitan dengan keangungan bulan Ramadhan
Pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyah (April 624 M).
Allah Ta’ala memerintahkan agar merubah arah kiblat dari Baitul
Maqdis ke Masjidil Haram.
Teror
dan provokasi kaum Quraisy Makkah
Menyadari bahwa kaum Muslimin telah dapat meloloskan diri ke Madinah dan
mendapatkan perlindungan kaun Anshar, berbagai provokasi dan ancaman dilakukan
oleh kaum Quraisy:
Mereka
berkirim surat
kepada kaum musyrikin Madinah seperti Abdullah bin Ubay. dengan mengancam agar
tidak melindungi dan harus mengusir kaum Muslimin dari Madinah
Tidak
memperbolehkan orang-orang Madinah melakukan umroh
Mengancan
kaum Muhajirin untuk mendatangi, menyerang dan merampas istri-istri
mereka. Rasulullah terus dijaga siang dan malam, sampai turun ayat:
·
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia[*]. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(*] Maksudnya: tak seorangpun yang
dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.-- : al Maidah 67:
Diizinkan
berperang
Dalam situasi gawat tersebut , yang dapat mengancam eksistensi
kaum Muslimin di Madinah, dan menunjukkan bahwa kaum Quraisy tidak sadar dari
kesesatannya dan sama sekali tidak mau menghentikan kejahatannya,
AllahTa’ala mengizinkan kaumMuslimin untuk berperang:
“ telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu,” (Al Haj (22): 39)
Selanjutnya Rasulullah mengambil langkah mengadakan
perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan
permusuhan dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur
perdagangan termasuk dengan orang- orang Yahudi.
serta melakukan ekspedisi-ekspedisi secara bergantian kejalur
perdagangan.
Beberapa
dan Ekspedisi sebelum Perang Badr.
Tujuan ekspedisi untuk mencegat kafilah dagang Quraisy:
1. Ekspedisi Saiful Bahr: Dipimpin Hamzah bin Abdul Muthalib
dengan kekuatan pasukan 30 orang, untuk menghadang kafilah Quraisy
yang yang dipimpin Abu Jahal, (kekuatan 300 orang), yang baru kembali
dari Syam. Terjadi pada bulan Ramadhan tahun 1 H. Pertempuran tidak terjadi
karena dipisahkan oleh Majdi bin Amru al Juhani. (Dia adalah sekutu kedua
belah pihak)
2. Ekspedisi Rabigh; dipimpin Ubaidah Ibn Harits
Ibn Muthalib dengan kekuatan 60 orang anggota
pasukan, untuk menghadang kafilah Abu Sufyan, kekuatan 60 orang,
pada bulan Syawal tahun ke-1 H. Pertempuran terjadi
hanya sebatas melepas anak panah dan tidak berkembang menjadi pemtempuran yang
seru. Dua orang dari kafilah Quraisy, yaitu al- Migdad bin Amru al
Bahrani dan Utbah bin Ghazwan al-Mazini (keduanya adalah muslim)
bergabung dengan pasukan Muslimin.
3. Ekspedisi al Kharrar; dipimpin oleh Sa’d
bin Abi Waqqas dengan kekuatan 20 orang, untuk mencegah
kafilah Quraisy, namun mereka tidak betemu. Tejadi pada bulan Dzul
Qa’dah tahun ke-1 H (April 623 M)
4. Perang Al Abwa ; dipimpin oleh Rasulullah s.w.a. dengan
kekuatan 70 orang, untuk mencegat kafilah Quraisy tetapi tidak berjumpa.
Selanjutnya mengadakan perjanjian persekutuan dengan Bani Dhamrah. Terjadi pada
bulan Shafar tahun ke-2 H
5. Perang Buwath; dipimpin oleh Rasulullah s.a.w.
dengan kekuatan 70 orang, untuk mencegat kafilah Quraisy yang
dipimpin Umayyah bin Khalaf tetapi tidak berjumpa. Terjadi pada bulan
Rabi’ul Awal tahun ke-2 H (September 623 M)
6. Perang Sawan, dipimpin oleh Rasulullah s.a.w. dengan
kekuatan 70 orang. Tujuannya untuk mengejar pasukan Karz bin Jabir
al-Fihri, yang pernah menyerang pinggiran Madinah, tetapi tidak berjumpa.
Terjadi pada bulan Rabi’ul Awal tahun ke–2 H.
.
7. Perang Dzil Usyairah; dipimpin Rasulullah s.a.w.
berkekuatan 150 orang untuk mencegat kafilah Quraisy yang
berangkat ke Syam, tetapi mereka dapat meloloskan diri.Terjadi pada bulan
Jumadil Ula tahun ke-2 H (Nopember –Desember 623 H)
8. Ekspedisi Nikhlah; dipimpin Abdullah bin Jahsy
dengan kekuatan 12 orang, tujuannya untuk mengintai kafilah
Quraisy. Terjadi pada bulan Rajab tahun ke 2 H. (Januari 634
H)
Di Nikhlah
mereka bertemu dengan kafilah Quraisy, walaupun bimbang karena bulan Rajab
termasuk bulan suci (diharamkan adanya peperangan), mereka telah menyerang
kafilah tersebut dan berhasil mmembunuh Amru bin al-Hadhrami dan Utsaman
dan al-Hakam dan merampas sebagian ghanimah. Peristiwa ini telah dijadikan alasan
oleh kaum kafir untuk menuduh umat Muslim telah menghalalkan apa yang
diharamkan oleh Allah. Allah menurunkan firman-nya dalam surat al- Baqarah
ayat 217.
PERANG
BADR QUBRA.
Pada tahun ke-2 Hijrah, tanggal 17 Ramadhan, pecah pertempuran antara
pasukan Muslimin Madianah dengan pasukan kaum musyrikin Quraisy dari
Makkah dilembah Badr, diluar kota
Madinah kearah Makkah.
Pasukan kaum muslimin, dipimpin oleh Rasulullah SAW. sendiri
dengan kekuatan sekitar tiga ratus prajurit, terdiri dari kaum Muhajirin
(lk. 86 orang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib), Kaum Anshar
dari kabilah Aus (lk. 61 orang) dan kabilah Khazraj (lk. 170
orang) dengan pemimpin umumnya Sa’d bin Mu’adz, serta dibantu al Miqdad
dan Amru sebagai pimpinan sayap yang menunggang kuda, sedangkan yang
lainnya menunggangi secara bergantian tujuh puluh ekor onta yang mereka
miliki.
Maksud
semula Rasulullah s.a.w. dengan pasukannya keluar dari Madinah pada tanggal 8
atau 12 Ramadhan, adalah untuk mencegat dan merampas harta perdagangan,
yang dibawa kafilah yang baru kembali dari Syam.
Kafilah
yang membawa harta yang demikian banyaknya (diangkut seribu
onta) dan berada dibawah ketua rombongan, Abu
Sufyan bin Harb, akan dirampas hartanya yang dimaksudkan sebagai
ganti harta yang ditinggalkan kaum muslimn di Makkah ketia berhijrah.
Mendapat
informasi bahwa kafilah mereka akan dicegat olah kaum Muslimin Madinah,
Abu Sufyan meminta bantuan ke Makkah. Dari Makkah segera diberangkatkan
pasukan kaum Quraisy menuju ke Badr, yang terdiri
dari lebih kurang seribu tiga ratus orang prajurit, dipimpin
oleh panglima perangnnya Abu Jahal bin Hisyam,
mengenderai sekian banyak onta, dan seratus ekor kuda dan
dilengkapi dengan enam ratus perisai.
Walaupun
kafilah Abu Sufyan berhasil melepaskan diri dari perangkap kaum Muslimin,
dan meminta agar pasukan ditarik kembali, namun Abu Jahal
pemimpin pasukan tetap ingin meneruskan perjalanan ke Madinah untuk
menyerang orang-orang Muslimin, kecuali pasukan dari Banu Zahrah
berjumlah tiga ratus orang sebelum sampai di Badr menyatakan
menarik diri. dan kembali ke Makkah
Rasulullah Saw, setelah mengetahui bahwa kabilah Abu Sufyan
telah meloloskan diri dan kaum Quraisy Makkah telah mengirim pasukan,
segera membentuk Majelis Tingi Permusyawaratan untuk menyusun strategi
dalam memberikan perlawanan yang tepat, kemudian langsung
mengarahkan pasukannya ke Badr untuk menghadang pasukan Quraisy
Pertempuran diantara kedua pasukan segera terjadi yang didahului dengan
perang tanding antara kaum Muslimin yang diwakili Ubaidah bin al
Harits, Hamzah bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abi Thalib. Mereka melawan
penantang dari pihak musuh: Uthbah dan Syaibah (dua lelaki bersaudara anak
Rabi’ah) dan al-Walid (anak Uthbah). Ketiga musuh ini dapat
dibunuh walaupun Ubaidah terputus kakinya dan meninggal dalam
perjalanan pulang.
Pada pertempuran yang terjadi selanjutnya,
pasukan kaum musyrikin mengalami kekalahan total dan mengundur
pasukannya kembali ke Makkah, meninggallan beberapa puluh orang yang
ditawan (diantaranya Abbas bin Abu Thalib, paman Rasulullah). Yang
meninggal terbunuh sebanyak 70 orang diantaranya Abu Jahal
panglima pasukan, yang dibunuh Ibnu Mas’ud (setelah lebih dahulu dilukai oleh
dua pemuda Mu’adz bin Amru dan Mu’awwadz bin Arfa’). Dan Umayyah
bin Khalaf, mati dibunuh oleh Bilal (yang pernah disiksa
Umayyah karena masuk Islam. ketika masih menjadi budaknya),
Uthbah dan al- Walid dan tokoh-tokoh Quraisy lainnya.
Dipihak
kaum Muslimin yang syahid terdapat empat belas orang, enam
dari kaum Muhajirin dan delapan orang dari kaum Anshar
Faktor-faktor
yang mendukung kemenangan umat Islam dan menyebabkan kekalahan kaum Quraisy
adalah :
1. Umat Islam benjuang
berdasarkan semagat jihad fi sabilillah dengan mengharap keridlaan Allah semata
dan apabila mati syahid mendapat ganjaran sorga. Sedangkan bagi kaum
Quraisy, dalam perang saudara ini dimana anak lawan bapak, kakak melawan
adik, sahabat melawan sahabat. Mata-mata mereka melaporkan adanya
semangat juang yang tinggi pada kaum Muslimin, sedangkan
mereka beranggapan apabila mati dalam peperangan ini adalah suatu
kesia-sian. Hanya karena kesombongan pimpinan pasukan, Abu Jahl,
peperangan ini diteruskan walaupun sebagian mereka memutuskan kembali ke
Makkah.
2,
Pasukan Muslimin berhasil lebih dahulu menguasai/ menduduki sumber air
Badr atas saran seorang sahabat yang bernama Kabab bin al Mundzir.
Beberapa sumber air yang kira-kira akan dapat dipergunakan musuh ditutup.
. Kaum Quraisy sudah mencoba merebutnya namun tidak berhasil, dan dalam
upaya ini telah terbunuh al-Aswad bin Abdul Asad al-Mahzumi
3.
Allah SWT. menurunkan hujan yang sangat lebat disekitar
pertatahan kaum Quraisy yang menybabkan tanah menjadi becek dan pasukan
berkuda tidak lincah bergerak sehingga mereka terhalang untuk maju.
Sebaliknya ditempat pertahanan kaum Muslimin turun
hujan rintik-rintik sekadar memadatkan pasir dan tanah dan memudahkan berjalan.
4.
Rasulullah SAW. senantiasa berdoa memohon pertolongan kepada
Rabbnya, kemudian keluar dari kemah dengan memakai baju besinya sambil
mengambil segenggam pasir lalu melemparkannya kearah orang-orang Quraisy dan
mengucapkan:
ãPt“ökߎy™
ßìôJpgø:$# tbq—9uqãƒur tç/‘$!$# ÇÍÎÈ
.
“Golongan itu pasti akan
dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang”.(Al-Qamar (54) ::45)
Dan
lemparan tersebut mengenai semuanya dan kemudian menimbulkan rasa ketakutan
dikalangan kaum Quraisy. Berkaitan dengan peristiwa tersebut Allah Ta’ala
berfirman:
“ Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi
Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin,
dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.(Al
Anfal (8):17)
{Ayat-ayat Al
Qur’an yang terkait dengan peristiwa perang Badr ini, al-Anfal :1,
5,6,12,17,26,19,67,68.}
Karen
Astrong: Beberapa catatan dikutip dari bukunya sekitar perang
Badr:
1.
Ruqayyah istri Utsman bin Affan, meninggal dunia kelita ditinggal pergi
berperang,
kemudian Utsman dinikahkan Rasulullah kepada putrinya yang lain
Ummu
Kultsum.
2.
Fatimah purti bungsu Rasulullah s.a.w. (20 yahun) dinikahkan kepada
saudara sepupu dan teman sepermainannya Ali
bin Abi Thalib.
Berbagai Operasi Militer Antara Badr dan Uhud.
Perang
Bani Qainuqa
Walupun
perang Badr dimenangkan umat Islam, menurut pandangn kaum
Yahudi yang sombong, hal tersebut terjadi karena lamahnya
orang-orang Qureisy, Mereka menganggap remeh umat Islam, berani menghasut
sahabat Rasulullah dari kabilah Aus dan Khazraj agar terjadi perpecahan
seperti sebelum datangnya Islam. Mereka bertindak semakin brutal sampai
berani mengganggu wanita muslim yang ada dipasar sehingga
menimbulkan insiden dan terjadi saling membunuh.
Pada tahun kedua Hijrah, pertengahan bulan syawal sampai
dengan awal bulan Dzul Qa’dah, umat Islam Madinah memerangi kaum Yahudi dari
Bani Qainuqa yang tinggal di Madinah dan
sekitarnya. Profesi mereka selain pedagang adalah sebagai tukang
sepuh dan pembuat bejana. Setelah benteng mereka dikepung umat Islam
selama lima
hari mereka menyerah. Sebagai hukuman, karena kaum Yahudi tersebut adalah
sekutu dari kabilah Kazraj, mereka dibela oleh Abdullah bin Ubay (
dikenal sebagai tokoh munafik dan ia termasuk salah seorang pimpiunan kelompok
kabilah Khazraj), kaum Yahudi tersebut hanya diusir agar keluar dari kota Madinah, dan mereka
mengungsi menuju dan tinggal didaerah sekitar Syam.
Perang Sawiq
Perang Sawiq terjadi pada bulan Dzul Qa’dah tahun kedua hijrah setelah
perang Badr. Abu Sufyan bin Harb yang tidak turut serta dalam perang
Badr, mencoba menunjukkan keberadaannya dengan bernazar untuk
menyerang Madinah. Pasukannya sebanyak dua ratus orang berangkat menuju
Madinah. berhenti disuatu tempat dekat gunung Naib, 12 mil dari Madinah.
Mereka melakukan penbajakan, membunuh, menebang dan membakar pohon korma
disekitar pinggiran kota
Madianah diwaktu malam hari dan tidak berani melakukan secara
terang-terangan.
Berita ini sampai kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau
segera mengejar Abu Sufyan dan kawan-kawan. Mereka melarikan diri
dengan cepat sambil melemparkan perbekalan yang mereka bawa
diantaranya tepung (sawiq) yang kemudian dibawa pulang oleh
kaun Muslimin.
Perang Dzi Amar
Operasi
terbesar sebelum perang Uhud ini terjadi pada bulan Muharram tahun ke 3 H.
Sekelompok besar orang-orang dari Bani Tsa’labah dan Maharib berkumpul di Dzi
Amar untuk melaksanakan serangan terhadap pinggiran Madinah.
Rasulullah
mendorong kaum Muslimin untuk berperang, dan akhirnya dengan jumlah
pasukan sebanyak empat ratus lima
puluh orang, mereka keluar untuk mengejar musuh. Mereka
berhasil menangkap seorang bernama Jabbar dan kemudian menyatakan masuk Islamm,
sedangkan lainnya melarikan diri.
Pembunuhan Ka’b
bin al-Asyraf
Ka’b
bin al-Asyraf adalah seorang Yahudi yang kaya raya berasal dari kabilah Thai’
dari Bani Nabhan. Ia seorang yang paling keras permusuhannya dan
gangguannya terhadap Islam, dan berusaha menghasut untuk bangkit bersamanya
melawan umat Islam. Untuk itu ia tidak segan-segan memuji-muji kaum
Quraisy di Makkah bahkan menyatakan bahwa agama yang dianut Abu Syufan lebih
baik dari pada agana
yang dianut oeh Muhammad (disinggung dalam Al-Qur’an, an Nisaa ayat 51)
Ketika
Rasulullah menanyakan para sahabat siapa yang mau membunuh Ka’b bin
Asyraf, beberapa sahabat mengajukan diri yaitu Muhammad bin
Maslamah, Abbad bin Basyar, Abu Na’ilah (nama lainnya Salkan
bin Salamah. saudara susu Ka’b). Mereka mengatur siasat ( mengaku
sebagai orang-orang yang membenci Nabi) sehingga berhasil mengunjungi
Ka’b dan membujuknya untuk berjalan-jalan keluar benteng sehingga
dengan mudah membunuhnya, hal ini terjadi pada bulan Rabi’ul Awal
tahun ke-3 H.
Ekspedisi Zaid
Ibnul Harits.
Operasi
ini adalah yang paling berhasil dimana Zaid bin Haritsah bersama seratus
personil lengkap, dapat mencegat dan merampas semua barang yang
dibawa oleh kafilah Quraisy yang sedang berdagang menuju ke Syam.
Ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-3 H. di Qardah daerah
Najed.
Kaum
Quraisy dalam perdagangan mereka ke daerah Syam biasanya melalui jalur umum di
pantai sebelah barat. Karena khawatir akan hadangan kaum Muslimin
Madinah, mereka memutuskan untuk memilih melalui jalur Timur yang tidak
biasa dilalui karena perjalanan menjadi labih jauh. Namun rencana keberangkatan
ini dapat diketahui oleh Salith bin an-Nu’man (yang telah masuk Islam tapi
masih tingg di Makkah) dan segera menginformasikan hal ini ke Madinah.
. Pimpinan kabilah Quraisy, Shafwan bin Umayyah melarikan diri,
sedangkan pemandu kabilah Farrat bin Hayyan dapat ditawan kemudian
masuk Islam.
Peristiwa
ini merupakan tragedi dan bencana besar bagi orang-orang Quraisy dan jalan yang
mereka pilih untuk mengembalikan kewibawaan dan karena kesombongan mereka ialah
melakukan pembalasan yang menyababkan terjadinya perang Uhud.
PERANG UHUD
Pada tahun ketiga hijriyah, bulan Ramadhan dan bulan
Syawal, terjadi pertempuran besar antara kaum
Muslimin Madinah dengan kaum musyrikin Makkah yang terjadi di
suatu tempat didekat gunung Uhud. Sebab-sebab terjadinya peperangan
adalah karena kaum Musyrikin Makkah ingin membalas kekalahan
mereka pada perang Badr. Sebab lain adalah karena kaum Quraisy
merasa terancam perekonomian meraka, setelah pasukan ekspedisi Zaid
bin Haritsah dengan seratus orang anggota pasukan Muslimin, berhasil merampas
barang dagangan yang dibawa kafilah Quraisy dibawah pimpinan al Aswad bin
Abduk Muthalib.
Pasukan kaum musyrikin Makkah (terdiri dari orang-orang
Quraisy dan sekutu-sekutunya) sebanyak tiga ribu tentara
lengkap dengan kenderaan onta, kuda, perisai dan baju besi. Mereka
mengikutkan juga kaum wanita. Pimpinan umum adalah Abu Syofyan bin Harb,
sedangkan pasukan berkuda dipimpin Khalid bin Walid.
Pada awal pertempuran, pasukan Muslimin yang
jumlahnya tingal sekitar tujuh ratus orang, bertempur dengan penuh
semangat dan keberanian, sehingga berhasil mematahkan beberapa gelombang
serangan pasukan kaum Musyrikin. Telah gugur beberapa suhada, antara lain
Hamzah bin Abdul Muthalib (oleh Wasyi bin Harb)
Pasukan Muslimin terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar, yang
dipimpin langsung oleh Rasulullah sendiri. Kekuatan pasukan
hanya terdiri dari seribu tentrara; yang memakai baju
besi hanya seratus orang, dan pasukan berkuda hanya lima puluh orang.
Penghianatan terjadi menjelang pasukan Muslimin tiba di Uhud.
Abdullah bin Ubay, (tokoh kamum munafik) menghasut dan membawa
pulang sepertiga dari anggota pasukan dari kelompok Khazraj setelah
mengemukakan berbagai alasan. Al Qur’an berbicara tentang perang
Uhud ini dan tentang orang-orang munafiq didalam surat Ali-Imran mulai dari ayat 121 sampai
dengan ayat 179.
Setelah mendapat informasi dari Abbas bin Abu Muthalib melalui surat bahwa kaum Quraisy Makkah telah bersiap untuk
menyerang Madinah, Rasulullah s.a.w. memutuskan untuk menunggu pasukan
musyrikin tersebut didalam kota Madinah, namun
kemudian beliau mendengarkan dan mengikuti saran para sahabat agar
pasukan musyrikin tersebut harus dihadang diluar kota Madinah.
Rasulullah bersama stafnya telah mengatur strategi yang
tepat sehingga pada pertempuran tahap pertama, pasukan Muslimin tetap
dapat menguasai seluruh posisi strategis::
1. Menempatkan pasukan Muslimin berada disebelah timur
sehingga pasukan Musyrikin menjadi berada disebelah barat yang
menyebakan mata musuh menjadi silau /tidak jelas ketika memandang gerakan
pasukan kamum Muslimin yang berada disebelah timur.
2. Menempatkan kelompak ahli memanah, sejumlah lima puluh orang diatas
bukit Rumat, dengan tugas untuk melindungi pasukan Muslimin dari serangan
yang mungkin datang dari arah belakang atau samping terutama dari serangan
pasukan berkuda yang dipimpin Kalid bin Walid disertai pesan agar apapun
yang terjadi pasukan pemanah ini jangan pernah meninggal tempat.
Namun
apa yang terjadi kemudian, ketika pasukan Quraisy telah porak poranda, patah
semangat dan lari mengundurkan diri, pasukan pemanah yang
tadinya berada diatas bukit dan telah diperintahkan untuk tidak meninggalkan
tempatnya, mereka melihat pasukan yang berada dibawah ramai memperebutkan
ghanimah yang ditinggalkan pasukan Quraisy yang melarikan diri, merekapun
turun dari bukit dan turut berebut ghanimah, yaitu harta
benda yang ditinggalkan musuh.
Kejadian
tersebut dilihat oleh komandan pasukan berkuda Khalid bin Walid, yang kemudian
memerintahkan pasukan berkudanya untuk kembali menyerbu
ketengah -tengah pasukan Muslimin. Pasukan Muslimin yang tidak lagi
mendapat pengawalan pasukan pemanah dari atas bukit. mengalami
kekalahan. Nabi s.a.w. mendapat luka dan pingsan, hampir saja
terbunuh . Menyangka bahwa Rasulullah telah terbunuh, Abu Sufyan
menjadi kurang bersemangat untuk meneruskan pertempuran dan mengurangi
tekanannya.
Rasulullah
s.a.w. berada ditengah-tengah kelompok kecil, yaitu sembilan orang
sahabat yang megawalnya, setelah mendapat serangan balik dari pasukan
berkuda Khalid bin Walid, tujuh orang mati sahid. Beliau berusaha
menyelamatkan diri sambil terus bertempur, menuju ke bukit Uhud,
serta menyeru para sahabat untuk berhimpun kembali disekitarnya.
Mengetahui
bahwa Rasulullah SAW. masih dalam keadaan selamat, para sahabat bersemangat
kembali, padahal sebelumnya sebagian besar anggota pasukan Muslim telah
berputus asa. Ada
yang melarikan diri, ada yang menyerah, sebagian ada yang lari keatas
bukit, namun ada juga diantara mereka bertekad perang sampai mati,
seperti yang terjadi pada Anaz bin an Nazhar dan Tsabit bin ad Dahdah.
Abu
Sufyan, masih berupaya untuk mengejar pasukan Muslimin yang telah menyelamat
diri dan menyusun pertahan diatas bukit, namun mereka gagal dan kemudian
memutuskan untuk menarik pasukan dan kembali ke Mekkah. Mereka
masih sempat melakukan pembantaian (mencencang dan memotong
organ tubuh) terhadap pasukan Muslimin yang teluka maupun yang telah
meningggal. Bahkan Hindun (istri Abu Sufyan) yang bernazar akan membalas
dendam atas kematian kedua putranya pada perang Badr, meminta
sepotong jantung Hamzah, mengunyahnya dan kemudian melepehkannya.
Pada
pertempuran tahap pertama dan tahap kedua ini telah gugur para syuhada
sebanyak tujuh puluh orang, yaitu empat orang dari kaum Muhajirin,
seorang Yahudi, dan yang lainnya, enampuluh lima orang dari
kaum Anshar. Sedangkan dipihak kaum musyrikin, yang mati terbunuh
sebanyak duapuluh orang.
Pada tanggal 7 Syawal tahun 3 H , Rasulullah dan pasukannya kembali ke
Madinah, dan masih dalam keadaan mengkhawatirkan pasukan Quraisy akan
segera kembali dan menyerang kota Madinah.
Tragedi Uhud memberikan pengaruh buruk terhadap reputasi
kaum Muslimin. Kawibawaan mereka hilang, Madinah diancam oleh berbagai
bahaya dari seluruh penjuru: orang Yahudi, kaum munafiq dan orang-orang Arab
badui, berani menyatakan permusuhannya, melecehkan dan ingin
membinasakan. Rasulullah s.a.w kemudian mengirim beberapa ekspedisi untuk
memerangi merka.
Karen Amstrong,
dikutip dari bukunya antara lain:
Sebetulnya
Muhammad hanya pingsan. Dia dibawa kesemak dan pulih dengan cepat. Segera
setelah mendengar kabar Muhammad tewas, mereka berhenti bertempur dan gagal
melanjutkan kemenangan mereka, sehingga kaum Muslimin dapat mundur dalam
tatanan yang cukup abik
Ada juga
masalah-masalah praktis yang harus segera diselesaikan. Enam puluh lima orang Muslim yang
tewas di Uhud meninggalkan istri-istri dan keluarga yang harus
dipelihara. Saat itu mungkin terjadi kekurangan laki-laki di Arabia,
dan kelebihan perempuan yang belum menikah, yang seringkali dieksploitasi
dengan buruk. Al Qur’an amat berperhatian terhadap persoalan ini dan
mengambil jalan poligami sebagai cara penyelesainnya. Cara ini memungkinkan
semua perempuan yatim itu untuk menikah dan menekankan bahwa
seorang laki-laki hanya dapat beristri lebih dari satu jika
dia berjanji untuk mengurus harta mereka dengas adil. Juga
ditetapkan bahwa tak diperbolehkan perempuan yatim itu dinikahi oleh
walinya diluar kehendaknya sendiri layaknya dia hanya semacam harta yang
dapat dipindahkan.
Penulis: Ayat
al Qur’an yang dimaksud diatas adalah surat An- Nisa ayat 2 dan 3.
2. dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu
menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama
hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa
yang besar.
3. dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[*], Maka (kawinilah) seorang saja[**],
atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.
{*] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam
meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat
lahiriyah.
[**] Islam memperbolehkan poligami dengan
syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah
pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi
poligami sampai empat orang saja
Berbagai Ekspedisi antara Uhud dan Ahzab.
1.
Ekspedisi Abu Salamah. Terjadi pada bulan Muharram tahun 4 H.
Bani Asad bin Khuzaimah bersekongkol dengan Thallah bin
Khuwalid dan Salmah bin Khuwalid, untuk memerangi Rasulullah s.a.w. dan telah
bersiap-siap untuk menyerang Madinah. Pimpinan ekspedisi Abu Salamah mendatangi
dan menyerang perkampungan Bani Asad. Musuh dapat dikalahkan dan mereka pulang ke
Madinah dengan membawa ghanimah. Abu Salamah, karena terlalu payah
akibat luka dalam perang Uhud akhirnya meninggal dunia.
2. Eskpadisi Abdullah bin Unais. Terjadi pada bulam
Muharram tahun 4 H. Khalid bin Sufyan al- Hudzali menghimpun pasukan untuk
memerangi kaum Muslimin. Rassulullah mengirim pasukan dibawah pimpinan
Abdullah bin Unais, dan berhasil mengalahkan mereka, dan berhasil
membunuh Khalid bin Sufyan.
3. Misi Raji’. Terjadi pada bulan shafar tahun 4
H. Datang utusan dari kabilah-kabilah Arab badui : Adhal dan Qarah
menghadap Rasulullah s.a.w. , lalu mereka meminta agar dikirim beberapa
orang bersama mereka untuk mengajar agama dan al-Qur’an. Rasulullah
mengirim sepuluh orang da’i dibawah pimpinan Murtsid bin Abi Murtsid al
Ghanawi atau Ashim bin Tsabit. Namun ketika sampai di Raji’ (sumber air milik
Bani Hudzail), mereka diserang pasukan pemanah dari Bani Hudzail yang
memang telah dipersiapkan sebelumnya, dan berhasil membunuh delapan
orang dan menawan Khubaib dan Zaid lalu menjualnya ke Makkah dan dihukum
mati karena telah membunuh tokoh-tokoh Quraisy dalam perang Badr.
4. Tragedi Bi’ru Ma’unah. Dengan janji tidak akan
berkhianat, Abu Barra’ bin Amir dan Amir bin Malik, Rasulullah s.a.w. memenuhi
permintaan mereka untuk mengirim ahli agama ke penduduk Najd
. Dikirim sebanyak tujuh puluh orang da’i ahli Suffah yang
merupakan orang-orang pilihan dipimpin al-Mudzir bin Amru. Sampai di Bi’ru
Ma’unah (terletak antara perkampungan Bani Amir dan Bani Hurrah) mereka
beristirahat.
Mereka
mengutus Haram bin Milhan untuk menyampaikan surat kepada Amir bin Thufail untuk
menyerukan Islam. Seruan bukannya diterima, malahan Haram bin Milhan
mereka bunuh. Amir bin Thufail mengajak Bani Amir untuk memerangi
rombongan para sahabat, namun ditolaknya karena sebelumnya telah memberikan
jaminan kepada Rasulullah. Amir bin Thufail kemudian berhasil mengajak
Bani Salim, mereka mengepung dan menyerang, sehingga semua sahabat terbunuh,
terkecuali Ka’b bin Zaid yang terluka parah dan Amru bin Umayyah
tertawan, namun kemudian dilepaskan karena ia berasal dari kabilah Mudhar
dan kembali ke amadinah.
Dalam
perjalanan pulang , Amru telah membunuh dua orang yang dikiranya
termasuk kelompok musuh, tetapi ternyata mereka adalah orang dari Bani Kilab
yang telah menjadi sekutu dan mengadakan perjanjian perdamaian dengan
Rasulullah s.a.w., dan hal ini menimbulkan masalah baru bagi Rasulullah s.a.w.
5. Perang Bani Nadhir. Terjadi pada bulan Rabi’ul
Awal tahun 4H
Kaum Yahudi yang masih terikat perjanjian perdamaian dengan kaum
Muslimin, setelah peristiwa Uhud dan tragedi Bi’ru Ma’unah, mulai berani lagi ,
lalu menyatakan permusuhan dan penghianatan mereka. Mereka menjalin
kerjasama dengan orang-orang munafiq dan kaum Musyrikin di Makkah.
Rasulullah s.a.w memutuskan untuk membayar diyat kepada Bani
Kibab karena dua orangnya yang mati dibunuh Amru bin Umayyah, dan untuk
itu diperlukan dana. Rasulullah dan beberapa sahabat mendatangi orang-orang
Yahudi untuk meminta bantuan, seperti tertera dalam perjanajian. Namun
orang-orang Yahudi yang telah bersekongkol untuk membunuh beliau, dan
kesempatan ini akan digunakan untuk melaksanakan niat mereka, yaitu
direncanakan ketika Rasulullah s.a w. dan beberapa sahabat sedang
duduk-duduk bersandar di dinding tembok, meraka akan menjatuhkan batu
dari atas tembok yang akan dilakukan oleh Amru bin Jahsy. Namun
renaca ini gagal karena Malaikat Jibril memberitahukan hal ini dan
Rasulullah s.a.w. segera pergi meninggal tempat
Rasulullah memutuskan bahwa orang-orang Yahudi harus diusir
keluar dari Madinah, dan mengutus Muhammad bin Maslamah untuk
menyampaikan hal ini kepada Bani Nadhir. Mereka merasa kuat apalagi
karena Abdullah bin Ubay menjanjikan akan mengirim pasukan bantuan,
begitu juga orang-orang Yahudi dari Bani Quraizah dan sekutu mereka dari
Ghathfan, maka pimpinan Yahudi dari Bani Nadhir tersebut, Huyay bin
Akhthab berani menantang perang.
Rasulullah s.a.w. mengerahkan pasukan untuk menyerang benteng
mereka, dan karena sekutu mereka tidak ada yang datang
membantu, akhirnya setelah dikepung selama enam hari,
mereka menyatakan menyarah. Huyay bin
Akhthab dan Salam bin Abul Haqiq membawa orang-orang Yahudi
mengungsi ke Khaibar atau ke Syam bersama dengasn harta yang dapat mereka bawa
kecuali senjata. Harta yang mereka tinggalkan dianggap sebagai fa’i (harta
rampasan yang diperoleh tanpa melalui pertempuran.)
6.
Perang Najed.
Orang-orang Arab badui dari Bani Muharib, Bani
Tsalabah dan Ghathfan telah berkomplot untuk menyerang kaum
Muslimin. Pada bulan Rabiuts Tsani tahun 4 H. Rasulullah s.a.ws. keluar membawa
pasukan menuju daerah sekitar Najd, dan pihak
musuh tidak memberikan perlawanan dan melarikan diri.
7.
Peperang Badr Kedua.
Abu Sufyan bin Harb karena merasa tidak puas
atau hasil perang Uhud, sebelum pulang ke Makkah telah menantang
umat Muslimin untuk mengulangi peperangan di Badr. Pada bulan Sya’ban
tahun 4 H. Rasulullah s.a.w keluar bersama pasukan sekitar seribu peresonil
dengan hanya sepuluh orang penunggang kuda, menuju ke Badr dan
menunggu musuh disana selama delapan hari.
Abu Sufyan
keluar dengan membawa dua ribu personil dengan lima puluh orang penunggang kuda. Namun
setelah tiba di Marru Zhahran, satu hari perjalanan dari Makkah,
dia diliputi rasa takut dan patah semangat, sehingga memerintahkan
pasukannya untuk kembali pulang dan diikuti oleh pasukannya tanpa suatu protes.
8.
Perang Dumatul Jandal
Rasulullah
s.a.w mendapat informasi bahwa kabilah-kabilah yang ada di Dumatul Jandal
(daerah perbatasan dengan Syam, lima hari
pejalanan dari Syam dan lima
belas hari perjalanan dari Madinah), mereka senantiasa melakukan
pembajakan dan perampokan terhadap setiap orang yang melalui
daerahnya.
Pada bulan
Rabi’ul Awal tahun 5 H.Rasulullah berangkat bersama seribu prajurit, berjalan
dimalan hari dan siang hari bersembunyi, mereka memergoki musuh
disaat sedang bergerak hendak menyarbu Madinah. Serangan mendadak menyababkan
pihak musuh kalah dan melarikan diri. Ketika kaum Muslimin memasuki
Dumatul Jandal sudah dalam keadaan kosong. Beliau melakukan perjanjian
perdamaian dengan Uyainah bi Hishn.
PERANG AHZAB
Perang Ahzab atau perang Khandaq (Parit) terjadi
pada bulan Syawal sampai dengan minggu terakhir bulan Dzul Qa’dah, tahun
ke- 5 Hijriah. Berangkatlah duapuluh orang pemimpin Yahudi
dari Bani Nadhir, dibawah pimpinannya bernama Huyay bin Akhthab, menjumpai
kabilah-kabilah Arab untuk menghasut dan mendorong kaum musyrikin
untuk melancarkan perang terhadap kaum Muslimin. Berkumpul pasukan
kaum kafir, sekitar empat ribu orang berasal dari beberapa
kelompok: kaum Quraisy sendiri, Bani Kinanah, Bani Salim, dari daerah
Selatan yang dipimpin Abu Syufyan bin Harb.(kelompok I) Dari daerah timur
berkumpul sekitar enam ribu orang, berasal dari kabilah-kabilah Ghathafan yaitu
dari Bani Fazarah, Bani Murrah, Bani Asya’, Bani Asad dan lain-lain
(kelompok II). Pada saat yang telah ditentukan, sekitar sepuluh ribu
pasukan musyrikin berangkat menuju Madinah, dan bermarkas, kelompok I : di
Majma’ al As-yal (bagian dari Raumah) dan kelompok II di
Dzanab Naqma dekat Uhud.
Gerakan pasukan kaum kafir tersebut sebelumnya telah dipantau
oleh inteligen Madinah, dan Rasulullah s.a.w. telah
mengadakan musyawarah tingkat tinggi untuk mengatur pertahanan. Saran
dari seorang sahabat, Salaman al Farisi r.a , untuk menggali parit diluar
kota Madinah,
diterima oleh beliau dan selanjutnya memerintahkan agar setiap sepuluh
orang menggali parit sepanjang empat puluh hasta. Parit yang digali
terletak disebelah utara Madinah, terbentang diantara perbukitan
dan kebun kurma, yang diduga pasti akan dilewati pihak musuh. Mereka semua
sekitar seribu orang bekerja sepanjang hari (malamnya kembali ke
Madinah), menahan lelah, haus dan lapar, dan Rasulullah s.a.w.
sendiri turut bekerja mengangkut tanah. Ahli Khandaq tersebut hanya
diberi gandum sepenuh dua telapak tangan. Lalu dimasak diberi ihalah (lemak
yang telah berubah warna dan rasanya), itulah makanan
mereka.(shahih Buhari,Bab Perang Khandaq)
Dalam keadaan yang demikian memprihatinkan, terjadi mu’jizat
sebagai tanda-tanda kenabian:
1. Jabir bin Abdillah membawa seekor binatang ternak yang
disembelih dan segantang gandun, setelah diolah dan dimasak
ternyata cukup mengenyangkan bahkan berlebih untuk seluruh ahli khandaq.
( al-Buhari II: 588.589)
2. Saudara perempuan an-Nu’man bin
Nasir membawa kurma sepenuh dua telapak tangannya (dimaksudkan
untuk ayah dan pamannya), kurma tersebut diminta Rasulullah
s.a.w. lalu ditaburkan diatas baju, setelah dimakan
beramai-ramai, bukannya habis bahkan bertambah banyak.
3. Ketika didapati batu cadas yang keras
yang menghalangi penggalian dan tidak dapat dipecahkan oleh para
penggali, Rasulullah dapat menghancurkannya dengan tiga kali pukulan. (al
Buhari dari Jabir)`
Rasulullah s.a.w keluar dengan membawa pasukan tiga ribu
orang dan menempatkan pasukan dalam posisi membelakangi bukit
Sila’ (sebagai benteng), dan didepan mereka terdapat parit yang
memisahkan mereka dari pasukan kaum kafir. Sementara kaum wanita dan anak-anak
diungsikan kedataran tinggi Madinah. Melihat pasukan musuh yang demikian
besar, maka apa yang ada dalam pikiran kaum Muslimin dan kaum
munafiqun, telah digambarkan oleh Allah Ta’ala dalam firmanya, surat Al Ahzab
ayat 10,11.12 dan 16.
10. (yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu,
dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke
tenggorokan[*] dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.
11. Disitulah diuji
orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.[*]
Maksudnya ialah menggambarkan bagaimana hebatnya perasaan takut dan perasaan
gentar pada waktu itu.
12. dan (ingatlah) ketika
orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata
:"Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada Kami melainkan tipu
daya".
16. Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu,
jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu
terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali
sebentar saja".
Satu kelompok pasukan berkuda kaum kafir mencoba menyeberangi
parit pada tempat yang agak sempit, diantara mereka terdapat Amru bin
Abdu Wud, Ikrimah bin Abu Jahl, Dhirar Ibnul Khattap, namun dapat dihalau
pasukan Muslimin,dan mereka melarikan diri setelah Ali bin Abi
Thalib membunuh Amru bin Abdu Wud..
Pertempuran selanjutnya, karena
adanya parit yang membatasi,
tidak lagi terjadi secara berhadap- hadapan,
melainkan pertempuran jarak jauh dengan menggunakan
panah..Dalam pertempuran tersebut, Sa’d bin Mua’adz terkena anak panah
sehuingga urat nadi lengannya terputus.
Sementara itu orang-orang Yahudi dan Bani Nadhir dibawah
pimpinannya yang bernama Huyay bin Akhtab ( yang sebelumnya telah
mengasut kaum Quraisy dan sekutunya untuk memerangi umat
Muslimin) mendatangi dan menghasut kelompok Yahudi lainnya dari
Bani Quraizhah (pipinannya benama Ka’b bin Asad, yang telah mengadakan ikatan
perdamaian dengasn umat Islam), agar mereka ini menggagalkan
perjanjian perdamaian tersebut , dan turut berperang melawankaum Muslimin.
Kaum Yahudi sudah bermaksud untuk menyerang Madinah, namun
mereka menyangka masih ada sebagian pasukan Muslim yang
menjaga Madinah., dan mereka mengirim orang untuk menyelidikinya,
dan orang ini berhasil dibunuh oleh bibi Rasulullah (yang juga
mertuanya), Shafiyyah binti Abdul Muthalib..
Dalam keadaan sulit dan sangat menghawatirkan, menghadapi kepungan
pasukan kaum musyrikin dan kaum Yahudi, Rasulullah mengirim utusan
kembali ke Madinah, Sa’d bin Mua’adz, Sa’d bin Ubadah, Abullah bin
Rawahah dan Khawat bin Jubair. untuk menyelidiki kebenaran penghiatan
Bani Qiraizah, dan ternyata kehawatiran itu memang benar.
Rasulullah s.a.w kemudian menggunakan siasat untuk memecah belah
musuh dengan mengirim utusan seorang Ghatafan yang
bernama Nu’aim bin Mas’ud bin Amir (orang ini telah masuk Islam, tetapi
masih menyembunyikan keislamanya), untuk berdiplomasi dan
mengasut pihak musuh, sehingga kemudian terjadi perpecahan (tidak saling
mempercayai) diatara pimpinan Yahudi, Ghatafan dan kaum
Quraisy. Akhirnya setelah tidak berhasil mematahkan pertahanan kaum
Muslimin, pasukan kafir Makkah pada akhir bulan Dzul Qa’dah menarik
diri dan mundur ke Makkah.
Perang Bani Quraizhah
Perang Bani Quraizhah terjadi pada bulan Dzul Qa’dah tahun 5
H. dan berlangsung selama dua puluh lima
hari. Pada hari ketika pasukan Muslimin tiba di Madinah
setelah kembali dari perang Al Ahzab, Rasulullah s.a.w sedang
mandi dirumah istri beliau Ummu Salamah, malaikat Jibril a.s.
mendatangi beliau, mengingatkan dan memerintahkan kepada
beliau agar segera menyelesaikan persoalan dengan Bani Quraizhah
(yang pinpinannya bernama Ka’b bin Asad), yang telah berkhianat pada saat
perang Al Ahzab. Mereka telah membatalkan perjanjian perdamaian dan menyatakan
permusuhan dengan umat Islam.
Rasulullah s.a.w. mengerahkan pasukan sekitar tiga ribu orang dan tiga
puluh pasukan berkuda dan memerintahkan untuk segera berangkat
menyerang pemukiman/ benteng Yahudi dari Bani Quraizhah. Rasulullah
s.a.w. memberikan perintah kepada pasukannya:
“Barang siapa patuh dan taat (kepada Allah dan Rasul-Nya), hendaknya
jangan shalat sebelum tiba di (pemukiman ) Bani Quraizhah.
Setelah dikepung selama dua puluh lima
hari tanpa perlawanan yang berarti, mereka menyerah. Rasulullah
menyerahkan kepada Sa’d bin Muaz ( pimpinan kaum Aus /Anshar, yang
masih dalam keadaan luka terkena panah dalam perang Ahzab) untuk menjatuhkan
hukuman, dan kemudian memutuskan: semua lelaki dewasa dihukum pancung,
anak dan istri mereka ditawan, dan harta bendanya dirampas.
Beberapa
hal yang terjadi dalam peristiwa ini:
1, Ditengah perjalan, ketika masuk waktu Ashar sebagian
melaksanakan shalat Ashar, sedangkan sebagian lagi tidak melaksanakannya,
sesuai dengan perintah Nabi, sehingga mereka sampai didekat pemukiman
Bani Quraizhah, ketika waktu Ashar sudah hamir habis. Adanya
perbedaan penafsiran atas perintah Nabi tersebut kemudian disampaikan kepada
Nabi, namun Nabi s.a.w. tidak memeberikan tanggapan apapun.
2.
Diantara mereka yang dihukum pancung terdapat pimpinan Bani Nadhir,
Huyay bin Akhthab,. dan seorang wanita yang telah membunuh seorang
sahabat Khalad bin Suwaid dengan lemparan baru dari atas benteng,
dan pelakunya. ini kemudian dihukum mati.
3. Yang mati sahid dari pihak Muslimin dua orang, yaitu Abu
Sinan bin Mihshan dan Khalad bin Suwaid.
4. Seorang Yahudi lainnya yang turut menghasut
dan mendanai perang Al Ahzab, Salam bin Abil Haqiq (Abu Kafi’
) berhasil dibunuh didalam bentengnya sendiri oleh satu regu
pasukan dari Kaum Khazraj / Anshar yang berhasil menyelusup kedalam
benteng.Yahudi. Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzul Hijjah tahun
ke 5 H.
Beberapa
peristiwa penting terjadi dalam tahun ke 6 Hijriah:
Setelah selesai perang Ahzab dan Bani Quraizhah, Rasulullah s.a.w.
mengirim ekspedisi kebeberapa wilayah, untuk menegakkan kedaulatan :
1,. Padabulan Muharram tahun ke 6 H ekspedisi dibawah pimpinan
Muhammad bin Maslamah dengan membawa tigapuluh orang pasukan,
kewilayah Dhariyyatul Bakarat bagian dari Najed. Mereka berhasil menawan
Tsumamah bin Atsal al Hanafi, pimpinan Bani Hanifah, yaitu seorang
yang pernah menyamar untuk membunuh Nabi s.a.w. atas perintah Musailamah
al-Kadzdzab (salah seorang yang pernah mengaku Nabi). Namun Tsumanah ini
tidak dihukum, melainkan setelah terjadi dialog dengan Nabi orang ini
dibebaskan, kemudian masuk Islam.
2. Pada bulan Rabiul Awal atau Jumadil Awal tahun ke 6 H.
Rasulullah s.a.w. meminpin sekitar dua ratus orang pasukan,
ketempat pemukiman Bani Lihyan di lembah Gharan, disebabkan mereka ketika
terjadi perang Ahzab pernah menipu dan membunuh sepuluh orang sahabat.
Namun mereka semua berhasil melarikan diri.
3. Ekspedisi Ukasasyah bin Mihshan ke Al-
Ghamar/ Bani Asad. (Rabiul Awal)
4. Ekspedisi Muhammad bin Maslamah ke Dzil Qishashah/
Bani Tsalabah, ( Rabiul
Awal).
5. Ekspedisi Abu Ubaidah Ibnul Jarrah ke
Dzil Qashashah. ( Rabiul Akhir).
6. Ekspadisi Zaid bin Haritsah ke al Jamum
(Bani Salim)(RAbviul Akhir)
7. Ekspedisi Zaid bin Haritsah ke al Aish, mencegat
kafilah Quraish yang dipimpin Abul
Al-Ash (suami
Zainab, putri Rasulullah s.a.w.) (Jumadil Ula)
8. Ekspedisi Zaid bin Haritsah ke Tharaf dan Tharaq/
Bani Tsalabah (Jumadil Akhir)
9. Ekspadisi Zaid bin Haritsah ke Wadil Qura
(Rajab).
10. Ekspedisi al Khabath dibawah Abu Ubaidah, membawa pasukan sekitar
tiga ratus personil, dengan tujuan untuk mengawasi kafilah Quraisy. Mereka
mengalami kelaparan sehingga memakan daun kering,
beruntung kemudian mendapati seekor ikan paus yang terdampar ditepi
pantai sehingga cukup untuk konsumsi seluruh pasukan.
Perang Bani Musthaliq
Perang ini terjadi pada bulan Sya’ban tahun 6 H
(sebagian Ulama berpendapat bahwa terjadinya pada tahun 5 H). Pemimpin
Bani Mushthaliq yang bernama al-Harits bin Abi Dhirar bersama sekutunya
bermaksud akan menyerang Rasulullah s.a.w. Rasulullah keluar membawa pasukannya
dan bertemu musuh di Muraisi, nama sumber air diwilayan Qadid,
pasukan musuh dapat dikalahkan, Salah seorang wanita yang ditawan Tsabit
bin Qais, bernama Juwariah binti al-Harits kemudian di tebus oleh
Rassulullah dan dinikahi beliau.
Pada perang Bani
Mushthaliq, kaum munafik juga turut pergi berperang. Mereka telah
beberapa kali berkhianat setiap dalam perperangan, kali ini pun kembali mereka
membuat kekacauan dengan menyebarkan fitnah atas Rasulullah
s.a.w dengan maksud untuk memecah belah umat Islam. Terkait
dengan peristiwa ini Allah SWT berfirman :
47. dan sampaikanlah
berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi mereka karunia
yang besar dari Allah. At Taubah (33) ; 47
Kaum
munafiq menyebarkan propaganda bohong yang dapat melemahkan semangat
kaum Muslimin:
1. Mereka mempersoalkan Rasulullah yang
telah menikahi Zainab binti Jahsy sebagai isteri yang kelima,
setelah di talaq Zaid bin Haritsah,
padahal Al Qur’an tidak mengizinkan nikah
lebih dari empat. Lagi pula Zainab itu mantan istri anak
angkat Nabi yang haram untuk dinikahi
karena dianggap sama dengan anak kandung. Terkait dengan masalah ini Allah SWT
menurunkan fiman dalam Al-Qur’an Al - Ahzab (33) ayat ; 4,5, 37
2. Mereka menyebarkan berita, bahwa sesungguhnya jika telah
kembali ke Madinah, orang-orang yang kuat akan
mengusir orang-orang yang lemah.
8.
mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah,
benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari
padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan
bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.
(Maksudnya: kembali dari peperangan Bani Musthalik.) Al-Munafiqun (63) : 8
3. Berita bohong yang terkait dengan Aisyah r.a
yang turut serta
dalam perang Bani Mushthaliq.
Ketika beristirahat dalam perjalanan
kembali ke Madinah, beliau pergi untuk membuang hajat.
Setelah kembali ketengah rombongan, beliau menyadari bahwa
kalungnya tertinggal ditempat buang hajat, dan segera kembali untuk
mengambilnya, tanpa diketahui oleh orang-orang yang menuntun ontanya.
Ketika Aisyah kembali kerombongannya,
diketahuinya bahwa ronmbongannya telah meninggalkannya. Orang-orang
yang mengankat haudaj ( rumah mini yang diletakkan dipunggung
unta) mengira bahwa Aisyah sudah berada didalam haudaj. Aisyah sendiri
berkeyakinan bahwa rombongan akan kembali menjemputnya, kemudian
tertidur. Beliau terbangun ketika mendengar
ucapan istirja’ yang diucaplan oleh Shafwan bin
Mu’aththal, yang juga tertinggal karena tertidur. Akhirnya Aisyah
dipersilahkan menaiki onta yang dituntun Shafwan, mereka meneruskan
perjalanan, sampai mereka berhasil menyusul rombongan yang sedang
berhenti ditempat beristirahat berikutnya.
Kejadian ini menjadi bahan gunjingan dan fitnah, terutama
dikalangan kaum munafiq, sehingga membuat rumah tangga Nabi menjadi
mengalami kegoncangan.
Sebagai manusia
Rasulullah s.a.w. merasa terpukul dan sedih atas tuduhan yang
dilontarkan oleh orang-orang munafik terhadap istrinya.
Keadaan ini menjadi reda setelah kemudian Allah SWT menurunkan
firman-Nya dalam surat
An Nur ayat 11,12
¨11.
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan
kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu
bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar lamnyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar[1031].
12.
mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan
mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa
tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."
PERISTIWA
HUDAIBYYAH
Peristiwa
ini terjadi pada bulan Dzul Qa’dah tahun 6 H. Umat Muslimin Madinah dan
sekitarnya bermaksud melaksanakan ibadah umrah ke Makkah, sementara kaum
musyrikin Makkah tidak memberikan izin. Rasulullah s.a.w. ditemani istri beliau
Ummu Salamah bersama sekitar seribu empat ratus sahabat. Mereka
hanya membawa senjata pedang, dan membawa beberapa ratus ekor
ternak Qurban. Mereka bergerak ke Makkah dan ketika tiba di Dzul
Hulaifah, mereka memulai ihram dan menandai binatang
ternak yang akan disembelih, agar orang-orang merasa
aman dan tidak merasa mau diperangi.
Namun
kaun Quraisy telah menghadang meraka dan telah berada di Dzi
Thuwa, siap dengan dua ratus personil pasukan berkuda dibawah
pimpinan Khalid bin Walid. yang merencanakan akan
menyarang secara tiba-tiba kaum Muslimin ketika sedang
melaksanakan shalat Ashar. Tetapi Allha SWT telah menurunkan hukum shalat
Khauf, sehinggal Khalid tidak berhasil meraih kesempatan
tersebut.
Mengetahui
adanya penghadangan, Rasulullah mengubah arah perjalanan ( tidak lagi
mengikuti jalan utama), tetapi melewati jalan yang terjal
diantara-lereng-lereng bukit, menuju kearah Makkah melewati Tan’im
kemudian turun ke lembah Hudaibiyyah, beristirahat di dekat parit yang
tidak banyak airnya, yang dalam waktu sekejab telah habis diminum
kuda-kuda mereka. Terjadi mu’jizat Nabi: Rasulullah
mencabut anak panah dari tempatnya lalu memerintahkan mereka agar meletakkannya
diparit, dan airpun memancar sehingga mereka kembali dalam keadaan puas.
Rasulullah
mengirim utusan ke Makkah menyatakan keinginan mereka untuk umroh,
sedangkan kaum Quraisy agak gentar juga bilamana sampai terjadi
peperangan, akhirnya diputuskan untuk mencari jalan damai.
Rasulullah mengirim Utsman bin Affan sebagai utusan kepada kaum Quraisy,
sedangkan kaum Quraisy mengirim Suhail bin Amr sebagai juru runding
mereka.
Utsman
bin Affan sebagai utusan Rasulullah kepada kaum Quraisy di Makkah.
Karena lama tidak kembali, maka timbul dugaan bahwa Utsman telah
dibunuh. Rasulullah menyatakan tekadnya untuk tidak tinggal diam sebelum
menumpas kaum musyrikin, dan mengajak para sahabat untuk berbai’at kepadanya
untuk tidak lari mengigalkan medan
perang.
Dipihak
kaum Quraisy terdapat pihak-pihak yang menentang diadakannya perdamaian dan
menginginkan peperangan. Pada malam hari, mereka sempat mengirim
pasukan sekitar tujuh puluh orang, menyelinap kedalam perkemahan kaum
Muslimin, untuk membikin kekacauan. Namun karena penjagaan yang ketat
yang dilakukan oleh pasukan yang dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah,
mereka semua dapat ditawan, tetapi akhirnya demi usaha perdamaian mereka
semua dilepaskan.
Peristiwa
tersebut diatas disinggung dalam al Qur’an (Al Fath 48/ 24)
. dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Setelah perundingan
yang alot, akhirnya didapati empat butir kesepakatan, yang intinya:
1. Rasulullah harus menunda niatnya untuk umroh sampai tahun depan.
2. Kedua bekah pihak melakukan gencatan
senjata selama sepuluh tahun.
3. .Masing-masing pihak boleh mengadakan
persekutuan dengan pihak yang mereka
kehendaki, dan masing-masing
pihak tidak boleh saling ganggu.
4.
Apabila ada orang dipihak Quraisy yang
melarikan diri menyeberang kepihak
Muhammad
harus dikembalikan kepada kaum Quraisy ,
sebaliknya apabila ada
orang- orang Muhammad yang kembali kepada kaun
Quraisy maka boleh-boleh
saja, tidak harus dikembalikan.
Isi perjanjian tersebut diatas sangat tidak dipahami dan tidak
disetujui oleh para sahabat dan membuat mereka sangaat kecewa, karena maksud
semula keberangkatan mereka ke Makkah adalah untuk Umroh. Mereka meyakini
bahwa Rasulullah s.a.w berada diatas kebenaran. Maka ketika
Rasulullah menyatakan akan kembali ke Madinah, dan memerintahkan agar semua hewan Qurban dipotong dan mereka
bertahalluh, tidak seorangpun yang bangkit melaksakannya. Atas saran istri beliau, Ummu Salamah,
beliau bangkit memberi contoh, memotong
Qurban atas nama beliau sendiri, kemudian mencukur rambutnya, barulah
setelah itu diikuti oleh anggota rombongan yang lainnya..
Umar bin Khaththab merasa sangat
marah dan kesal, namun setelah Rasulullan membacakan wahyu yang turun, Umar
pun menyesali sikapnya.
yang nyata Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadam kemenangan yang nyata[*],
Al-Fath 48 : 1
[*] Menurut Pendapat
sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan kemenangan itu ialah kemenangan
penaklukan Mekah, dan ada yang mengatakan penaklukan negeri Rum dan ada pula
yang mengatakan perdamaian Hudaibiyah. tetapi kebanyakan ahli tafsir
berpendapat bahwa yang dimaksud di sini ialah perdamaian Hudaibiyah.
Rasulullah dan robongannya kembali dari Hudaibiyyah dan berada
di Madinah antara akhir bulan Dzul Hijjah tahun 6 H dan awal bulan
Muharram tahun 7 H. Keadaan relatif aman, kecuali rasa permusuhan
masih diperlihatkan
oleh pihak Yahudi, yang telah berkonsentrasi di Khaibar, sebuah kota besar diutara Madinah yang memiliki benteng-benteng dan perkebunan yang luas.
Beberapa
tokoh Quraisy menyatakan masuk Islam, yaitu Amru bin al-Ash, Khalid
Ibnul Walid, dan Utsman bin Thallah.
Berkirim Surat Kepada Para Raja dan Amir
Rasulullah s.a.w menggunakan
kesempatan perdamaian dengan kaum Quraisy ini untuk berda’wah dengan cara berkirim surat kepada beberapa raja
dan amir sebagai berikut:
1.
Surat kepada
Najasi (Ashhamah bin al Abjar), raja Habasyah; surat dibawa utusan yang bernama Amr bin
Umayyah, dan mengajaknya masuk Islam.
Raja Najasi kemudian masuk Islam dihadapan Ja’far bin Abu Thalib yang sedang
hijrah disana. Ja’far dan Amru dan beberpa orang lainnya baru kembali ke Madinah dan bertemu dengsn
Rasulullah di Khaibar.
2.
Surat kepada
Muqauqis Raja Mesir (Juraij
bin Matta/ Benyamin), dengan mengutus
Hathib bin Abi Balta’ah. Muqauqis mengakui kerasulan Muhammad, namun menyatakan akan tetap dalam
agama kristen ( yang sekarang dikenal dengan Kristen Koptik) Muqauqis mengirimkan sebagai hadiah dua orang gadis (Mariah
dan Sirin) dan seekor bighal
(yang diberi nama Duldul). Mariah
dinikahi oleh Rasulullah yang
memberikan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ibrahim (yang kemudian tahun 10 H meninggal dunia) sedangkan Sirin diberikan kepada sahabat Hasan bin Tsabit al Anshari. Baghal
atau Duldul tetap hidup sampai dizaman Muawiyah.(Khalifah kelima setelah Khalifah Ali Bin Abi Thalib),
3.
Surat
kepada Kisra, Raja Persi
Rasulullah s.a.w. berkirim surat kepada raja Persi yang dibawa oleh Abdullah
bin Hudzalah as-Shami, yang isinya
menyeru kepada Islam. Surat ini ditanggapi
dengan marah dan sombong oleh raja
Persi, yang memerintahkan kepada gubernurnya di Yaman, Badzan,
agar Badzan mengutus dua
orang ke Madinah dengan membawa suratnya, yang isinya adalah pesan raja persi yang menghendaki agar
Rasulullah s.a.w dibawa kepada
raja Persi. Rasulullah berhasil
meyakinkan utusan Badzan , bahwa di
Persi telah terjadi pemberontakan yang dipimpin anak Kisra sendiri yang bernama Syiruwaih dan raja Kisra sendiri mati terbunuh oleh ra’yat Persi yang tidak puas atas kekalahan
Persi dalam peperangan melawan pasukan Romawi.
Berita ini
diterima Rasulullah berdasarkan wahyu,
dan hal ini terjadi pada tanggal
10 Jumadil Ula tahun 7 H. dan Rasulullah s.a.w. menyuruh utasan kebali
dan menyampaikan berita ini
kepada Badzan. Ternyata
hal ini memang bernar terjadi, diketahui setelah Syiruwaih berkirim surat memberitahukan hal
ini, dan meminta agar Badzan tidak melakukan apapun sebelum ada perintah
darinya. Peristiwa inilah yang mendorong Badzan dan penduduk Yaman memeluk Islam.
4.
Surat
kepada Qaisar Heraklius , Raja Romawi.
Rasulullah mengirim utusan Dihyah bin Khalifah al- Kalabi, dengan membawa surat (yang berisi seruan untuk masuk
Islam) yang disampaikan kepada pimpinan Bashrah
untuk diteruskan kepada Qaisar Romawi. Pada saat itu Qaisar
sedang berada di Ilia (Baitul Maqdis) dan dia berkeinginan mencari informasi lebih lanjut
mengenai Muhammad bin Abdullah dan Rasulullah ini, melalui kafilah
dagang Quraisy yang sedang
berada Syam.
Terjadi dialog
antara Heraklius dengan Abu
Syofyan bin Harb (pimpin kafilah)
tetang siapa, apa dan bagaimana hal-hal yang terkait dengan Muhammad, dan dari
dialog tersebut memperlihatkan tanggapan dan reaksi yang positif pada Harkalius.
Sejak saat itu Abu Sufyan sendiri merasa
yakin bahwa kekuasaan Rasulullah akan menang
dan memasukkan Islam kedalam hatinya,
dan kerena pengaruh itulah Abu Sufyan memberikan hadiah kepada
Diyah bin Khalifah al Kalabi utusan Rasulullah.
Dalam perjalan
pulang ke Madinah, utusan Rasul ini
dirampok setelah tiba di Hasma, oleh
orang dari Judzam.
Peristiwa inilah yang mendorong
Rasulullah s.a.w. mengirim Zaid bin Haritsah dengan pasukannya datang ke Hasma dekat Wadil Qura melancarkan serangan terhadap Judzam dan
mengalahkan mereka.
5.
Surat kepada al Mundzir bin Sawa di Bahrain
Rasulullah
s.a.w. mengutus al Ala’ bin al Hadhrami untuk menyampaikan surat mengajaknya untuk memeluk Islam. dan hal tersebut disambut dengan baik.
6.
Surat
kepada Haudzah bin Ali, Pemimpin Yamamah.
Beliau
mengutus Salith bin Amru al-Amin
untuk menyampaikan surat yang menyerukan Islam; Haudzah menyanbutnya
dengan baik dan masuk Islam. Setelah kembali dari penaklukan Makkah,
Jibril memberitahukan kepada Nabi bahwa Haudzah telah meninggal dunia
dan di Yamamah akan muncul
seorang pendusta yang mengaku sebagai Nabi, dan akan mati terbunuh (
dia inilah yang dinamai Musailamah
al-Kazzab yang kemudian mati terbunuh dalam “ Perang Yamamah” yang terjadi
dimasa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq tahun 13 H). Ketika masih hidup
Rasulullah s.a.w. telah menyampaikan
akan terjadinya peristiwa ini kepada para sahabat.
7. Surat
kepada Al Harits bin Abu Syanr, pemimpin
Damaskus.
Beliau
nengirim utusan Syuja’ bin Wahb. Tidak ditanggapi dengan baik bahkan menantang
perang.
8.. Surat
kepada Jaifar bin al Julunda, Raja Amman.
Beliau mengutus Amru
bin Ash untuk menyampaikan surat
kepada Jaifar yang sudah beragama
Nasrani. Amru tidak langsung
menyampaikan surat
tersebut kepada Raja melainkan bertemu dan berdialog lebih dahulu dengan
adiknya yang bernama Abd menceritakan
bagaimana Raja Najasyi telah masuk Islam dan sebagainya. Akhirnya
Jaifar dan adiknya Abd masuk Islam dan melaksanakan syariat Islam
dinegaranya.
PERANG
KHAIBAR
Perang ini
terjadi pada bulan Muharram sampai
dengan awal Rabiul Awal tahun 7 H. Setelah terjadi perdamaian dengan kaun
Quraisy Makkah dan sekutu-sukutunya, Rasulullah
s.a.w. masih harus menghadapi Yahudi
yang berpusat di Khaibar disebelah utara Madinah, dimana mereka memiliki
beberapa benteng pertahanan yang sangat kuat.
Kaum Yahudi ini masih terus menunjukkan permusuhan, tetap menghasut kaum
munafiq untuk melakukan penghianatan.
Mereka juga menjalin hubungan dengan orang-orang Ghathafan dan orang-orang Arab Badui untuk menentang Rasul.
Operasi militer terus dilakukan terhadap
mereka dan kaum Muslimin berhasil membunuh pimpinan mereka diataranya Salam bin Abul Haqiq dan Usair bin
Zaram.
Kemudian kaum
Muslimin memusatkan perhatian terhadap kaum Yahudi dan dan memutuskan untuk
segera berangkat ke Khaibar tempat kediaman dan pusat pertahanan kaum Yahudi,
untuk menyerang mereka. Orang Muslim
yang boleh turut serta dalam pasukan ini
adalah hanya orang-orang yang suka berjihad yang telah turut serta dalam
peristiwa Hudaibiyyah dan jumlahnya
sekitar seribu empat ratus orang.
Rencana persiapan perang kaum Muslimin ini telah dibocorkan oleh gembong kaun munafiq Abdullah bin
Ubay, sehingga kaum Yahudi segera menghubungi sekutu mereka kaum Ghathafan untuk meminta bantuan, namun karena siasat dan diplomasi yang
dilakukan Rasulullah s.a.w. maka bantuan
dari Ghathafan kepada kaum Yahudi ini tidak
terlaksana, karena mereka sendiri
menjadi khawatir, anak istri yang mereka
tinggalkan akan diserang pasukan
Muslimin
.Ketika sampai diperbatasan Khaibar
Rasulullah Saw. menunjuk suatu tempat untuk dijadikan markas, namun selelah mendengar nasehat dari
seorang sahabat, Khabbab Ibnul
Mundzir, mereka memindahkannya
ketempat yang lebih aman, sehat dan strategis serta tidak mudah diintai musuh. Setelah dilakukan pengepungan bebera
hari, didahului dengan perang tanding
dan tewasnya beberapa pimpinan pasukan
Yahudi, benteng- benteng
mereka diserbu dan secara satu persatu
ditaklukkan.
Khaibar
terbagi dalam dua wilayah masing-masing memiliki benteng yang kuat terletak
diatas perbukitan.
o
Pada wilayah pertama terdapat lima benteng: Benteng Na’im; Banteng Sha’ab bin Mu’adz; Benteng Qal’ah Zubair; Benteng Ubay; Benteng Nizar.
o Pada wilayah kedua terdapat tiga benteng: Benteng al Qamush (milik Bani Abul
Haqiq, pimpinan Bani Nadhir);
Benteng al- Wathih; Benteng as- Salalim.
Dalam perjanjian
penyerahan, kaum Yahudi dengan anak
istri mereka diperkenankan pergi keluar dari wilayah Khaibar, namun mereka harus meninggalkan seluruh harta
benda mereka termasuk barang perhiasan dan tanah perkebunan mereka. Ada juga yang diizinkan
tinggal dan bekerja sebagai petani penggarap.
Dua orang anak Abul
Haqiq telah dibunuh karena diketahui melanggar perjanjian, salah satunya
Kinanah bin ar- Rabi’ (suami dari Shafiyyah binti Huyay
bin Akhtab), karena tidak
menyerahkan/didapati menyembunyikan
harta mertuanya dari Bani Nadhir, Huyay bin Akhtab.( pada peristiwa
Perang Bani Quraizah, Huyay ini telah dijatuhi hukum pancung).
Beberapa
peristiwa terjadi menjelang dan setelah perang Khaibar:
1. Abu Hurairah menyatakan diri masuk Islam dan bergabung
dengan Rasulullah Saw. di Khaibar.
2 Shafiyyah
binti Huyay al-Akhtab yang menjadi budak tawanan, namun setelah menyatakan diri masuk Islam ia dinikahi
oleh Rasulullah s.a.w.
3. Ja’far bin
Abi Thalib dan orang-orang Asy’ariyyin (di antaranya Abu Musa al-Asy’ari) kembali ke Madinah, dari
pengasingan mereka di Habasyah
4. Rasulullah di
racun oleh Zainab binti al Haris. Istri Salam bin Misykam
ini
memberi hidangan daging domba dan
yang khusus untuk Nabi Saw. telah diberinya racun (maksudnya adalah
untuk menguji kalau benar ia seorang Rasul pasti ada yang akan
memberitahukannya
tentang racun tersebut). Rasulullah Saw.
setelah memakannya sedikit, berhasil mengetahuinya dan tidak jadi makan
lebih lanjut, namun
seorang sahabat Basyir bin al Ma’mur yang turut makan dan kemudian
meninggal. Zainab akhirnya dihukum mati
sebagai Qishash.
Setelah Khaibar
berhasil ditaklukkan, maka kaum Yahudi yang berada di daerah Fadak, Wadil Qubra, dan T a i m a menyatakan takluk dan kepada mereka diwajibkan membayar jizyah. Kaun Yahudi
akhirnya menyerah dan kaum Mulimin mendapat harta rampasan
(ghanimah) yang amat banyak. Seluruh kebun korma yang ada di Khaibar dibagi
rata secara proporsional kepada seluruh
anggota pasukan, sehingga secara ekonomi
membawa perbaikan kepada kaum Muhajirin yang tadinya tidak memiliki harta. Perhatikan
firman Allah:
20. Allah
menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, Maka
disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu[*] dan Dia menahan tangan manusia
dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti
bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.--
Al-Fath (48): 20 [*] Maksudnya: Allah
menjanjikan harta rampasan yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai
pendahuluan dari harta rampasan yang banyak yang dikaruniakan-Nya itu, Allah
memberikan harta rampasan yang mereka peroleh pada perang Khaibar itu.
Dalam perang
Khaibar ini terdapat sembilan belas
orang Muslimin yang mati syahid,
sedangkan dipihak Yahudi yang mati sembilan puluh tiga orang.
PERANG DZATUR RIQA’
Perang ini terjadi
dalam rangka menghadapi orang-orang Arab Badui diantaranya yang berasal dari
Ghathafan yang masih merupakan ancaman
dan menganggu keamanan penduduk Muslim
sekitar Madinah. Maka pada bulan
Rabiul Awal tahun 7 H. Rasulullah Saw. berangkat dengan pasukannya seribu empat
ratus orang, menuju suatu tempat yang bernama Nakhl (dua hari perjalanan
dari Madinah) untuk menghadapi orang-orang Badui dari Bani Tsa’labah dan Bani
Muharib dari Ghathafan, yang
telah berhimpun menyusun kekuatan untuk
menyerang Madinah. Pengiriman pasukan ini dikenal dengan Dzatur Riqa’
(artinya yang memiliki tambahan, istilah untuk sobekan kain pembalut
kaki pasukan yang terluka dan kuku kaki
yang terkelupas).
Tidak terdapat
perlawanan yang berarti dari pihak Badui
dan kemudian terjalin perdamaian dan mereka menyatakan masuk Islam. Peperangan
ini cukup efektif untuk menanamkan rasa takut
dalam hati orang-orang Badui dan kabilah-kabilah yang berasal dari
Ghathafan tidak berani lagi mengangkat
kepalanya.
Beberpa
peristiwa terjadi setelah peperangan
ini:
1. Walaupun tidak terjadi pertempuran namun
Rasulullah s.a.w. telah melaksanakan shalat khauf (shalat karena
khawatir kepada musuh) . Ketika waktu shalat tiba, beliau melakukan shalat bersama sekelompok
kaum Muslimin dua rakaat, kemudian mereka mudur dan beliau shalat dengan
sekelompok yang lain dua rakat pula. Jadi beliau shalat empat rakaat dan kaum
Muslimin shalat dua rakaat.
2. Riwayat al Bukhari dari Abu Musa al
Asy’ari menceritakan bahwa ia
bersama Rasulullah s.a.w. pada suatu
perjalanan dalam rombongan berjumlah enam orang dengan satu Onta yang dinaiki
secara bergiliran, ketika sedang
istirahat dibawah pohon dan tertidur,
tiba-tiba Rasulullah Saw. memanggil
kami. Ketika kami datang didepan beliau
sudah ada orang Badui yang sedang duduk. Beliau kemudian berkata: “Orang ini
telah mengambil pedangku ketika akau sedang tidur. Saat terbangun aku melihat
pedangku dalam keadaan terhunus
ditangannya, lalu ia bertanya kepadaku: “Siapa yang membelamu dari
tindakanku?” Kujawab: “Allah, Tiba-tiba saja dia terduduk didepanku” Beliau
sama sekali tidak mencaci orang itu.”
3. Dalam pejalanan pulang, mereka menawan
seorang wanita. Suami wanita ini bertekad
membalas dendam dan
mendatangi pasukan ini diwatu
malam dan berhasil membunuh dengan anak panahnya seorang sahabat Abbad bin
Bisyir. yang sedang mendapat tugas jaga.
Beberapa
ekspedisi lainnya dalam tahun 7 H antara lain:
1. Ekspedisi Ghalib bin Abdullah a-Laitsi di Qalid
untuk menaklukan Bani al- Mulawwah (bulan Rabiul awal tahun 7 H.)
2. Ekspedisi
Hasma pada bulan Jumadits Tsaniah tahun 7 H
3. Ekspadisi
Umar Ibnul Khaththab ke Turbah untuk menaklukkan Kabilah
Hawazin (bulan Sya’ban 7 H)
4. Ekspedisi
Basyir bin Sa’d al-Anshari ke
Fadak untuk menaklukkan Bani Murrah (bulan Sya’ban 7H)
5. Ekspedisi
Ghalib bin Abdullah al-Laitsi ke al-Harqat untuk
menaklukkan Bani Uwal dan Bani Abdullah bin Tsa’labah (bulan Sya’ban 7 H). Dalam ekspadisi ini Usamah bin Zaid membunuh Mardas bin
Nuhaik setelah orang tersebut mengucpakn La ilaha illallah. Mendengar berita ini Rasulullah menegur
Usamah: Mengapakah kamu tidak membelah hatinya, sehingga kamu dapat
mengetahui apakah dia itu jujur atau dusta?”
6, Ekspedisi Abdullah bin Rawahah ke
Khaibar untuk menaklukkan Basyir bin
Zahram yang telah menhimpun orang-orang Ghathafan untuk memerangi kaum
Muslimin. (bulan Syawal 7 H)
7.
Ekspedisi Basyir bin Sa’d al-Anshari ke Yaman dan Jabar (bulan
Syawal 7 H) untuk menghadapi sekelompok
orang yang akan menyerang pinggiran Madinah
8.
Ekspedisi Abu Hadrad al Aslami ke al-Ghabah untuk
menaklukkan Jusyam bin
Mu’awiyah yang sedang menghimpun orang-orang Qais untuk melakukan perlawanan
UMRAH QADHA
Umrah Qadha ( Umrah Qahdiyyah atau Umrah Qishash, atau
Umrah Shulh) yang dilaksanakan pada tahun
6 H, tidak jadi dilaksankan,
karena didalam perjanjian Hudaibiyyah kaum Quraisy Makkah tidak
mengizinkan dan umroh baru boleh melaksanakannya pada tahun
ke 7 H.
Rombongan
Umroh terdiri lebih dari dua ribu orang
yaitu semua sahabat yang pernah
ikut dalam peristiwa Hudaibiyyah ditambah
wanita dan anak-anak dan lain-lain yang mau ikut. Mereka membawa enam puluh ekor onta untuk
kurban dan persenjataan perang yang lengkap untuk berjaga-jaga terhadap
kemungkinan kaum Quraisy berhianat, dan
mereka memulai ihram dari Dzul Hulaifah.
Rasulullah Saw.
menunggang ontanya yang bernama al-Qashwa
dikelilingi kaum Muslimin yang menyandang pedag. Mereka memasuki Makkah yang melalui
bukit yang menembus ke daerah al-Hujun sambil mengucapkan talbiyah
hingga mengusap rukun Yamani dan kemudian bertawaf, didahului oleh Abdullah
bin Rawahah yang menyandang pedang sambil melantunkan syair-syair. Sebagian sahabat dibawah pimpinan Aus bin
Khauli al-Anshari diperintahkan
untuk menunggu diluar Makkah,
untuk menjaga persenjataan perang yang terdiri dari perisai, tombak dan panah
dan akan menyusul kemudian secara
bergantian.
Sementara kaum musyrikin menonton dari atas bukit
Quaiqi’an dan menyangka bahwa yang datang
adalah orang-orang lemah dan berpenyakit. Nabi Saw. memerintahkan para sahabat untuk bejalan
cepat dalam tiga kali putaran (pertama) dan berjalan biasa di antara
dua rukun Yamani. Kemudian diteruskan dengan sa’i
antara Shafa dan Marwah. Setelah selesai mereka memotong
hewan kurban dan mencukur rambut di Marwah.
Mereka tinggal di Makkah selama tiga hari dan kembali ke Madinah pagi-pagi di hari ke empat.
Beberapa peristiwa
terjadi selama di Makkah:
1. Paman Rasulullah s,a,w, Hamzah bin Abdul Muthalib
yang meninggal dalam perang Uhud meningalkan seorang putrid kecil.
Puteri kecil ini menjadi rebutan antara Ali, Ja’far dan Zaid untuk
mengurusnya. Kemudian
Rassulullah Saw. menutuskan bahwa
yang berhak mengurusnya adalah Ja’far bin Abi Thalib, karena istri Ja’far adalah saudara kandung ibu putri tersebut
(saudar perempuan ibu sama kedudukannya dengan ibu).
2. Rasulullah menikah dengan Maimunah binti al
Harits al-Amiriyah (Maimunah adalah saudara
kandung Ummu Fadlal Lubabah
istri al-Abbas paman Rasulullah).
Ekspedisi Setelah Umroh Qadha
Sepulang
dari Umrah Qadha, Rasulullah Saw. mengirim
beberapa ekspedisi untuk menyerukan Islam kepada beberapa kabilah yang masih
membangkang:
1, Ekspedisi Abu Auja’ ke Bani Salim. Karena mereka tetap tidak mau menerima Islam,
terjadi pertempuran dan Abu Auja’ terluka dan
dua orang musuh dapt ditawan
(bulan Dzul Hijjah tahun 7 H)
PERANG MU’TAH
Latar belakang peperangan
Perangan Mu’tah
adalah peperangan terbesar dizaman Rasulullah s.a.w., terjadi pada bulan
Jumadil Ula tahun ke 8 H. atau betepatan
dengan bulan Agustus atau September
639 M. Perang
melawan orang-orang Nasrani ini terjadi
di Mu’tah, suatu kampung yang terletak di Balqa, wilayah Syam yang berada
dibawah kekuasaan pemerintahan Romawi dengan rajanya bergelar Qaishar.
Rasulullah s.a.w.
mengutus al-Haris bin Umair al-Azadi
untuk menyampaikan surat
kepada pemimpin Bashra, ditengah
pejalanan Al Haris di cegat dan ditangkap oleh Syurahbil bin Amru al Ghasani
(gubernur wilayah Balqa di Syam) kemudian
diserahkan kepada Qaishar dan dipenggal lehernya. Pada saat itu
rajanya bernama Heraklius yang dinobatkan bersamaan waktinya dengan saat hijrah Nabi
Saw.
Membunuh seorang
utusan adalah perbuatan keji dan sama dengan mengumumkan perang. Rasulullah mempersiapkan pasukan dengan
kekuatan tiga ribu orang, dan mengangkat
Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan,dan sebagai
wakilnya diangkat Ja’far bin Abi
Thalib dan Abdullah bin Rawahah, dengan
perintah untuk pergi ke Mu’tah untuk menyerukan Islam dan kalau perlu berperang
melawan kaum kafir.
Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada pasukan :
“Berperanglah
dengan nama Allah, di jalan Allah, melawan orang-orang yang kafir kepada Allah,
janganlah berhianat, jangan mencincang, jangan membunuh anak-anak, wanita,
orang-orang yang sudah tuarenta, orang yang menyendiri di biara Nasrani, jangan
menebang pohon korma dan pohon apapun, dan jangan merobohkan bangunan. “:
(Shahihul Buhari II; 611):
Pasukan Islam bergerak menuju musuh
Rasulullah s.a.w.
mengantar keberangkatan pasukan sampai
di Tsaniatul Wada. Pasukan bergerak kearah utara dan beristirahat Mu’an diwilayah Syam yang jaraknya dua hari perjalanan dari Syam.. Pada saat itu mereka mendapat informasi bahwa Heraklius sedang berada di Ma’ab di
wilayah Balqa bersama dengan seratus ribu prajurit Romawi. Apabila diperhitungkan
pasukan bantuan dari Lakhm,
Judzam. Balqin dan Bashra maka seluruh kekuatan
mereka mencapai dua ratus ribu prajuruit dengan persenjataan
yang lengkap. (Pada saat itu Romawi sedang berperang melawan Parsia)
Timbul keraguan
dan kehawatiran dikalangan pasukan
Muslimin melihat jumlah pasukan dari
kedua pihak yang sangat tidak seimbang, sehingga timbul perdebatan: apakah
berkirim surat kepada Rasulullah, meminta perintah lebih lanjut atau penambahan pasukan, atau maju terus.
Akhirnya diputuskan menerima pendapat Abdullah
bin Rawahah, untuk maju terus,
menang atau mati syahid, dan mereka
meneruskan perjalanan dan bergerak menuju
kewilayah musuh dan bertemu dengan musuh di Mu’tah suatu kampung
yang terletak di Balqa termasuk wilayah Syam dan disinilah terjadinya
pertempuran. Abdullah membacakan firman Allah Ta’ala:
bÎ)ur óOä3ZÏiB žwÎ) $ydߊ͑#ur 4 tb%x. 4’n?tã y7În/u‘ $VJ÷Fym $wŠÅÒø)¨B ÇÐÊÈ
dan tidak ada seorangpun dari padamu,
melainkan mendatanginya ( neraka) itu. hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu
kemestian yang sudah ditetapkan. --
Maryam (19) : 71
Pertempuran dan
pergantian komandan.
Pasukan Islam memasang strategi: pada sayap kanan dipimpin oleh Quthbah bin
Qatadah al-Adzari sedangkan sayap
kiri dipimpin oleh Ubadah bin Malik
al-Anshari. Zaid bin Haritsah
sebagai komandan pasukan dan pemegang bendera pimpinan dan bertempur sehingga
gugur. Kemudian digantikan oleh Ja’far
bin Abu Thalib dan setelah beliau
gugur, pimpinan pasukan diambil alih
oleh Abdullah bin Rawahah dan
beliaupun gugur dalam pertempuran.
Tsabit bin Arqam maju mengambil
bendera dan menyerahkannya kepada Khalid bin Walid pimpinan pasukan
berkuda yang terus meminpin pertempuran hingga hingga petang hari. Ada
beberapa pedang yang patah ditangan
Khalid dan yang tersisa adalah pedang lebar buatan Yaman. Khalid bin Walid digelari
tangan pedang Allah.
Berita kematian tiga orang
pimpinan pasukan diterima Rasulullah s.a.w.
melalui wahyu, beliau meminta para sahabat untuk berkunjung dan menghibur
pada keluarga yang berduka.
Khalid bin Walid merasa perlu
untuk merubah siasat pertempuran yang dapat menimbulkan rasa takut dihati
pasukan romawi. Keesokan harinya dia
mengubah strategi, posisi pasukan sayap kiri dipindah kekanan dan sayap
kanan dipindah kekiri begitu juga yang tadinya berada dibelakang dipindah ke
depan dan sebaliknya. Melihat hal yang demikian, pihak musuh menduga pasukan
Muslimin telah mendapat tambahan pasukan baru, sehingga menjadi ragu-ragu.
Khalid bin Walid akhirnya dapat membawa
pasukannya mundur sedikit demi sedikit
dengan tetap mempertahankan posisi.
Pasukan musuh tidak mengejar
lebih lanjut karena mengira bahwa hal itu merupakan siasat kaum Muslimin yang
nantinya akan melakukan serangan balik
setelah berada di padang pasir. Akhirnya kaum Muslimin berhasil
menarik diri dengan selamat dan kembali
ke Madinah.
Dampak
peperangan
Jumlah kaum
Muslimin yang mati syahid dalam peperangan ini
ada dua belas orang. Sedangkan
dari pihak Romawi tidak diketahui jumlah korban mereka.
Peperangan ini
telah memberi dampak kepada orang-orang
Arab yang kagum bercampur heran. Romawi adalah merupakan kekuatan terbesar
dimuka bumi saat itu. Orang-orang Arab pada saat itu berpendapat, mengahadapi
Romawi sama dengan perbuatan bunuh diri.
Pasukan Muslimin yang yang bisa
keluar dan selamat dari pertempuran merupakan
keajaiban, dan mereka itu pasti mendapatkan pertolongan dari Allah dan
pemimpin mereka benar-benar adalah Rasulullah.
Oleh karena itu kabilah-kabilah yang tadinya selalu menyerang dan memusuhi kaum Muslimin mulai simpati terhadap
Islam. Bani Sulaim, Asyja’, Ghathfan, Dzibyan, Pazarah dan
lain-lain menyatakan diri masuk Islam.
Ekspedisi
setelah Perang Mu’tah.
Rasulullah s.a.w.
merasa perlu melakukan suatu tindakan untuk memisahkan kabilah-kabilah Arab
yang tinggal dipinggiran Syam agar tidak lagi berpihak kepada Romawi.
1. Ekspedisi Dzatu Salasil.
Pada bulan Jumadil
Akhir tahun 8 H. Rasulullah s.a.w. mengutus Amru Ibnul Ash, untuk pergi ke Bala, daerah pinggiran Syam (nenek/ibu ayah Amru
berasal dari sana) yaitu untuk melunakkan hati mereka. Amru membawa tiga ratus
prajurit (Muhajirin dan Anshar) diantaranya
tiga puluh orang penunggang kuda. Diperjalanan mereka mendapat informasi
ada sekelompok orang dari Qudha’ah yang jumlahnya cukup banyak, akan
menyerang Madinah. Amru mengutus Rafi’ bin Mukaits kepada Rasulullah
untuk meminta bantuan.
Rasulullah
mengirim pasukan tambahan dan turut dalam pasukan ini Ubaidah Ibnul Jarrah,
Abu Bakar dan Umar. Kedua
pasukan bergabung, Amru tetap sebagai
pimpinan pasukan, mereka berangkat menuju Qudha’ah, bertemu pasukan musuh di mata air Dzatus
Salasil dekat Wadi Qura di wilayah Juzzam (sepuluh hari
perjalanan dari Madinah). Dalam
pertempuran yang terjadi musuh dapat dikalahkan dan melarikan diri.
2, Ekspedisi
Abu Qatadah .
Terjadi padabulan Sya’ban tahun 8 H.
Rasulullah s.a.w. mengirim Abu Qatadah bersama lima belas orang pasukan menuju ke Khadhirah,
wilayah Muharin di Najd, dimana orang-orang dari Bani Ghathafan sedang menghimpun pasukan. Abu Qatadah berhasil membunuh dan menawan sebagian mereka dan mendapatkan ghanimah.
PERANG PEMBEBASAN MAKKAH (FATHUU AKKAH)
Latar Belakang Peperangan
Pada perjanjian Hudaibiyyah ditetapkan bahwa siapa kabilah yang mau bergabung dengan pihak Muhammad diperbolehkan dan siapa yang mau bergabung dengan pihak Quraisy juga diperbolehkan dan diantara kedua belah pihak diadakan gencatan senjata tidak boleh ada permusuhan dan saling menyerang. Khuza’ah (dari Bani Ka’b) bergabung dengan Rasulullah Saw. dan Bani Bakr bergabung dengan pihak Quraisy.
Pada suatu malam. Naufal dan sekelompok orang dari Bani Bakr melakukan penyerangan mendadak terhadap Khuza’ah yang sedang berada di mata air al - Watir dan berhasil membunuh beberapa orang, sehingga kemudian terjadilah pertempuran antara keduannya, padahal kedua belah pihak terikat perjanjian Hudaibiyyah. Bani Bakr mendapat bantuan dari kaum Quraisy. Khuza’ah terdesak dan mundur kearah Makkah dan berlindung dirumah Ibnu Warqa’ al Khuza’i dan Rafi’ (ada kesepakatan suku-suku sebelumnya bahwa daerah Makkah tidak beleh ada pertempuran). Amru bin Salim dan Budail bin Warqa’ al Khuza’i dari Khuza’ah segera berangkat ke Madinah meminta bantuan Rassulullah.Setelah menyadari bahwa mereka telah menghianati perjanjian, kaum Quraisy mengirim Abu Sufyan bin Harb (pimpinan Bani Kinanah) pergi ke Madinah untuk menjumpai Rasulullah s.a.w. yang juga menantunya (suami puterinya yang bernama Habibah) untuk berunding kembali dan memperbaharui isi penjanjian perdamaian. Rasulullah s.a.w. tidak memberikan tanggapan, walaupun ia juga telah meminta bantuan perantaraan dari Abu Bakar, Umar dan Ali r.a., Tidak ada yang bersedia membantu karena mereka mengetahui bahwa keputusan sudah ada ditangan Rasulullah s.a.w. Ahirnya Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan kecewa. Bersiap Untuk Berperang. Pasukan Rasulullah yang terdiri dari sepuluh ribu orang, berangkat meninggalkan Madinah tanggal 8 Ramadhan tahun 8 H. , semuanya dalam keadaan shaum. Dalam perjalanan mereka singgah didekat sebuah mata air terletak dianatara Asfan dan al-Qadid, merekea berbuka, kemudian meneruskan perjalanan dan berhenti di Marru Zahran dilembah Fatimah. Disini Rasulullah memerintahkan seluruh pasukannya menyalakan obor. Pada malam hari di Marru Zahran, Al Abbas r.a. mengenderai baghal berwarna putih milik Rasulullah s.a.w. berjalan-jalan disekitar perkemahan untuk mencari kalau-kalau disekitar itu terdapat seseorang yang dapat menyampaikan berita kepada oran-orang Quraisy agar mereka keluar dan menjumpai Rasulullah s.a.w. untuk meminta perlindungan sebelum beliau memasuki Makkah. Kebetulan pada malam itu juga sedangkan keluar melihat-lihat suasana, Abu Sufyan bin Harb bersama dengan Hakim bin Hizam dan Budail bin Warqa’, dan ketika mereka melihat cahaya obor yang demikian banyaknya dan menyangka bawa itu adalah pasukan Khuza’ah, sampai ketika mereka dijumpai oleh Abbas r.a .dan ia berhasil menyakinkan Abu Sufyan cs. bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi dan mengajak Abu Sufyan untuk mendatangi Rasulullah untuk menyerah dan masuk Islam, kecuali kalau dia memang mau dipenggal lehernya. Hakim dan Budai disuruh kembali ke Makkah. Abu Sufyan mengikuti saran tersebut, menjumpai Rasulullah s.a.w. dan menyatakan menerima Islam. Pasukan Bergerak Menuju Makkah. Pada hari Selasa pagi tanggal 17 Ramadhan 8 H. pasukan meninggalkan Marru Zhahran menuju Makkah. Setibanya di Dzi Thuwa. Rasulullah membagi pasukannya, disayap kanan ditempatkan kabilah Aslam, Sulaim, Ghifar, Muzainah, dan beberapa kabilah Arab lainnya. Disayap kiri pasukan dipimpin az-Zubair bin al-Awwam, mereka diperintahkan memasuki Makkah melalui dataran tinggi Makkah yaitu Kada’ dan menancapkan bendera Rasulullah di al-Hujun. Sedangkan Abu Ubaidah Ibnul Jarrah bersama orang-orang yang tidak bersenjata diperintahkan masuk dari tengah lembah dan bergabung dengan Rasulullah. Terjadi perlawanan yang tidak berarti yang dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahl, Shafwan bin Umayyah, Suhail bin Amru di Kahandamah serta Hamas bin Qais (dari Bani Bakr). Tetapi mereka semua dapat ditumpas oleh pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid. Rasulullah masuk Masjidil Haram diikuti kaum Muhajirin dan Anshar dan membersihkannya dari berhala yang berada disekitar Ka’bah. Ada tiga ratus berhala yang dihancurkan sambil membaca surat dan surat 81. dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.-- al-Isra’ ayat 81
49. Katakanlah: "Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi".-- Saba’ ayat 49. ( Maksudnya ialah apabila kebenaran sudah datang Maka kebatilan akan hancur binasa dan tidak dapat berbuat sesuatu untuk melawan dan meruntuhkan kebenaran itu.)
Kemudian mereka melakukan tawaf disekitar Ka’bah sambil tetap membawa senjata dan menunggang unta dan tidak berpakaian ihram. Kemudian beliau memerintahkan Utsman bin Thallah untuk mengambil kunci Ka’bah, memasuki Ka’bah dan memerintahkan menyingkirkan semua gambar-gambar yang ada didalam Ka’bah. Kunci Ka’bah diserahkan kepada Utsman bin Thallah dengan tugas selanjutnya untuk menjaga Ka’bah dan memberi minum orang-orang yang melakukan tawaf. Beberapa peristiwa terjadi sebelum dan setelah memasuki Makkah: 1. Hathib bin Abi Balta’ah (seorang sahabat yang pernah turut serta dalam perang Badr dan memiliki keluarga di Makkah) berusaha memberitahukan keberangkatan Rasulullah ini kepada Quraisy Makkah, dengan berkirim surat yang dibawa oleh seorang wanita, namun Rasulullah dapat mengetahui hal ini dan memerintahkan Ali bin Abi Talib dan al-Miqdad untuk mengejar dan menangkap wanita tersebut. 2. Dalam perjalanan menuju Makkah, ketika di al-Juffah beliau bertemu dengan paman beliau al- Abbas dan keluarganya yang telah masuk Islam dan ingin berhijrah 3. Ketika tiba di al-Abwa Rasulullah bertemu dengan anak paman beliau Abu Sufyan bin al-Harits dan anak bibi beliau Abdullah bin Abi Umayyah yang telah masuk Islam dan bermaksud untuk Hijrah ke Madinah4. Setelah membersihkan ka’bah dan waktu sholat tiba, Rasulullah memerinta Bilal agar menaiki Ka’bah dan menyerukan adzan. 5. Rasulullah melakukan shalat kemenangan atau shalat syukur sebanyak delapan rakaat didalam rumah Ummu Hani’ binti Abu Thalib. Rasulullah memerintahkan untuk menghukum mati/ membunuh sembilan tokoh penjahat, namun yang jadi dibunuh adalah: Abdul Uzza bin Khathal, Muqais bin Shababah, al-harits bin Nufail bin Wahb, seorang biduanita milik Ibnul Khathal. Sedangkan yang lainnya tidak jadi dibunuh karena ada yang memohonkan perlindungan kepada Rasulullah s.a.w. dan beliau memeberikan ampunan dan mereka menyatakan diri masuk Islam yaitu: Abdullah bin Abu Sarh, Ikrimah bin Abu Jahl, Habar Ibnul Aswad, seorang biduanita lainya milik Ibnul Khathal yang selalu mencaci Nabi Saw. dan Sarah, mantan budak yang kedapatan membawasurat Hatib bin Abi Batta’ah. Pada hari kedua setelah penaklukan, Rasulullah memberikan khutbah; diantara yang disampaikan beliau: o tidak dihalalkan menumpahkan darah dano tidak boleh mencabut tumbuh-tumbuhan/ menebang pohon/memotong rumput,o tidak boleh membawa pergi binatang buruannya di Makkah, dano selanjutnya menyatakan berlaku hukum qishash apabila terjadipembunuhan. Pengambilan sumpah setia (bai’at) terhadap penduduk Makkah yang baru masuk Islam, terlebih dahulu dilakukan terhadap kaum laki-laki kemudian disusul kaum perempuan bertempat di Shafa. Isi bai’at:o tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun,o tidak mencuri,o tidak berzina,o tidak membunuh anak-anak,o tidak bebuat dusta dano tidak mendurhakai Nabi dalam perkara yang ma’ruf.
Rasulullah mengirim Khalid bin Walid dan pasukannya untuk menghancurkan berhala Uzza (berhala yang paling besar) yang terletak di Nakhlah milik Quraisy dan Bani Kinanah, serta membunuh wanita telanjang berkulit hitam dengan rambut terurai yang menjadi pendamping berhala Uzza. Untuk menghancurkan berhala Suwa’ di Rahath, Nabi mengutus Amru bin al-Ash dan untuk menghancurkan berhala Manat milik Aus, Khazraj, Ghassan di Musyallal/ Qadid, beliau mengutus Sa’d bin Sahl al Asyhali.
PERANG
HUNAIN
Diluar Makkah mesih terdapat beberapa kabilah yang menolak masuk Islam dan merasa diri mereka kuat, tidak patut tunduk kepada kaum Muslimin misalnya kabilah: Hawazin, Tsaqif, Sa’d bin Bakr, Bani Hilal yang semuanya berasal dari Qais bin Ailan. Mereka berhimpun dibawah pimpinan Malik bin Auf an-Nashri, bahkan mereka bermaksud menyerang kaum Muslimin di Makkah. Mereka berangkat membawa pasukannya bersama dengan harta benda dan anak istri mereka, dan berhenti di Authas di lembah Hunain Pada hari Sabtu tanggal 6 Syawal tahun 8 H. Rasulullah besama dua belas ribu orang terdiri dari pasukan yang berasal dari Madinah ditambah orang-orang yang baru masuk Islam di Makkah, berangkat menuju ke lembah Hunain yang terletak disebelah Dzul Majaz dua belas mil dari Makkah kearah Arafah. Melihat banyaknya anggota pasukan, timbul perasaan takabur diantara para sahabat sehingga keluar ucapan “Hari ini kita tidak akan dikalahkan” Ucapan seperti ini telah menimbulkan kekhawatiran bagi Rasulullah s.a.w. Pada malam Rabu tanggal 10 Syawal mereka tiba di Hunain. Dipagi buta, ketika mereka sedang menuruni lembah Hunain , tiba-tiba mereka dihujani anak panah dan disergap musuh secara serentak, sehingga porak poranda, mundur kebelakang tidak lagi memperhatikan satu sama lain. Rupanya pihak musuh telah lebih dahulu sampai ditempat itu, mereka menyebar ke jalan-jalan masuk dan lorong-lorong persembunyian. Orang-orang yang sinis melihat kejadian tersebut mengeluarkan berbagai ejekan. Rassulullah turun dari baghalnya kemudian berdoa “Ya Allah berikanlah pertolonganmu” Beliau memerintahkan al- Abbas yang memiliki suara lantang untuk menyeru para sahabat agar berhimpun kebali menyusun kekuatan. Kedua pasukan saling melancarkan serangan dan perang menjadi semakin seru. Rasulullah mengambil segenggam tanah dan melemparkannya ke wajah-wajah musuh. Setiap musuh matanya penuh dengan tanah dan setelah itu semangat mereka patah dan lari meninggalkan pertempuran. Yang lari kearah Authas dikejar oleh pasukan dibawah pimpinan Abu Amir al Asy’ari dan beliau terbunuh dalam pertempuran. Yang lari kearah Nakhlah juga dikejar, dan Rafiah bin Rafi’ berhasil membunuh pimpinan pasukan musuh Duraid bin ash Shamah. Mayoritas musuh dari Hawazin dan Tsaqif dibawah pinpinan mereka Malik bin Auf an-Nashri melarikan diri ke Tha’if. Terkait dengan peristiwa ini, perhatikan firman Allah: berfirman dalam Al-Qur’am lrat 25. Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai Para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, Yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang Luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.26. kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.-- at-Taubah (9): 25,26 Rasulullah memerintahkan agar semua ghanimah yang berhasil dirampas dikumpulkan dan disimpan di Ji’ronah dibawah tanggung jawab Mas’ud bin Amru al-Ghifari, terdiri dari dua puluh empat ribu onta, empat puluh ribu lebih kambing, empat puluh ribu uqiyah perak. Terdapat enam ribu orang tawanan, diantaranya asy-Syaima binti al-Harits asy Sya’diyyah, saudara susu Nabi s.a.w. yang kemudian beliau kembalikan ke sukunya.
PERANG THA’IF. Khalid bin Walid bersama dengan seribu orang anggota pasukan, diperintahkan berangkat terlebih dahulu ke Tha’if, Rasulullah menyusul kamudian melalui Nakhlah, Yamaniyah, Qarnil, Manazil, dan Layyah. Benteng Malik bin Auf yang ada Layyah dihancurkan. Orang-orang Hawazin dan Tsaqif bertahan di dalam benteng di Tha’if. Benteng dikepung oleh pasukan Muslim cukup lama (ahli sejarah berbeda pendapat mengenai lamanya (empat puluh hari, dua puluh hari dan sebagainya) namun mereka tetap tidak dapat ditaklukan walaupun beteng sudah digempur dengan pelempar batu, kebun-kebun anggur disekitarnya telah dibakar, dan budak-budak mereka telah melarikan diri keluar benteng. Atas saran seorang sahabat Rasulullah s.a.w. mengumumkan untuk menarik diri dan pulang, namun karena ada yang memprotesnya, maka diperintahkan untuk menyerbunya sekali lagi tetapi tetap tidak berhasil. Musuh ibarat serigala yang bersembunyi di dalam guanya. Akhirnya seluruh pasukan ditarik mundur dengan keyakinan bahwa orang-orang Hawazin dan sekutunya tidak akan berani lagi melakukan perlawan. Karen Amstrong menulis dalam bukunya: Pada bulan Januari 631 M kota Tha’if terpaksa menyerah, satu tahun setelah diserbu pasukan Muslimin yang tidak membawa hasil. Sekutu mereka Hawazin telah masuk Islam dan mereka merasa terisolasi. Mereka menyatakan mau tunduk namun miminta kondisi-kondisi khasus: mereka minta diizinkan tetap dapat berizina, meminum khamar, dan tetap mempertahankan kuil al Latta. Semua permitaan mereka ditolakRasulullah s.a.w.. kecuali bahwa mereka tidak perlu menhancurkan sendiri kuil mereka. Tugas menghancurkan kuil al-Latta diserahkan kepada Abu Sufyan bin Harb. Pembagian Ghanimah di Ji’ronah Cara pembagian ghanimah yang diperoleh dari perang Hunain tidak seperti biasanya, yang terlihat seperti tidak adil karena tokoh-tokoh Quraisy dan kabilah-kabilah lainnya yang turut serta dalam peperangan ini mendapat bagian yang jauh lebih banyak. Abu Sufyan dan anaknya Muawiyah dan Yazid masing-masing mendapat seratus ekor onta dan perak empat puluh uqiyah. Hakim bin Nizam dan Shafwan bin Nizan masing-masing mendapat dua ratus ekor onta. Al Harits bin al-Harits bin Kaladah dan beberapa orang lainnya mendapat seratus ekor onta dan seterusnya. Begitu juga orang-orang Badui yang tidak ikut perang juga meminta bagian sehingga semua ghanimah habis terbagi. Pertimbangan Rasulullah Saw. dalam pembagian ini adalah karena banyak sekali manusia yang mudah dipimpin kearah kebenaran melalui perut mereka. Pembagian yang tidak dapat dipahami oleh sebagian orang, memunculkan berbagai komentar untuk memprotes kebijakan tersebut. Kaum Anshar termasuk golongan yang terkena dampak kebijakan tersebut, mereka tidak mendapat ghanimah perang Hunain, sehingga keluar ucapan: “Demi Allah, Rasulullah s.a.w. telah bertemu dengan kaumnya sendiri” Rasulullah Saw. meminta Sa’d bin Ubadah mengumpulkan kaumnya (Anshar), kemudian beliau memnyampaikan khutbah yang intinya bahwa memberikan ghanimah kepada orang yang baru masuk Islam adalah untuk menarik hati mereka, sedangkan kaum Anshar sendiri akan mendapatkan yang jauh lebih berharga yaitu diri Rasulullah s.a.w. sendiri. Kemudian kaun Hawazin mengirim utusan yang dipimpin Zuhair bin Shard (terdapat didalamnya Abu Barqan paman Nabi) kepada Rasulullah di Makkah, mereka menyatakan diri masuk Islam, kemudian mengharapkan keluarga dan harta mereka dikembalikan. Keluarga mereka semuanya dikembalikan sedangkan harta mereka ada yang dikembalikan dan ada juga yang tidak mau mengembalikanya. Melaksanakan Umroh dan kembali ke Madinah. Pada tanggal 24 Dzul Qa’dah tahun 8 H, setelah melaksanakan umroh, Rasulullah s.a.w. berserta rombongannya kembali ke Madinah. dan mengangkat Attab bin Usaid sebagai wakil beliau di Makkah. Oleh penduduk Madinah beliau dihormati dan dijaga, dilindungi dan dibela dengan jiwa dan raga, mengikuti sinar kebenaran yang diturunkan Allah kepada beliau. Demi tegaknya agama Allah mereka tidak gentar menhadapi permusuhan dari pihak mana pun juga. Allah berfirman :…Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik"-- Yusuf (12) : 90. Beberapa Ekspedisi Setelah Fathu Makkah Berbagai ekspedisi dikirim Rasulullah s.a.w. ke berbagai daerah untuk menjaga stabilitas keamanan, sekali gus memungut Zakat dan Jizyah, serta berdakwah, diantaranya: 1. Ekspadisi Uyainah bin Hishn ke Bani Tamin, bulan Muharram tahun 9 H., 50 orang penunggang kuda. 2. Ekspedisi Quthbah bin Amir ke Tibalah/Kats’am, bulan Shafar tahun 9 H, 20 orang anggota. 3. Ekspadisi adh-Dhahak ke Bani Kilab, Rabiul Awal tahun 9 H. 4. Ekspedisi Alqamah bin Maizar ke pesisir Jiddah, Rabiul Awal tahun 9 H. berasama 150 orang anggota. 5. Elspedisi Ali bin Abi Thalib ke Thai’, Rabiul Awal tashun 9 H.
PERANG TABUK
Latar Belakang Peperangan.
Sebagai dampak dari perang Mu’tah, kaisar Romawi melihat
bahwa sikap kabilah-kabilah Arab setelah itu, berupaya melepaskan diri dari
kekuasaan Kaisar lalu bergabung dengan kaum Muslimin. Hal ini merupakan bahaya
yang mengancam kekuasaan Romawi di perbatasan wilayah Syam. Kaisar mempersiapkan
pasukan besar yang bekekuatan empat puluh ribu orang terdiri dari
orang-orang Romawi dan orang-orang Arab yang beragana Nasrani dan
berafiliasi seperti Bani Ghasan. Lakhm dan Judzam. Pasukan mereka yang
terdepan telah sampai di Balqa.
Persiapan perang yang dilakukan Kaisar tersebut beritanya
telah sampai kepada penduduk Muslim Madinah yang membuat mereka merasa
tercekam. Sebaliknya terjadi dikalangan kaum munafiq yang
tetap menharapkan perpecahan dalam Islam, mereka melihat akan
datang kesempatan bagi mereka untuk menuntut balas. Kaum munafiq telah
membangun Masjid Dhirar di Quba, yang direncanakan
untuk
tempat
membunuh Nabi s.a.w. Mereka merencanakan akan menyerang dari arah
belakang, apabila Romawi telah datang menyerang. Romawi behubungan dengan
kaun munafiq melalui seorang bernama Abu Amir al-Fasiq.
Allah berfirman dalam al Qur’an surat
at- Taubah (9): 107
107. dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang
yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang
mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin
serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya
sejak dahulu[*]. mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain
kebaikan." dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta
(dalam sumpahnya).
[*] Yang
dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu
ialah seorang pendeta Nasrani bernama Abu 'Amir, yang mereka tunggu-tunggu
kedatangannya dari Syiria untuk bersembahyang di masjid yang mereka dirikan
itu, serta membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslimin. akan
tetapi kedatangan Abu 'Amir ini tidak Jadi karena ia mati di Syiria. dan masjid
yang didirikan kaum munafik itu diruntuhkan atas perintah Rasulullah s.a.w.
berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah kembali dari perang Tabuk.
Rasulullah s.a.w. mempersiapkan diri untuk menghadapi perang
besar tersebut. Dalam pada itu turunlah beberapa ayat dari surat at-Taubah yang membangkitkan Umat
Isalam untuk berperang. Rasulullah s.a.w.. mendorong mereka untuk
bershadaqah dan menginfaqkan hartanya fi sabilillah. Orang Muslim
berlomba-lomba melakukan persiapan perang dan menginfaqkan harta yang mereka
miliki. Yang tidak mendukung seruan tersebut adalah orang-orang
munafiq dan orang-orang Badui yang menyatakan tidak mau bergabung.
(At-Taubah : 44-57)
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an
92. dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila
mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu
berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu
mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan,
lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. ( Maksudnya: mereka bersedih hati karena tidak mempunyai
harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi
berperang.) -- At Taubah : 92
.. (orang-orang munafik itu) Yaitu orang-orang yang mencela
orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela)
orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. – AT Taubah n 79
Pada bulan Rajab tahun 9 H, Rasulullah s.a.w. memutuskan
berangkat untuk menghadapi musuh didaerah perbatasan. Seluruh
personil pasukan sebanyak tigapuluh ribu personil, yang tidak didukung
logistik yang memadai, tiba di Tabuk dan berkubu disana dan telah siap untuk
berperang. Apa yang terjadi kemudian adalah bahwa orang-orang Romawi dan
sekutunya merasa ketakutan dan tidak berani melakukan perlawanan, bahkan
mereka terpencar dalam batas-batas wilayah mereka sendiri. Rasulullah berdiam
di Tabuk selama 20 hari, sambil menerima utusan dan mengadakaan
perjanjian perdamaian dengan pimpinan kabilah Arab yang telah
menganut agama Nasrani. Pada bulan Ramadhan tahun 9 H. beliau kembali ke
Madinah dan peperangan ini memakan waktu 50 hari. Dan merupakan
peperangan terakhir uyang diikuti Rasulullah SAW.
Karen Amstrong menulis dalam bukunya: Pada bulan Oktober
630 M …pasukan berangkat menuju perbatasan Byzantium, tiba di Tabuk
kira-kira 250 mil utara-barat Madinah dan berada disana kira-kira 10 hari….Ketika
disana Muhammad membuat pakta dengan para pemimpin lokal. Raja Kristen Yahunna
(Yannah bin Raubah) dari Eliat (Ailah) di Israel modern datang mengunjunginya,
demikian juga tiga pemukiman Yahudi di Jarba dan Adhruh diwilayah yang kini
disebut Yordania, dan Maqna dipesisir Laut Merah. Jumat al Jandal
menghadap, dan dia juga datang untuk berdamai dengan Muhammad
Beberapa catatan penting setelah Perang Tabuk
1.` Setelah
Rasulullah kembali ke Madinah beliau memerintahkan agar Masjid
Dhirar dihancurkan.
1. Terjadi li’an antara Uwaimir al- Ajlani dan
istrinya.
2. Seorang wanita Ghamidiyyah dirajam
setelah ia mengaku telah berzina (setelah anaknya hasil perbuatan zina itu di
sapih)
3. Najasy Ash-Hamah raja Habasyah
meninggal dunia, dan Rasulullah melaksanakan shalat ghaib.
4. Ummu Kaltsum putri Rasulullah s.a.w.
istri Utsman bin Affan meninggal dunia.
5. Gembong munafiq Abdullah bin Ubay
meninggal dunia. Rasulullah menshalatkannya, kemudian turun ayat at Taubah : 84-85)
yang melarang menshalatkan jenazah orang munafiq.
.
dan janganlah kamu
sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati
diantara mereka, dan janganlah kamu
berdiri (mendoakan) di kuburnya. sesungguhnya ereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasi.
85. dan janganlah
harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki
akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang
nyawa mereka, dalam Keadaan kafir.
Ayat-ayat al Qur’an yang turun seputar
peperangan, lihat surat at-Taubah (al-Baraah), ada yang turun sebelum
umat Islam berangkat ke Tabuk ada yang turun setelah berangkat (dalam
perjalanan) dan ada yang turun setelah kembali ke Madinah
Abu Bakar ash-Shiddiq memimpin Haji
Pada bulan Dzul Hijjah tahun 9 H. Abu
Bakar ash-Shiddiq r.a sebagai Amirul
Haj memimpin pelaksanaan haji untuk kaum Muslimin. Pada saat
itu turun permulaansurat at-Taubah
yang menggugurkan perjanjian yang telah diadakan antara Nabi s.a.w.
dengan orang-orang musyrik. Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib r.a
untuk menjumpai Abu Bakar agar menyampaikan hal ini, yaitu
untuk memutuskan ikatan perjanjiaan damai yang telah ada diantara kaun
musyrikin dan kaum Muslimin. Abu Bakar r.a mengutus
beberapa orang untuk menyampaikan pengumuman kepada orang-orang:
” Ketahuilah setelah tahun ini
tidak seorang musyrik pun boleh melakukan ibadah haji dan tidak boleh ada
seorang pun yang berthawaf di Ka’bah dengan telanjang.”
Masuk Islam Secara Berbondong
Perang Penaklukan Makkah merupakan
peperangan yang menentukan menumpas paganisme secara total.
Orang-orang Arab telah dapat mengenal mana yang haq dan mana yang bathil,
dan tidak ada lagi keraguan bagi mereka dan merekapun bersegera masuk
Islam.
Berbagai utusan datang ke Madinah secara
terus menerus untuk memasuki agama Allah. Banyaknya orang-orang yang
masuk Islam terlihat dari meningkatnya jumlah pasukan Islam yang ketika
Penaklukan Makkah berkekuatan sepuluh ribu prajurit, tiba-tiba
membengkak menjadi tiga puluh ribu orang pada Perang Tabuk, dalam rentang
waktu kurang dari satu tahun. Kemudian pada Haji Wada terlihat seratus
dua puluh empat ribu orang mengelilingi Rasulullah s.a.w.,mereka mengucapkan
talbiyah, takbir, dan tahmid yang menggema di angkasa.
Para utusan yang datang secara silih
berganti selama tahun 9 dan 10 H. terdapat tidak kurang dari 14 utusan
yang diterima Rasulullah s.a.w., diantaranya:
1. Utusan raja-raja Yaman, al-Harits bin Abdi Kalal,
an- Nu’man bin Qail Dzi Ru’ain, dan Ma’afir untuk menyatakan ke islaman mereka.
2. Utusan Najran. Abdul Masih, al- Aiham
atau Syurabil, Abu Haritsah bin al-Qamah. Mereka menganut agama Nasrani
dan menyatakan bersedia membayarjizyah.
3. Utusan Bani Hanifah dari Yamamah. Diantara utusan terdapat nama
Musailamah bin Tsumanah yang kemudian digelari al Kadzdzab (pendusta), karena orang ini didepan
Nabi s.a.w. menyatakan akan mengikuti Nabi jika kelak sepeninggal beliau
mau memberikan kekuasaan kepadanya. Didepan sukunya dia mengatakan telah
bersekutu kepada Nabi, bahkan mengaku sebagai nabi, dan
didalam ajarannya dia menghalakan khomer dan perzinahan. Dia berhasil
dibunuh pada perang Yamamah, pada masa Kalifah Abu Bakar ash Shiddiq r.a.
Banyak lagi orang-orang di jazirah Arab yang datang
seperti dari penduduk Yaman , Bani Sa’ Hudzaim dari Qudha’ah, Bani
Asad, dan lain-lain dan yang terakhir pada pertengahan Muharram
tahun 11 H. utusan dari Nakha’ sebanyak dua ratus orang.
Banyak orang-orang yang masuk Islam karena mengikuti pemimpin
mereka, Hati mereka belum bersih dari keinginan mengadakan perlawanan seperti
terjadi pada orang-orang Arab badui, yang digambarkan Allah SWT didalam
al Qur’an surat at -Taubah ayat 97-99
97. orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan
kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan
Allah kepada Rasul-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
98. di antara
orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di
jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan Dia menanti-nanti marabahaya
menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui.
99. di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman
kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan
Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan
untuk memperoleh doa rasul. ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu
jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan
memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
HAJI WADA’
Rasulullah s.a.w. beserta rombongan berangkat menuju Makkah pada
hari Sabtu tanggal 26 Dzul Qa’dah tahun 10 H., setelah shalat Dzuhur dan
menjelang waktu Ashar tiba di Dzul Hulaifah kemudian shalat ashar dua
rakaat. Menginap semalam di Dzul Hulaifah, dan keesokan harinya menjelang
shalat zhuhur beliau mandi, setelah itu memakai kain dan rida’nya lalu shalat zhuhur dua
rakaat. Setelah shalat beliau mengucapkan talbiah untuk memulai haji dan umrah ditempat
shalat itu.
Beliau meneruskan perjalanan dengan mengenderai ontanya al-
Qashwa’melalui padang
sahara, hinga mendekati Makkah, mereka bermalam di Dzi Thuwa.
Setelah shalat Shubuh dan mandi, pada Ahad pagi tanggal
4 Dzul Hijjah tahun 10 H beliau memasuki Makkah, setelah menempuh perjalanan
selama delapan malam. Setelah memasuki Masjidil Haram, beliau melakukan thawaf, lalu melakukansa’i
antara Shafa dan Marwah tanpa bertahallul karena beliau melakukan haji Qiran. Kemudian
beliau menetap di al-Hijun. Beliau tidak melakukan thawaf lagi kecuali
thawah untuk haji.
Kepada para sahabat yang tidak membawa hewan qurban, beliau
memerintahkan agar menjadikan ihram mereka sebagai umrah, yaitu dengan
melakukan thawaf mengelilingi Ka’abh dilanjutkan dengan melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah, kemudian bertahallul secara sempurna.
Pada tanggal 8 Dzul Hijjah, yaitu pada hari Tarwiyah, beliau
menuju Mina dan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’ dan Shubuh disana.
Beliau menunggu beberapa saat hingga matahari tergelincir, lalu berangkat ke
Arafah. Pada tanggal 9 Dzul Hijjah tahun 10 H., ditengan-tengah lembah dimana
berkumpul seratus dua puluh empat ribu orang, dan beliau
berkhutbah:
“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin
setelah tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini
untuk selama-lamanya”
“Sesunguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi
kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapa pun juga) seperti
kesucian hari ini dan bulan sekarang ini di negeri kalian ini. Ketahuilah
sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak beleh
berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana
berlaku pada masyarakat jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak
pembalasan jahiliyah seperti itu yang pertama kali kunyatakan tidak
berlaku adalah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi’ah bin Al Harits.”
“Riba jahiliyah tidak berlaku dan riba yang pertama
kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya
segala macam riba tidak beleh berlaku lagi.”
“Takutlah kepada Allah dalam memeperlakukan wanita, karena
kalian mengambil mereka sebagai amamat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan
bagi kalian dengan nama Allah. Hak kalian dari mereka ialah mereka sama sekali
tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian..
Jika mereka melakukan hal itu , maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak
membahayakan. Sedangkan hak mereka dari kalian adalah kalian harus memeberi
nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik”
“Sungguh aku telah meninggalakan sesuatu kepada
kalian yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan sesat
selama-lamanya yaitu Kitabullah”
“Wahai manusia sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudah aku, dan
tidak ada umat lagi sepeninggal kalian. Ketahuilah , sembahlah Rabb
kalian, dirikanlah shalat lima waktu kalian, laksanakan shaum Ramadhan
kalian, bayarlah zakat harta kalian secara suka rela, tunaikan haji di rumah
Rabb kalian dan ta’atlah ‘Pemimpin’ kalian, niscaya kalian masuk surga
Rabb kalian.’
“Kalian akan ditanya tentang aku, maka apakah yang hendak
kalian katakan? Mereka
menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah),
telah menunaikan (amanat) dan memberi nasehat.” Sambil menunjuk kelangit dengan
jari telunjuknya beliau berkata:” Ya Allah, saksikanlah” (tiga kali).
Adapun yang berseru dihadapan orang-orang untuk
menirukan khutbah beliau itu (agar didengar oleh orang yang hadir)
adalah Rabia’ah bin Umayyah bin Khalaf.
Setelah Nabi SAW menyampaikan khutbah, turunlah firman Allah
Ta’ala:
“….pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu,..” Al Maidah (5): 3
Setelah khutbah Bilal mengumandangkan adzan dan disusul dengn
iqamat . Kemudian Rasulullah s.a.w.
mengimami orang-orang melakukan shalat Zhuhur. Bilal
mengumandangkan iqamat lagi lalu beliau melakukan shalat Ashar.
Beliau tidak melakukan shalat apapun diantara shalat dzuhur dan Ashar.
Kemudian beliau menunggangi al- Qashwa menuju tempat wuquf. Beliau tetap
wuquf sampai matahari terbenam, dan berwana kekuning-kuningan menghilang
sedikit. Setelah membonceng Usamah di ontanya beliau berangkat menuju
Muzdalifah. Disana beliau melakukan shalat maghrib dan isya dengan satu
adzan dan dua iqamat, setelah itu beliau berbaring hingga terbit fajar,
kemudian melakukan shalat subuh. Kemudian beliau menunggang al
Qashwa menuju Masy’aril Haram, menghadap kearah Qiblat, berdoa,
bertakbir, bertahlil dan mengesakan Allah.
Sebelum matahari terbit, beliau berangkat dari Muzdalifah menuju
Mina. Beliau membongceng al-Fadlal bin al-Abbas hingga tida di
Mahsar. Dan bergerak menuju ke Jumrah Kubra. Didekat sebuah pohon dan
dinamakan Jumrah Aqabah beliau melempar dengan tujuh kerikil, sambil bertakbir
setiap kali lemparan, kemudian beranjak menuju tempat penyembelihan
Qurban, beliau menyembelih enam puluh tiga hewan qurban dengan tangannya
sendiri sisanya disembelih oleh Ali Bin Abi Tahalib.Dari seratus ekor hewan
yang disembelih mereka ambil sedikit dagingnya lalu dimasak dan dimakan. Lalu
beliau menungganng al-Qashwa menuju Makkah dan shalat Zhuhur disana.
Pada hari qurban ,yaitu tanggal 10 Dzul Hijjah , tepatnya waktu
Dhuha Nabi s.a.w.. menyampaikan khutbah lagi diatas punggung baghal
dan ditirukan oleh Ali. Dalam khutbahnya beliau mengulangi sebagian isi
khutbah sehari sebelumnya, diantaranya beliau sampaikan juga:
“Kalian akan menghadap Rabb kalian, dan Dia akan bertanya
kepada kalian tentang amal-amal kalian. Maka sepeninggalku nanti
jangan kalian kembali menjadi sesat, sebagian kalian memenggal leher
sebagian yang lain”
“Ketahuilah, janganlah seseorang berbuat aniaya terhadap
anaknya, dan janganlah seseorang anak berbuat aniaya terhadap orang
tuanya. Ketahuilah sesungguhnya syaitan telah berputus asa untuk dapat disembah
di negeri kalian selama-lamanya. Namun dia akan ditaati dalam
kaitannya dengan amal-amal yang kalian remehkan , maka diapun merasa puas
terhadap hal itu.”
Pada hari-hari tasriq, beliau berada di Mina untuk
melaksanakan manasik yang lain, mengajarkan syari’at, berdzikir
kepada Allah, menegakkan sunnah-sunnah petunjuk dari milah Ibrahim,
dan menghapus pengaruh-pengaruh syirik serta tanda-tandanya. Beliau
menyampaikan khutbah seperti hari-hari sebelunnya setelah turun surat an-Nashr.
Pada hari Nafar Tsani yatu tanggal 13 Dzul Hijjah, Nabi
s.a.w. beranjak dari Mina lalu singgah di suatu lembah di
perkampungan Bani Kinanah, beliau menghabiskan hari itu dan pada
malam harinya: shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya kemudian tidur sejenak,
lalu berangkat menuju Ka’bah untuk melakukan thawaf
Wada’. Kemudian mereka kembali ke Madianah.
Ekspedisi Terakhir
Kesombongan negara Romawi telah
mendorongnya untuk membunuh pengikutnya yang masuk Islam, seperti
dilakukan terhadap Farwah bin Amru al Judzami, yang sebelumnya menjadi gubernur
Mu’an yang berada dibawah kekuasaan Romawi.
Pada bulan Shafar tahun 11 H.
Rasulullah s.a.w. menyiapkan pasukan yang besar dengan komandannya
Usamah bin Zaid dengan perintah untuk segera mendatangi Balqa’ dan Darum di
Pelestina. Tujuannya untuk menakut-nakuti Romawi dan mengembalikan
kepercayaan dihati orang-orang Arab yang tinggal di perbatasan.
Usamah bun Zaid masih muda
usianya, sehingga orang-orang pun meragukannya dan tidak segera
bergabung. Namun Nabi s.a.w. berhasil meyakinkan orang-orang tentang
keberanian dan kemampuan Usamah dan mengingatkan mereka
kepada ayah Usamah yaitu Zaid bin Haritsah yang gugur di
perang Mu’tah melawan tentera Romawi.
Mereka pun berangkat hingga tiba
di al-Jurf , kemudian mereka mendengar berita sakitnya
Rasulullah s.a.w., sehingga mereka menunda rencana ini dan kembali ke
Makkah.
KEMBALI KEHARIBAAN ILAHI
Tanda-tanda perpisahan.
Pada bulan Ramadhan 10 H beliau
melakukan i’tikaf selama
dua puluh hari, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya hanya selama sepuluh
hari. Pada tahun itu pula Jibril datang dua kali untuk mengajarkan
al-Qur’an kepada beliau.
Pada waktu haji wada’ beliau
berkata: “Sesunguhnya
aku tidak mengetahui secara pasti, boleh jadi aku tidak akan bertemu lagi
dengan kalian setelah tahun ini selamanya” Ketika berada di Jumrah
Aqabah beliau berkata: “Ambillah
dariku manasik kalian, boleh jadi aku tidak dapat melakukan haji
lagi setelah tahun ini.” Pada pertengahan hari-hari tasyriq, turun surat an-Nashr
kepada beliau, sehingga beliau mengetahui bahwa itu merupakan tanda perpisahan
bagi diri beliau.
Pada awal bulan Shafar tahub 11 H, Nabi
s.a.w. pergi ke Uhud, lalu menshalati syuhada Uhud sebagai tanda
perpisahan bagi orang-orang yang hidup dan meninggal. Kemudian beliau
beranjak menuju mimbar seraya berkata: “ Sesungguhnya aku mendahului
kalian, dan aku menjadi saksi atas kalian. Demi Allah, sungguh aku melihat
telagaku, sekarang ini. Sesungguhnya aku telah diberi kunci-kubci
perbendaharaan dunia. Demi Allah aku tidak khawatir kalian akan menjadi musyrik
sepeninggalku, tetapi aku khawait kalian akan berloma-lomba memperebutkan
dunia”
Pada suatu pertengahan malam, beliau
pergi ke Baqi’. Lalu memintakan ampunan untuk orang-orang yang dikubur ditempat
itu. Beliau berkata: akan menyusul kalian” “Selamat sejahtera kepada
kalian wahai para penghuni kubur. Semoga diringankan (siksa) atas
kalian karena dosa yang pernah kalian lakukan, sebagaimana apa yang telah
dilakukan oleh manusia. Fitnah datang seperti gumpalan-gumpalan malam yang yang
gelap, silih berganti; yang akhir lebih buruk dari yang pertama. Sesungguhnya
kami akan menyusul kalian”
Masa Sakit Rasulullah s.a.w.
Pada hari Senin tanggal 29 Shafar
tahun 11 H, Rasulullah s.a.w. setelah menghadiri pemakaman
jenazah di Baqi’ beliau merasakan sakit kepala dan suhu badannya
naik. Selama sakit, istri-istri beliau sepakat memberi izin untuk memindahkan
beliau dan merawatnya dirumah Aisyah.
Lima hari sebelum Rasulullah s.a.w. wafat,
suhu badan beliau meningkat dan sakit beliau bertambah parah, beliau
minta diguyurkan air. Setelah merasa agak ringan, beliau masuk kedalam Masjid
dengan kepala diikat, lalu duduk diatas mimbar dan berbicara kepada orang-orang
yang telah berkumpul: “Laknat Allah semoga tertimpa
kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani; mereke telah menjadikan kuburan
nabi-nabi mereka sebagai masjid. Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai
berhala yang disembah”
Beliau menawarkan diri untuk diqishash
dengan mengatakan: “
Barangsiapa pernah kupukul punggungnya maka inilah punggungku, silakan
membalas. Barang siapa kehormatannya pernah saya cela, maka inilah
kehormatanku, silakan membalasnya”
Ketika itu ada seorang berkata: Engkau masih memiliki tanggungan
terhadapku tiga dirham” Kemudian beliau berkata: “ Berikan
kepadanya wahai Fadlal”
Selanjutnya beliau memberi nasehat
antara lain agar memperhatikan orang-orang Anshar yang telah mendukung
perjuangan Nabi s.a.w. dan menyatakan bahwa orang yang paling
bermurah hati kepada beliau dalam harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar
ash-Shiddiq, yang sepantasnya beliau angkat sebagai khalil (teman
kesayangan), namun persaudaraan Islam adalah labih baik.
Empat hari sebelum wafat, hari
Kamis, Rasulullah s.a.w. walaupun sakit masih tetap mengimami shalat.
Pada shalat Maghrib beliau mengimami shalat dengan memabaca surat al-Mursalat.
Namun pada shalat Isya, Nabi s.a.w. setelah sadar dari pingsan sampai tiga
kali, melalui Aisyah r,a., beliau meminta agar Abu Bakar
untuk menjadi Iman shalat.
Pada hari Sabtu atau Ahad, Nabi s.a.w.
merasa sakitnya agak ringan, beliau keluar dengan dipapah dua orang
lelaki untuk shalat Zhuhur. Abu Bakar yang kekita itu sedang memimpin
shalat hendak mundur, namun beliau memberi isyarat agar tidak
mundur, kemudian beliau didudukkan disebelah kiri Abu Bakar,
lalu Abu Bakar mengikuti shalat Rasulullah s.a.w. dan memperdengarkan takbir
kepada orang-orang.
Pada hari Ahad, sehari sebelum wafat
Nabi s.a.w. memerdekakan budak-budak lelakinya, menshadaqahkan tujuh dinar dari
harta yang dimilikinya, menghibahkan senjatanya kepada kaum
Muslimin. Pada malam itu Aisyah meminjam minyak lampu dari tetangganya
sementara baju besinya telah digadaikan kepada orang Yahudi senilai tiga puluh sha’ gandum.
Pada hari Senin, ketika Abu Bakar r.a.
sedang mengimami shalat Shubuh, Rasulullah s.a.w menyingkap tabir
kamar Aisyah, memperhatikan mereka yang berada dalam shaf-shaf shalat di
Masjid. Abu Bakar mundur hendak berdiri di shaf, namun beliau
memberikan isyarat dengan tangannya untuk meneruskan shalat.
Pada waktu dhuha hampir habis, beliau
memanggil Fatimah dan membisikkan bahwa beliau telah akan wafat
(mendengan ini Fatimah menangis) dan mengabarkan bahwa Fatimah adalah anggota
keluarga beliau yang akan segera menyusul beliau (mendengar perkataan
ayahnya Fatimah tertawa, dan ternyata Fatimah meninggal enam bulan
kemudian). Fatimah berkata: “Alangkah berat penderitaan ayah”
Beliau menjawab: “Sesudah
hari ini ayahmu tidak akan menderita lagi” Beliau juga masih sempat memberi nasihat beberapa
kali: “(Perhatikan)
shalat dan budak-budak yang kalian miliki”
Saat Terakhir dan wafatnya Rasulullah s.a.w.
Aisyah r.a. menyandarkan tubuh Rasulullah s.a.w.
kepangkuannya, menyikat gigi beliau dengan siwak yang telah dilembutkan,
setelah itu beliau memasukkan kedua tangannya kedalam bejana yang berisi
air dihadapan beliau, lalu mengusapkannyaa kewajah beliau seraya berkata: “La ilaha
illallah, sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya” Beliau
mengangkat jari-jarinya, mengarahkan pandangannya ke langit-langit, kedua
bibirnya bergerak-gerak: “Ya
Allah ampuni aku, rahmati aku,dan pertemukanlah aku dengan Kekasihku Yang Maha
Tinggi. Ya Allah Kekasih Yang Maha Tinggi” Beliau mengulangi kalimat sampai
beberapa kali.
Inna lillahi wa inna ialaihi raji’un. Beliau wafat pada hari Senin tanggal 12
Rabiul Awal tahun 11 H, pada usia enam puluh tiga tahun lebih empat
hari.
Sikap Para Sahabat
Berita tentang wafatnya Rasulullah
s.a.w. telah membuat Umar Ibnul Khaththab r.a hilang kesadaran.
Umar beranggapan bahwa Rasulullah s.a.w. tidak wafat, tetapi beliau
pergi menghadab Rabbnya untuk sementara dan pasti akan kembali.
Umar baru menyadari kekeliruannya setelah Abu Bakar r.a. menenteramkan
mereka dengan berkata: “Barang siapa diantara
kalian menyembah Muhammad s.a.w. sesungguhnya Muhmmad telah wafat.
Dan barang siapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup, tidak mati”,
serta membacakan firman Allah Ta’ala dalam surat
Ali Imran ayat 144 yang artinya:
“ Muhammad itu tidak lain hanyalah
seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[*]. Apakah
jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa
yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada
Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.
[*] Maksudnya: Nabi
Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul.
Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. ada yang wafat karena terbunuh ada pula
yang karena sakit biasa. karena itu Nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat
seperti halnya Rasul-rasul yang terdahulu itu. Di waktu berkecamuknya perang
Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. berita ini
mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan
kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik
mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi tentulah Dia tidak akan
mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menenteramkan hati kaum
muslimin dan membantah kata-kata orang-orang
munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). Abu Bakar r.a.
mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan para sahabat
di hari wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. untuk menenteramkan Umar Ibnul Khaththab
r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan Nabi itu. (Sahih Bukhari bab Ketakwaan Sahabat).
Mengurus dan Mengubur Jenazah Rasulullah s.a.w.
Sebelum jenazah Rasulullah s.a.w. diurus, timbul
perselisihan dalam persoalan khilafah. Dialog dan perdebatan terjadi antara
kaun Muhajirin dan Ashar di Saqifah Bani Sa’idah. Akhirnya
menjelang malam Selasa, mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar
r.a sebagai khalifah.
Jenazah Rasulullah s.a.w terbujur di tempat tidur
ditutupi kain hitam. Pintu rumah ditutup oleh keluarga beliau. Jenazah
beliau dimandikan oleh al-Abbas dan kedua putranya al-Fadhal dan Qatsam,
Ali bin Abi Thalib, Syarqam (mantan budak Nabi s.a.w), Usamah bin Zaid, Aus bin
Khauli. Jazad beliau dikafani dengan tiga lembar kain putih dari bahan
katun, tanpa memberi pakaian dalam dan sorban. Atas saran Abu Bakar r.a.
beliau dimakamkan persis dibawah tempat tidur beliau.
Orang-orang masuk secara bergiliran sepuluh-sepuluh
untuk meshalatkan Rasulullah s.a.w., tampa ada yang
menjadi imam. Pertama-tama dari keluarga beliau, kemudian kaum Muhajirin, lalu
kaum Anshar. Setelah kaum lelaki disusul oleh kaum wanita, kemudian anak-anak.
Rasulullah s.a.w. dimasukkan ke liang lahat pada malam Rabu, tengah
malam.
RUMAH TANGGA NABI S.A.W.
Rasulullah s.a.w. memperoleh keistimewaan
dibandingkan dengan umatnya dalam hal pernikahan, yaitu beliau dihalalkan untuk
menikahi wanita lebih dari empat orang dengan beberapa tujuan. Jumlah wanita
yang pernah beliau nikahi ada tiga belas orang. Sembilan orang dari
mereka meninggal dunia setelah belaiu wafat, dua orang meninggal dunia
semasa hidup beliau, yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, dan dua
orang belum beliau jamah.
Istri-istri Rasulullah s.a.w. :
1. Khadijah
binti Khuwalid. Pernikahan Rasullah s.a.w. dengan Khadijah mempunyai anak
: Al Qasim (meniggal sewaktu masih kecil), Zainab (menikah dengan Abul
al-Ash kemenakan Khadijah), Ruqayyah ( menikah dengan Utsman bin
Affan, Ummu Kalsum (menikah dengan Utsman, setelah Ruqayaah
meningal) dan Abdullah (meninggal masih kecil). Fatimah menikah
dengan Ali bin Abi Thalib, anak mereka Hasan, Husen, Zainab dan Ummu
Kaltsum.
2. Saudah binti Zam’ah. Rasulullah menikah
dengan Saudah (Janda Sukrah bin Amru, anak pamannya) pada bulan Syawal tahun ke
10 dari masa kenabian setelah Hadijah meninggal
3. Aisyah binti Abu Bakar, dinikahi pada
bulan Syawal tahun ke 11 dari masa kenabian atau tiga tahun sebelum hijrah.
Umur Aisyah ketika itu baru enam tahun, dan baru digauli setelah berumur
sembilan tahun setelah hijrah ke Madinah. Aisyah adalah istri yang paling
beliau cintai, paling faqih dan berilmu secara umum.
4. Hafshah binti Umar Ibnul Khaththab.
Seorang janda yang ditinggal mati suaminya setelah perang Badr, Khunais bin
Hudzafah as-Shahmi. Dinikahi oleh Rasulullah s.a.w. pada tahun 3 H. ( Karen
Amstrong : Hapsah berumur 18 tahun, padai. dapat membaca dan menulis)
5. Zainab binti Khuzaimah. Dia adalah seorang
janda yang ditinggal mati suaminya dalam perang Uhud: Abdullah bin
Jahsy . Dia digelari Ummul Masakin. Dinikahi Rasulullah s.a.w pada tahun
4 H. Tiga bulan setelah menikah, beliau meninggal dunia.
(K.A.: Anak kepala suku Badui dari keluarga
Amir, janda Ubaidah bin al-Harits(?)
yang shahid diperang Uhud)
Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah. Dia
seorang janda yang ditinggal mati
suaminya, Abu Salamah, setelah memimpin suatu ekspadisi
memerangi Bani Asad bin Khuzaimah. Dinikahi Rasulullah
s.a.w. pada bulan Syawal tahun 4 H.
7. Zainab binti
Yahsy bin Rabab. Dia adalah anak bibi Nabi dan seorang janda yang dicerai
suaminya Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi). Dinikahi Rasulullah pada
bulan Dzul Qa’dah tahun 5 H Latar belakang perkawinan, lihat Q.S. al
Ahzab :37
8.
Juwairiyah binti al-Harits, anak pemimpin Bani Mushthaliq dari
Khuza’ah, yang bernama al-Harits bin Abi Dhirar. Dia ditawan dalam peperangan
diwilayah Qadid oleh Tsabit bin Qais, kemudian ditebus oleh Rasulullah
s.a.w dan dinikahinya dalam bulan Sya’ban tahun 6 H
9. Ummu Habibah
Ramlah binti Abu Sufyan bin Harb. Dia adalah janda ditinggal suaminya, Abdullah
bin Yahsy, karena beralih ke agama Nasrani dan meninggal ketika
mengungsi di Habasyah. Setelah pulang ke Madinah pada tahun 7 H. dia
dinikahi Rasulullah s.a.w.
10. Shafiyyah binti
Huyay bin Akhthab, . putri pimpinan Bani Quraizhah dan Bani Nadhir.
Dia tertawan dalam perang Khaibar dimana suaminya Kinanah bin Abul Haqiq
mati dibunuh karena berhianat. Setelah dibebaskan dan masuk Islam
dia dinikahi Rasulullah s.a.w. pada tahun 7 H. setelah penaklukan Khaibar.
11. Maimunah binti
al Harits. Dia adalah saudara kandung istri al-Abbas, dinikahi Nabi pada Umrah
Qadha’ tahun 7 H. setelah bertahallul.
Salah satu budak yang dimiliki dan digauli Nabi s.a.w adalah
Mariyyah al Qibthiyyah, hadiah dari raja Mesir Muqauqis pada tahun 7
H. Beliau memperoleh seorang anak yang diberi nama Ibrahim, yang kemudian
meninggal dunia ketika masih kecil di Madinah, pada tanggal 29 Syawal tahun 10
H.
Latar belakang pernikahan.
Pernikahan Rasulullah s.a.w. dengan
sejumlah wanita-wanita itu terjadi setelah tiga puluh tahun melewati masa
mudanya, dimana beliau hanya menikahi seorang istri dan itupun
sudah seperti nenek-nenek, yaitu Khadijah kemudian Saudah, setelah Khadijah
wafat. Pernikahan beliau itu bukanlah didorong oleh nafsu seks yang sangat kuat
dan mencari kepuasan dengan banyak wanita, melainkan ada tujuan lain yang
lebih besar.
Kecenderungan Rasulullah s.a.w.
untuk menjalin hubungan perbesanan dengan Abu Bakar dan Umar yaitu dengan
menikahi Aisyah dan Hafshah, demikian pula beliau menikahkan puterinya
Fatimah dengan Ali bin Abi Thali, Ruqayyah kemudian Ummu Kaltsum
dengan Utsman bin Affan, menunjukkan bahwa dibalik itu semua
beliau ingin memperkokoh hubungan dengan keempat orang tersebut
yang begitu dikenal pengorbanan mereka untuk Islam dimasa-masa krisis yang
dilaluinya.
Diantara tradisi bangsa Arab adalah
menghormati hubungan perbesanan, yang merupakan suatu pintu untuk
mendekatkan hubungan antar berbagai suku. Memusuhi keluarga besan adalah suatu
aib. Maka Rasulullah s.a.w. menikahi beberapa wanita bertujuan mengikis
permusuhan berbagai kabilah terhadap Islam dan memadamkan api kemarahan
mereka terhadap Islam.
Misalnya Salamah, beliau adalah dari
Bani Makhzum satu kampung dengan Abu Jahal dan Khalid bin Walid. Setelah
Rasulullah s.a.w, menikahi Ummu Salamah, Khalid bin Walid tidak lagi
bersikap keras seperi ketika perang Uhud, bahkan tidak lama kemudian dia masuk
Islam. Demikian pula Abu Sufyan, dia tidak lagi melancarkan permusuhan, setelah
Rasulullah s.a.w. menikahi puterinya Ummu Habibah. Begitu
juga Bani Mushthaliq dan Bani Nadlir tidak lagi terlihat permusuhan
mereka setelah beliau menikahi Juwairiyyah dan Shafiyyah. Banyak tawanan
perang yang dibebaskan para sahabat setelah terjadi pernikahan tersebut.
Pernikahan beliau dengan Zainab binti
Yahsy adalah kehendak Allah Ta’ala untuk memberikan pelajaran tentang
masalah anak angkat (anak angkat tidak sama dengan anak kandung), thalaq,
warisan dan masalah muamalah lainnya (lihat QS. Al Ahzab: 28,29,37,40)
Lebih dari itu semua, Nabi s.a.w.
diperintahkan untuk mendidik suatu kaum yang belum mengenal sedikit
pun tentang etika budaya dan peradaban agar bisa memberikan
andil dalam membangun masyarakat. Perinsip-prinsip yang menjadi landasan
bagi pembangunan masyarakat Islam tidaklah memperkenankan bagi kaum
lelaki untuk bercampur baur dengan kaum wanita secara
langsung. Padahal kebutuhan mendidik kaum wanita tidak kalah
pentingnya dengan kebutuhan mendidik kaum lelaki bahkan lebih penting.
Untuk itu beliau memilih beberapa
wanita yang memiliki umur dan kemampuan yang beragam untuk mencapai
tujuan ini. Beliau mendidik mereka dan mengajarkan kepada
mereka hukum-hukum dan syariat serta pengetahuan Islam, sehingga
mereka siap untuk mendidik kaum wanita baik yang tinggal di pedalaman
maupun didalam kota, yang tua maupun yang
muda, mewakili untuk tugas da’wah kepada seluruh wanita.
Dr. Akram Dhia al-Umuri, menulis
dalam bukunya:
Masing-masing istri beliau
memiliki sebuah kamar kecil dengan perkakas rumah yang sangat sederhana,
yang nilainya tidak lebih dari sepuluh dirham. Perkawinannya dengan
masing-masing mereka terkait dengan latar belakang demi mewujudkan
tujuan-tujuan Islam.
Dengan menyimak latar belakang
perkawinan Rasulullah s.a.w. dengan istri-istrinya , jelas bahwa tujuan beliau
– yang juga tujuan Islam - ialah untuk mengambil hati manusia agar
mereka tertarik mau masuk Ialam, memperhatikan kaun janda, mengurus
anak-anak yatim dan menjaga ajaran-ajaran agama , terlebih yang terkait dengan
urusan-urusan wanita.:
o Aisyah
r.a. terkenal sangat pintar, berhati bersih, dan dermawan mengikhlaskan jatah
giliran. Ia banyak hapal ajaral-ajaran Rasulullah s.a.w. yang berguna bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai
2210 buah hadits. (Ummu Salamah 378 hadits, Maimunah 76 hadits,
Hafshah 60 hadits, yang lainnya meriwayatkan kurang dari sepuluh hadits.)
Aisyah memiliki pengetahun agama dan memberikan fatwa-fatwa terutama yang
menyangkut uruasan wanita.
o Saudah
r.a. adalah seorang janda yang sudah cukup tua. Rasulullah s.a.w. menikahinya
menyusul kematian istrinya Khadijah r.a, yang meninggalkan
anak-anaknya yang masih kecil. Dan juga karena ingin menghibur Saudah
yang ditinggal mati suaminya ditengah pengungsian mereka di
Habasyah.
o Hafshah
binti Umar r.a. dinikahi untuk menghormati ayahnya.
o Zainab
binti Khuzaimah dinikahi untuk menyenangkan perasaannya yang
sedih ditinggal mati suaminya sebagai
syahid di perang Badr.
o Ummu
Salamah r,a. dinikahi untuk memuliakannya dan memelihara dua orang
anaknya setelah ditinggal mati suaminya karena mendapat luka parah ketika
perang Uhud.
o Juwairiyah
binti al- Harits, dinikahi untuk mengambil hati orang-orang Yahudi dari
Bani Musthaliq. Hasilnya tampak ketika para sahabat membebaskan para
tawanan dan banyak orang-orang Bani Musthaliq masuk Islam.
o Zainab
binta Yahsy dinikahi Rasulullah s.a.w. atas dasar perintah Allah Ta’ala, demi
membatalkan tradisi ala Jahiliyah. (lihat Q.S. al-Ahzab :37, 40, 5)
o Shafiyyah
binti al-Akhthab dinikahi demi menghargai kedudukannya sebagai anak pimpinan
Bani Quraizhah (Yahudi) setelah dimerdekakan dan masuk Islam.
o Maimunah
binti al-Harits, seorang janda yang sudah tua, dan masih kerabat
Rasulullahs.a.w, dinikahi untuk menghormatinya dan ia hanya hidup sebentar
saja.
Pandangan Nabi Muhammad s.a.w. terhadap wanita:
Pandangan Nabi Muhammad s.a.w. terhadap wanita:
Karen
Amstrong dalam bukunya “A History of God” (Sejarah Tuhan, hal. 218-219)) menulis antara
lain sebagai berikut:
Muhammad
(s.a.w ) mendorong wanita untuk beperan
aktif dalam urusan-urusan ummah.
Mereka berani mengungkapkan pendapat, karena yakin bahwa suara mereka
akan diperhatikan. Dalam suatu kesempatan, misalnya, kaum wanita
Madinah pernah mengeluh kepada Nabi
(menurut hadits wanita tsb. Ummu Salamah, istri Nabi, Penulis) bahwa
kaun pria melebihi mereka dalam mempelajari Al Qur’an dan meminta
beliau untuk membantu mereka mengejar ketinggalan itu. Ini dipenuhi
oleh Muhammad (s.a.w.) .
Salah satu pertanyaan mereka yang paling penting adalah mengapa Al Qur’an hanya menyapa kaum pria
saja padahal wanita juga taat kepada Tuhan.
Hasilnya adalah turunya wahyu yang menyapa
kaum wanita seperti halnya kaum pria dan menekankan persamaan moral dan
spiritual kedua jenis itu.(Al Ahzab (33):35).
Sejak itu Al Qur’an cukup sering menyapa kaum wanita secara eksplisit,
suatu yang jarang terjadi didalam kitab suci Yahudi dan Nasrani.
Sayangnya sebagaimana yang
terjadi pada Kristen, agama kemudian
dibajak oleh kaum pria yang menafsirkan teks-teks itu dengan cara berpandangan negatif terhadap kaum wanita. Al Qur’an tidak
menetapkan hijab kecuali atas
istri Muhammad (s.a.w.), sebagai petanda atas status mereka. Akan
tetapi, begitu Islam menempati posisi didalam dunia peradaban, kaum
Muslimin mengadopsi adat Oikumene
yang menempatkan kaum wanita pada status warga kelas dua. Mereka
mengadopsi kebiasaan Persia
dan Kristen Bizantium untuk
menutup wajah kaum wanita dan mengurung
mereka didalam harem. Dengan cara ini kaum wanita menjadi
terpinggirkan. Pada masa kekhalifahan Abbasiyah (750M-1258M) kedudukan
kaum wanita Muslim
menjadi sama jeleknya dengan rekan-rekan
mereka dikalangan masyarakat Yahudi
dan Kristen.
AS–SHUFAH
Dr. Akram Dhiya al-Umuri dalam bukunya “Seleksi Sirah
Nabawiyah” menulis sebagai berikut::
As- Shufah
adalah nama
komplek hunian yang dibangun oleh ahli Shufah, yang terletak menempel
didinding belakang Masjid Nabawi, yang didirikan setelah kiblat
yang mengarah ke Baitul Maqdis dipindahkan mengarah ke Baitullah di
Makkah. Hal
ini terjadi pada 16 bulan setelah
Rasulullah s.a.w. hijrah dari Makkah ke Madinah. Pada bagian samping
bangunan
tidak ada pagar yang menutupinya. Luas bangunan tidak diketahui, tetapi
kapasitasnya ketika digunakan Rasulullah untuk keperluan penyelengaraan
walimah, dapat menampung sekitar tiga ratus orang, walau pun sebagian
tamu
undangan ada yang duduk di kamar-kamar istri beliau.
Penghuni Komplek As-Shufah. Yang pertama kali tinggal dikomplek As-Shufah ialah orang-orang Muhajirin yang hijrah dari
Makkah ke Madinah. Merka terus berdatangan, menimbulkan persoalan yang
terkait dengan kehidupan mereka. Ketika
hijrah mereka meninggalkan seluruh harta
bendanya di Makkah, mereka terbiasa hidup berdagang dan sekarang tidak memiliki
modal; dan mereka tidak memiliki tanah dan tidak biasa bertani, padahal ekonomi
Madinah ditopang oleh sektor
partanian. Walaupun kehidupan
mereka telah dibantu kaum Anshar, namun mereka tetap memerlukan tempat tinggal.
Kemudian komplek tersebut selain dihuni oleh
orang-orang Muhajirin yang tidak memiliki tempat tinggal, juga dihuni oleh
orang-orang asing lainnya yang datang sebagai utusan ke Madinah dan orang-orang
Anshar sendiri. Mereka konsentrasi
mencari ilmum, beritikaf di Masjid, beribadah, mempelajari al-Qur’an, namun
mereka tetap beraktifitas sosial dan berjihad.
Mereka sangat akrab dengan kemiskinan dan zuhud.
Mereka tidak memiliki pakaian yang dapat menutupi tubuh mereka secara utuh.
Mereka biasa memakai sorban atau hanf, syal buatan Yaman. Makanan yang sering mereka makan ialah korma,
jatah dari Rasulullah s.a.w. Sering juga
mereka dijamu makan oleh Rasulullah s.a.w. dengan makanan seadanya, adakalanya
juga dihidangi makanan yang agak enak. Mereka baru bisa menikmati makanan yang enak jika sedang bertamu kerumah orang
kaya, atau ada orang kaya yang mengirimi mereka makanan, tetapi juga sering tidak makan, sehingga
terjatuh ketika sedang shalat. Mereka
menerima dengan senang hati makanan dan
pakaian apa adanya, dan mereka tetap menjaga jiwa yang bersih dan berjihad
dengan ikhlas.
Penghuni As-Shufah cukup banyak namun yang
diketahui nama-namnya sedikitnya 51 orang
(halaman 268-269) . Diantara nama yang cukup dikenal seperti Abu
Hurairah r.a. sebagai “ketua asrama”, dan beliau dikenal sebagai sahabat
yang paling banyak meriwayatkan hadits. Salman
al Farisi r.a., Bilal bin Rabbah
r.a., Abdullah bin Mas’ud r.a., dan lain-lain. Diantara penghuni As Shufah ada
yang mati syahid : Perang Badr, seperti Shafwan bin Baidla, Khuraim
bin Fatik Al-Asadi, Khabib bin Yassaf, Salim bin Umair, dan Haritsah bin
An-Nu’man Al-Anshari. Peran
g Uhud,
seperti Handalah, orang yang jenazahnya dimandikan oleh malaikat. Perang Hudaibiyyah, seperti Jarhud bin
Khuwalid dan Abu Sarilah
Al-Ghifari. Perang Khaibar, seperti
Tsaqif bin Amr. Perang Tabuk, seperti
Abdullah Dzul Bajadain. Perang
Yamamah seperti Salim budak Hudzaifah dan Zaid bin
Al-Khaththab. (Selain yang mati syahid dalam peristiwa Raji’ dan Bi’ru Ma’unah , Penulis)
Ayat-ayat al-Qur’an yang konon diturunkan
menyinggung para penghumi As Shufaf:
Asy-Syura (42 ): 27 ; Al Baqarah (2) Al An’am (6): 52; Al Kahfi
(18): 28; At Taubah (9 ): 92
Sumber : lokmanmuchsin.blogspot.co.id
0 komentar:
Posting Komentar