Koreksi Terhadap Buku Salafy Ahmad Sabiq;----oleh: Syamsu Alam
Ardamansa
Penanggung Jawab Koreksi: (Ibnu Abd. Rahman Dg. Manessa); -----
E-Mail: ardamansa.palu@gmail.com
Koreksi dilakukan sebagai langkah preventif agar kekeliruan jangan
dilanjutkan. Agar Qur'an Jangan diremehkan dengan cara Ahmad Sabiq.
Walaupun Ahmad Sabiq Adalah orang baik, namun itu bukan tolok ukur,
bahwa ia menguasai hal ini.
Matahari Mengelilingi Bumi, Adakah itu menurut
alQur’an??
Tanggapan berikut ini merupakan lanjutan dari apa yang pernah
disajikan dalam blog ini juga. Sesungguhnya persoalan yang mendasar bukanlah
mengenai apakah “matahari yang mengelilingi bumi atau bumilah yang mengelilingi
matahari”. Lantaran masalah ini adalah masalah lama yang diperdebatkan orang, ditandai
dengan munculnya sebutan “geosentris” atau “heliosentris”, yang melibatkan
nama-nama tokoh seperti: Ptolomeus, Copernicus, dan sejumlah tokoh non Muslim lainnya. Persoalan yang
sesungguhnya sangat mendasar adalah “diungkapkannya ayat alQur’an mendukung
teori geosentris sebagai salah satu pen-tafsir-an terhadap ayat alQur’an, lalu
dikatakan “kepastian” dari dhahir ayat alQur’an”. Disini tidak perlu diungkap
latarbelakang munculnya peredebatan
lama. Namun karena sudah terlanjur ditulis melalui sebuah buku serta kemudian
dimunculkan di dunia maya, maka perlu diberi catatan-catatan koreksi agar
khalayak ramai mengetahuinya. Pada perinsipnya siapapun yang membaca janganlah
bertaqlid-buta tanpa tahu ilmu dan penjelasannya. Kemudian dari itu kalau sudah
paham dan mengena di hati maka perlu beri’tiba’ mengikut kepada yang benar
saja. Namun kalau tidak pas di hati boleh diberi catatan koreksi pula. Dengan
demikian wawasan kita semakin bertambah karena saling memberi informasi.
Apabila dalam tanggapan ini ada kalimat kasar maka itu hanya
terkait dengan cara penyampaian. Bukan dengan maksud kasar. Taqabbalallahu
minnaa wa minkum. Selamat Iedul Fithry 1433H. Mohon maaf lahir dan bathin.
Tanggapan ini murni dari Bpk Syamsu Alam Ardamansa, dan 100% dipertanggung
jawabkan oleh beliau demikian pula seluruh isi blog ini sejak awal sampai
akhir. Tulisan yang diposkan dalam blog
ini diperhadapkan oleh The House of Wisdom Palu, sekaligus kami melalui blog
ini meminta kerelaan untuk kami kutip kembali tulisan yang diposkan oleh:
Sirothalmustaqim, Agustus 2011. Pada
alamat, http://shirotholmustaqim.wordpress.com/ 2011/ 08/ 04/ benarkah-bumi-mengelilingi-matahari/
Sebagai catatan awal yang perlu untuk dipahami para pembaca, mengenai
apa yang kami pahami, bahwa :
(1). Tentang matahari
keliling bumi maksudnya adalah pergerakan matahari yang terlihat sehari-hari
terbit di timur, terus bergerak sampai terbenam di barat dan seterusnya
berulang dalam 24 jam. Apakah benar, memang ada pernyataan ayat alQur’an secara
dhahir, bahwa: “matahari mengelilingi bumi”??. Perlu dipertegas disini bahwa
yang kita bicarakan ialah ayat alQur’an mana, yang menyatakan hal itu. Adapun soal matahari keliling bumi atau bumi
keliling matahari, itu pembahasannya tersendiri.
(2) Tentang pergerakan bumi
dimaksudkan adalah bumi bergerak mengitari matahari menempuh perjalanan selama
1 tahun atau 12 bulan atau +365 hari dalam sekali keliling. Ini dikenal
dengan istilah “revolusi-bumi” mengelilingi matahari. Apakah memang begitu?
Atau bumi itu sebenarnya “diam” saja. Ini perlu kita pertanyakan juga karena
memang ada yang memahami bahwa “bumi tidak bergerak”. Kenapa dipertanyakan, ya.
bukan terhadap pahamnya atau teorinya yang kita pertanyakan. Tetapi lantaran paham
itu disandarkan pada ayat alQur’an bahwa bumi “diam” saja. Apakah memang Bumi
itu diam saja menurut alQur’an??
(3). Selain sebutan “revolusi”,
bumi juga melakukan perputaran pada dirinya sendiri (berpusing) yang bertumpu
pada poros/sumbunya, dengan waktu sekali putar +24 jam. Bahasa sehari-harinya
berputar seperti gasing, atau seperti roda berputar di as-nya. Gerakan demikian
dikenal dengan sebutan “rotasi-bumi”. Bumi melakukan rotasi dengan gerakan ke
kiri (sinistral) jika dipandang dari posisi kutub utara bumi. Hampir sama kedaannya
dengan perputaran orang yang sedang tawaf keliling ka’bah, dimana ka’bah
sebagai titik pusat/sumbu putar. Kulit bumi yang tebal, yang kita tempati bagian
luarnya, bergerak berputar dari barat ke timur; maka terlihat oleh pandangan
kita dari bumi, bahwa matahari terbit di timur lalu terbenam di barat.
Itulah tiga kategori fakta yang perlu kita kemukakan. Permasalahannya,
Apakah benar menurut alQur’an bahwa matahari yang berputar keliling bumi dan
bumi diam saja?? Pembuktian itu diperlukan karena dikaitkan dengan ayat-ayat alQur’an.
Dan sama sekali bukan tujuan kita mencari mana yang benar dan salah. Tetapi
karena alQur’an sendiri telah mengisyaratkan:
"
لا تقف ما ليس لك به علم، إن السمـع والبصر والفؤادة كل ألئك كان عنه مسئولا "
“Jangan kamu ikuti sesuatu yang tiada bagimu ilmu/penjelasannya,
sesungguhnya pendengaran (informasi), pandangan (observasi), dan telaah/pemahaman
kamu melalui hati, akan dimintai pertanggung jawabannya (dikemudian hari)”.
(QS. Isra’[17]:36)
Setiap pandangan atau pendapat, itu berharga, karenanya harus
dihargai. Dan setiap orang disilahkan memahami serta memilih pendapat mana yang
pas dalam hati. Tetapi tidak bertqlid buta, ikut-ikutan, karena itu terlarang
sebagaimana kandungan ayat tersebut.
Apapun pandangan kita tentang matahari, bumi, dan bulan, sama
sekali tidak akan mempengaruhi pergerakan ketiga benda langit itu karena mereka
bergerak secara alami sebagai sunnatullah. Pemahaman kita tentang ketiganya; diperlukan
untuk kebutuhan kita memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan
amal ibadah, dan peradaban kita selaku khalifah di bumi.
Dalam tanggapan ini satu demi satu dalil dikutip dan disajikan, lalu
diberi tanggapan seperlunya. Tulisan yang dikutip dicetak miring berwarna merah,
sedangkan tanggapannya dicetak tegak berwarna biru. Mari kita ikuti sajian
dialog dunia maya berikut ini:
Soal:
Apakah
matahari berputar mengelilingi bumi?
Jawab:
Dhahirnya dalil-dalil syar’i
menetapkan bahwa mataharilah yang berputar mengelilingi bumi dan dengan
perputarannya itulah menyebabkan terjadinya pergantian siang dan malam di
permukaan bumi, tidak ada hak bagi kita untuk melewati dhahirnya dalil-dalil
ini kecuali dengan dalil yang lebih kuat dari hal itu yang memberi peluang bagi
kita untuk menakwilkan dari dhahirnya.
TANGGAPAN:
Pemahaman
terhadap dalil-dalil syar’i dari ayat, harus bersumber dari ayat alQur’an
secara dhahir pula. Tetapi tidak ada satupun ayat yang antum[anda] paparkan
secara dhahir seperti yang antum kehendaki.
Ingatlah!!
bahwa “mekanisme” terbitnya matahari di timur dan terbenamnya di barat, tidak
diungkap sama sekali secara dhahir oleh ayat-ayat yang antum paparkan. Semuanya
hanya dipahami dari dhahir ayat. Tetapi bukan dari dhahir[redaksi] ayat itu
sendiri. Karenanya, memang tidak ada hak bagi kita untuk menyelewengkan
ungkapan dhahir ayat tersebut. Soal apakah matahari yang berputar mengelilingi
bumi ataukah bumilah yang bergerak mengelilingi matahari, adalah masalah “mekanisme-pergerakan”,
yakni bagaimana cara keduanya melakukan pergerakan satu sama lain berdasarkan
Sunnatullah, sehingga terlihat dan diketahui oleh manusia di bumi bahwa
matahari itu terbit di timur dan terbenam di barat.
Adalah sangat
keliru mentakwilkan matahari berputar keliling bumi, padahal dalil syar’i dari
ayat alQur’an tidak ada yang mengungkap secara dhahir seperti itu. Dalam
masalah ini, perkataan Shahabat, tabiin, Ulama’ (ilmuwan) walaupun dapat
dijadikan bandingan, tetapi bukan sebagai dalil syar’i. Karena ini masalah
IlmuPengetahuan, dan Peradaban manusia yang terus berkembang.
DALIL - 1 :
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman tentang Ibrahim
akan hujahnya terhadap orang yang membantahnya tentang Rabb: “Sesungguhnya
Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.” (QS
Al Baqarah: 258).
Maka keadaan matahari yang didatangkan dari timur
merupakan dalil yang dhahir bahwa matahari berputar mengelilingi bumi.
TANGGAPAN-1:
Pada surat
Al-Baqarah(2): 258 tersebut diungkapkan “ucapan” Nabiyullah Ibrahim as., Namun berdasarkan
dhahir ayat, sama sekali tidak terdapat ungkapan dalam ayat yang menyebutkan
“matahari berputar mengelilingi bumi”.
Dhahir ucapan Nabiyullah Ibrahim as., pada ayat tersebut adalah
sbb:
قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ
الْمَشْرِقِ ، فأت بهآ من المغرب
Ibrahim berkata :”sesungguhnya Allah terbitkan (datangkan) matahari
dari timur, maka cobalah engkau terbitkan matahari dari barat…” Ibrahim
menantang lawan bicaranya dengan kalimat itu.
Kemudian, dengan serta-merta
antum ambil kesimpulan sebagai berikut:
“Maka keadaan matahari yang didatangkan
dari timur merupakan dalil yang dhahir bahwa matahari berputar mengelilingi
bumi”.
Takwil antum dalam pernyataan
itu keliru, karena antum simpulkan berdasarkan apa yang dipahami dari pandangan
sehari-hari. Padahal disini kita berbicara tentang dhahir ayat. Bagaimana “mekanisme”
pergerakan sehingga matahari terlihat terbit di timur dan terbenam di barat?? Hal
ini tidak diungkap oleh dhahir ayat yang antum paparkan tersebut. “Sesungguhnya
Allah datangkan matahari dari timur…” Demikian itu ucapan Nabiyullah
Ibrahim as., yang dikekalkan dalam ayat tersebut. Itu saja. Apakah Ibrahim
memahami sama dengan yang antum pahami,? itu namanya “takwil” terhadap ucapan
Ibrahim as. Sehingga bukan dhahir ayat yang antum bahas sesungguhnya, melainkan
ucapan Ibrahim as., yang ada tertera dalam ayat tersebut.
Ada contoh ayat lain (QS. an-Naziyat[79]:
24), tentang bagaimana ucapan seseorang dikekalkan dalam alQur’an seperti ayat
berikut ini: َقَالَ
أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى “maka ia berkata aku adalah tuhanmu yang
maha tinggi”,. Ini adalah ucapan manusia (Fir’aun), sekalipun demikian ini adalah Firman Allah
juga, karena semua ayat-ayat alQur’an itu adalah Firman Allah. Ini hanya contoh
bandingan. Contoh lain, tatkala Ibrahim
melihat matahari terbit, ketika itu dia berkata : “ini tuhanku”. Kalimat Ini
juga dari ucapan Ibrahim as., yang dikekalkan dalam alQur’an. Masih banyak ayat
lainnya yang serupa, tetapi kita tidak perlu mentakwil ucapan manusia sekalipun
itu dikekalkan sebagai ayat alQur’an, karena belum tentu maksud yang kita
inginkan sama maksud ayat itu.
DALIL - 2:
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman juga tentang
Ibrahim: “Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: ‘Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar’, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia
berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan.’” (QS Al An’am: 78).
Jika Allah menjadikan bumi yang mengelilingi niscaya
Allah berkata: “Ketika bumi itu hilang darinya.”
TANGGAPAN-2:
Surat Al-An’am:78
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ
بَازِغَةً قَالَ هَـذَا رَبِّي هَـذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا
قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ -
Ayat tersebut mengungkapkan peristiwa yang dialami
Nabiullah Ibrahim. Adapun yang dapat dipahami dari ayat tersebut ialah “Ibrahim
melihat matahari itu dari posisinya di bumi”. Dalam lafaz ayat sudah jelas
disebutkan “tatkala ia melihat matahari terbit,… “. Sesungguhnya Ibrahim dalam
kehidupannya sehari-hari mengetahui matahari terbit dan terbenam. Sama saja
dengan kita sekarang ini. Namun dalam proses pengembaraan jiwanya mencari wujud
tuhan, tiba-2 Ibrahim mendapatkan semacam idea dalam benaknya tentang wujud tuhan.
Yaitu “matahari”. Idea yang datang secara demikian itu disebut (dalam
fsikologi komunikasi hewan) dengan sebutan: “aha-erlibniz”. Idea seperti
itu pada semua manusia bisa saja mendadak muncul. Mungkin bermanfaat mungkin
juga tidak. Kenyataanya ayat mengungkap dengan kalimat seperti di atas.
(tatkala Ibrahim melihat matahari terbit dia berkata: “inilah tuhanku”)…………
namun tatkala matahari itu terbenam maka Ibrahim menyangkal pernyataannya
sendiri.
Lalu kenapa tiba-tiba antum menyatakan sebagai berikut:
(Jika Allah menjadikan bumi yang mengelilingi niscaya
Allah berkata: “Ketika bumi itu hilang darinya.”).
Bagaimana mungkin ada firman Allah seperti yang antum
kehendaki: “Ketika bumi itu hilang
darinya”, padahal dipahami
dari dhahir ayat itu Ibrahim melihat matahari terbit. Dimana Ibrahim ketika melihat
matahari?? Ya, di bumi. Nah kalau bumi hilang dari Ibrahim, loh, dimana posisi Ibrahim?. Maka menjadi kacaulah konteks
ayat itu jika mengikuti cara takwil antum. Ungkapan ayat itu adalah benar 100%,
tetapi analogi cara peng-andai-an dari antum terhadap ayat tersebut adalah
keliru 100%. ‘Afwan ya Akhiy.
DALIL – 3:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan kamu akan
melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan
bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada
dalam tempat yang luas dalam gua itu.” (QS Al Kahfi: 17).
Allah menjadikan yang condong dan menjauhi adalah
matahari, itu adalah dalil bahwa gerakan itu adalah dari matahari, kalau
gerakan itu dari bumi niscaya Dia berkata, “gua mereka condong darinya
(matahari).” Begitu pula bahwa penyandaran terbit dan terbenam kepada matahari
menunjukkan bahwa dialah yang berputar meskipun dilalahnya lebih sedikit
dibandingkan firmanNya, “(condong) dan (menjauhi mereka).”
TANGGAPAN – 3
Simpulan dan
peng-andai-an yang antum ajukan lagi-lagi terpeleset. Keinginan antum mentakwil
ayat tersebut cukup kuat terbukti dengan kalimat: “Allah menjadikan yang
condong dan menjauhi adalah matahari”. Itulah redaksi yang antum kehendaki
menurut pikiran antum sendiri. Apakah antum tidak keliru memahami ayat tersebut?.
Mari kita perhatikan secara saksama redaksi ayatnya:
وَتَرَى
الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا
غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُ ذَلِكَ مِنْ
آيَاتِ اللَّهِ مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن
تَجِدَ لَهُ وَلِيّاً مُّرْشِداً
Pada awal ayat tertera
ungkapan “wa tara as-syamsa …..”- -“engkau lihat matahari…..”, berarti menurut penglihatanmu
dari bumi. Ini pokok masalahnya. Maknanya bahwa matahari condong dan menjauhi
bumi itu, adalah dalam penglihatanmu (وترى الشمـس). Bukanlah karena pergerakan matahari itu sendiri. Karena itu
tidak perlu membuat suatu kalimat peng-andai-an seperti: kalau gerakan itu dari bumi niscaya Dia berkata, “gua
mereka condong darinya (matahari).”.
Sesungguhnya
Inti pembahasan ayat tersebut bukanlah tentang gerakan matahari
atau bumi, melainkan tentang posisi (geografis) letak gua tempat para pemuda yang
shalihin bersembunyi. Alamat gua yang
disebutkan dalam ayat adalah, ketika matahari terbit, condong dari arah sebelah
kanan gua itu, dan ketika matahari terbenam, menjauhi gua itu di sebelah kiri.
Informasi demikian menunjukkan bahwa gua itu menghadap ke utara. Karena dengan
menghadap utara akan terlihat تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ matahari terbit condong dari kanan gua, dan terbenam di kiri تَّقْرِضُهُمْ
ذَاتَ الشِّمَالِ. Sangatlah
tepat ungkapan di awal ayat dengan kalimat وَتَرَى الشَّمْسَ “wa tara as-syamsa”. “engkau lihat”.
Selanjutnya untuk memastikan kondisi gua tersebut, maka
ayat memberi informasi: وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُ . mereka
berada dalam tempat yang luas dalam gua itu . Demikian
itulah sebagian tanda-tanda dari Allah SwT. Siapa yang diberi petunjuk oleh
Allah SwT., maka dia mendapatkan petunjuk tentang gua itu. Namun siapa
disesatkan Allah SwT., maka tiada yang dapat menolongnya mendapatkan petunjuk
tentang gua itu. Coba sekali lagi antum simak dengan seksama kandungan ayat
itu. Sambil bersama-sama kita merenung istighfar kepada Allah SwT.
DALIL
– 4:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan Dialah yang
telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS Al Anbiya’: 33).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: berputar dalam
suatu garis edar seperti edaran alat pemintal. Penjelasan itu terkenal darinya.
TANGGAPAN-4:
وَهُوَ
الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ
يَسْبَحُونَ -
Tidak ada yang dapat ditakwilkan dari ayat tersebut bahwa
matahari bergerak keliling bumi. Fakta yang disajikan ayat ini apa adanya bahwa
matahari, bulan, masing-masing bergerak di garis edarnya. Demikian halnya
dengan malam dan siang. Teori astronomi pun ternyata sejalan dengan itu.
Padangan Sahabat Nabi, Ibnu Abbas
ra., walaupun dapat dijadikan bandingan, namun bukanlah patokan. Tentu itu
dikutip dari riwayat-riwayat, yang menunjukkan adanya pemahaman seperti itu, yang
berkembang di zamannya. Itu bukanlah
dalil syar’i.
DALIL-5 :
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.” (QS Al A’raf: 54).
Allah menjadikan malam mengejar siang, dan yang mengejar
itu yang bergerak dan sudah maklum bahwa siang dan malam itu mengikuti
matahari.
TANGGAPAN-5:
Cara pemahaman terhadap redaksi ayat dalil-4 tidak jauh berbeda
dengan ayat yang disajikan dalil-5. Redaksi ayat itu sebagai berikut:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى
الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَالشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ
تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ
الْعَالَمِينَ
Ayat ini dan juga ayat sebelumnya, sebenarnya menjadi dalil yang membatalkan
teori heliosentris, namun tidak membenarkan teori geosentris. Adapun ungkapan malam
mengikuti siang dengan cepat, sama sekali tidak menunjukkan pergerakan matahari
keliling bumi. Tetapi justru menunjukkan adanya rotasi bumi. Karena terjadinya
pergantian siang dan malam itu lantaran bumi sendiri yang berotasi berputar di
sumbunya, sehingga permukaannya bergantian menerima sinar matahari. Jadi bukan matahari yang bergerak
mengelilingi bumi, tetapi bumi berputar pada sumbunya +24 jam sekali putar.
Akibatnya penduduk bumi, termasuk Nabiyullah Ibrahim as., saya, dan antum,
melihat matahari terbit di timur lalu terbenam di barat. Begitulah pemandangan
yang terlihat dari posisi kita di bumi. Pergerakan matahari yang dipaparkan
oleh kedua ayat di atas tidak disebut mengelilingi bumi. Tetapi matahari dan
bulan masing-masing bergerak pada garis edarnya atas perintah Allah SwT. Khusus
ini akan dijelaskan tersediri di tempat dan waktu lain.
DALIL-6:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dia menciptakan
langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan
menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing
berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.”
(QS. Az Zumar: 5).
FirmanNya: “Menutupkan malam atau siang” artinya memutar kannya
atasnya seperti tutup sorban menunjukkan bahwa berputar adalah dari malam dan
siang atas bumi. Kalau saja bumi yang berputar atas keduanya (malam dan siang)
niscaya Dia berkata, “Dia menutupkan bumi atas malam dan siang.” Dan firmanNya,
“matahari dan bulan, semuanya berjalan” menerangkan apa yang terdahulu
menunjukkan bahwa matahari dan bulan keduanya berjalan dengan jalan yang
sebenarnya (hissiyan makaniyan), karena menundukkan yang bergerak dengan
gerakannya lebih jelas maknanya daripada menundukkan yang tetap diam tidak
bergerak.
TANGGAPAN-6:
Ayat yang dimaksudkan sebagai berikut:
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ
اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى أَلَا هُوَ الْعَزِيزُ
الْغَفَّارُ -
Pengertian “menutupkan malam atas siang dan menutupkan
siang atas malam” itu menegaskan adanya pergantian siang dan malam, atas
kehendak Allah SwT. Ungkapanيكورالليل “yukawwirulLail”
bertimbal - balik dengan يكورالنهار“yukawwirunNahar”, sama saja
maknanya dengan ungkapanتولج الليل “tuwlijulLail” timbal-bailk dengan تولج النهار “tuwlijunNahar” dalam QS. Ali Imran[3]:27. Begitu juga di ayat lain menggunakan ungkapan
“yuwlijulLail”, timbal-balik dengan “yuwlijunNahar”. Ada juga يغسي
الليل النهار “yugsiy-allail-annahar”.
Perlu ditegaskan bahwa malam dan siang itu
adalah situasi, kondisi, yang dialami belahan bumi secara bergantian. Bila
belahan bumi yang di sebelah mengalami malam maka pada saat yang bersamaan
belahan yang lain dalam keadaan siang. Begitu pula sebaliknya. Situasi dan
kondisi itu bukanlah wujud benda. Jadi tidak perlu dipelintir maknanya seperti
sorban tutup kepala. Selanjutnya matahari dan bulan keduanya bergerak sesuai
dhahir ayat. Tidak ada masalah dan memang begitu. Tetapi dimana dhahir ayat
tentang matahari keliling bumi??
DALIL-7:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Demi matahari dan
cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya.” (QS Asy Syams: 1-2).
Makna (mengiringinya) adalah datang setelahnya, dan itu
dalil yang menunjukkan atas berjalan dan berputarnya matahari dan bulan atas
bumi. Seandainya bumi yang berputar mengelilingi keduanya tidak akan bulan itu
mengiringi matahari, akan tetapi kadang-kadang bulan mengelilingi matahari dan
kadang matahari mengiringi bulan, karena matahari lebih tinggi daripada bulan.
Dan untuk menyimpulkan ayat ini membutuhkan pengamatan.
TANGGAPAN-7 :
Ayat yang dimaksudkan sebagai berikut:
والشمس و ضحاها والقمر إذا تلاها. . . . .
Dhahir ayat benar
adanya. Tidak perlu ditakwil atau dikomentari. Namun Peng-andai-an antum sudah terlalu
jauh menyimpang. Wajar saja kalau ada hadist Nabi saw., melarang kita
berandai-andai. Karena beresiko mempunyai tingkat kesalahan yang signifikan,
mempengaruhi pandangan kita sendiri. Lalu antum berputar-putar dengan kalimat:
seandainya bumi yang berputar
mengelilingi keduanya tidak akan bulan itu mengiringi matahari,…. Peng-andai-an antum itu tidak pernah ada, akan
tetapi kadang-kadang bulan mengelilingi matahari dan kadang matahari mengiringi
bulan,
ini pemikiran yang lebih sesat lagi.
DALIL-8
:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan suatu tanda
(kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang
dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan
matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan
manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)
kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing
beredar pada garis edarnya.”
(QS Yaa Siin: 37-40).
Penyandaran kata berjalan kepada matahari dan Dia jadikan
hal itu sebagai kadar / batas dari Dzat yang Maha Perkasa lagi Mengetahui
menunjukkan bahwa itu adalah jalan yang haqiqi (sebenarnya) dengan kadar yang
sempurna, yang mengakibatkan terjadinya perbedaan siang malam dan batas-batas
(waktu). Dan penetapan batas-batas edar bulan menunjukkan perpindahannya di
garis edar tersebut. Kalau seandainya bumi yang berputar mengelilingi maka
penetapan garis edar itu untuknya bukan untuk bulan. Peniadaan bertemunya
matahari dengan bulan dan malam mendahului siang menunjukkan pengertian gerakan
muncul dari matahari, bulan, malam, dan siang.
TANGGAPAN-8 :
Pada ayat 40 QS. Yasin[36}, sebagaimana
terjemahan antum, dhahirnya ayat tertulis:
وكل فى فلك يـسـبـحـون
Terjemahan dari antum sudah betul menurut
kami
“Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”. Syukurlah antum tidak menambahkannya
dengan kalimat: “….. dalam mengelilingi bumi”. Karena memang tidak begitu
dhahir ayat tersebut. Dan rupanya menjadi kebiasaan antum menggunakan kalimat
qiyas “andai”, seperti ini lagi: Kalau se-andai-nya bumi
yang berputar mengelilingi maka penetapan garis edar itu untuknya bukan untuk
bulan. Sesungguhnya ayat-ayat yang antum kutip dari
QS. Yasin tersebut adalah ayat-ayat yang berbicara tentang pergerakan masing-masing
benda langit itu (matahari dan bulan) secara alamiyah, dengan penjelasan yang ilmiyah.
Mengapa anda tidak membicarakan tentang terjadinya manzilah-manzilah bulan yang
disinggung dalam ayat itu. Padahal disitulah intinya, bagaimana terjadinya
kenampakan hilal itu. Dan kenapa ada manzilah-manzilah seperti terungkap dalam
ayat tersebut. Apakah manzilah-manzilah itu bisa terjadi jika matahari bergerak
mengelilingi bumi?? Coba antum buktikan dan jelaskan pula kedudukan manzilah
itu berdasarkan dhahir ayat tersebut dengan perinsip bumi diam saja, tidak
berotasi, dan mataharilah yang bergerak keliling bumi.
Demikian tanggapan terhadap dalil-dalil yang antum
paparkan. Yang ditanggapi hanya dalil dari ayat alQur’an saja. Karena alQur’an
itu mutlak kebenarannya, kita perlu mengambil peran turut serta menjaga
keasliannya dari bentuk penafsiran yang keliru baik sengaja maupun tidak
sengaja lantaran kurangnya alat pendukung dalam memahaminya. Mengkaji makna ayat-ayat kauniyah tidak cukup
dengan pengetahuan bahasa arab, apalagi secara redaksional belaka. Karena alQur’an adalah bahasa wahyu. Firman
atau kata-kata Allah Yang Maha Luas PengetahuanNya. Sekalipun diturunkan
berbahasa arab, tetapi dalam memahami ayat-ayat seperti di atas, diperlukan
tambahan pengetahuan, pengalaman dan wawasan. Selanjutnya mengenai Dalil-9, dan
seterusnya tidak penting untuk ditanggapai. Karna kami yakin bahwa Nabiyullah Muhammad
saw., tidak akan sembarang berucap, kecuali dikontrol oleh wahyu yang
diwahyukan kepadanya. Kalau lafaz suatu hadist ngawur dalam masalah yang di
bahas ini, maka kami yakin itu bukan dari Ucapan Nabi Muhammad saw. Imam Bukhari, Muslim dan lainnya tetap
mendapatkan satu pahala atas jerih payahnya dalam mengumpul dan mencatat hadist.
والسلام
عليكم ورحمةالله وبركاته